Pertemuan (5)

3 0 0
                                    

M. Naufal Aditya

Saya lari menelusuri koridor RS. Tadi pas di jalan, Bang Jammy ngabarin kalo kondisi Ibu makin parah. Jadi saya benar-benar panik.

Di depan pintu kamar, Abang kandung saya, Bang Jammy dan istrinya, Mbak Fitri, berjalan mondar-mandir karena cemas.

" Assalamualaikum, Bang. Bagaimana kondisi Ibu?" Suara saya rada gemetaran.

" Wa'alaikumsalam, belum membaik, Fal. Kata dokter, Ibu kena radang lambung."

" Astagfirullah, jadi bagaimana tindakan dokter???"

" Malam ini Ibu akan di operasi."

" Lalu saya boleh masuk menemui Ibu?"

" Masuklah."

Saya membuka pintu kamar Ibu pelan-pelan. Ruangan tersebut begitu dingin. Agak gelap, karena dokter menyarankan Ibu untuk istirahat.

Saya mendekat ke sisi kanan Ibu. Ibu sedang tidur. Rambutnya yang putih kuelus dengan tulus.

" Bu, ini anak bungsumu, Naufal. Maaf Naufal baru tiba. Ibu cepat sehat ya." Air mata saya ingin keluar rasanya, tapi tertahan karena perlahan mata Ibu terbuka.

" Nau...fal?"

" Iya, Bu? Ini Naufal."

Ibu langsung meraih telapak tanganku, dan memegangnya erat.

" Ibu ingin melihat kamu cepat-cepat berkeluarga."

Saya terenyak. Bahasan waktu itu juga, Ibu sudah menyindir saya untuk cepat-cepat berkeluarga. Tapi saya bilang saja pada ibu secepatnya.

" Iya, Bu. Naufal akan mengenalkan calonnya Naufal pada Ibu. Makanya Ibu harus sehat dulu, ya."

Ibu tersenyum. " Ga perlu Naufal. Tuh, si dia ada di depan."

Dia?

" Si...siapa, Bu?"

" Natasha, anaknya temen Ibu. Panggil masuk coba!"

Lalu saya segera pergi keluar untuk melihat gadis yang bernama Natasha itu.

Dia sedang duduk sambil melipat kedua tangannya, tapi matanya terpejam. Sepertinya dia ketiduran.

" Kenapa, Fal?" Suara Bang Jammy mengejutkan Natasha. Dia langsung bangkit dari tempat duduk.

Mata saya dan dia bertemu. Lalu saya memalingkan wajah.

" Ibu ingin bertemu yang namanya...Natasha."

Cewek itu lalu berjalan masuk ke dalam ruangan kamar Ibu, dan saya mengikuti dari belakang.

" Tante, udah bangun?"

Ibu malah tersenyum sambil melirik ke arah saya.

" Naufal, kenalin ini Natasha. Natasha, kenalin ini Naufal."

Natasha mengulurkan tangannya. " Hai, gue Natasha."

Saya langsung menelungkupkan kedua tangan. Natashanya menarik kembali tangannya sambil tertawa tidak enakan.

" Wa'alaikumsalam. Saya Naufal."

Natasha tersenyum ramah.

" Naufal, Natasha, Ibu mau kalian menikah secepatnya."

" APA?!?!?" Saya terkejut. Ibu mikir apa sih?

" Kalian bicarakanlah di luar. Ibu mau istirahat dulu."

Lalu Natasha mengajak saya keluar.

Sambil jalan keliling koridor RS, Natasha membuka suara.

" Jadi, Tanta Sofi udah cerita semuanya tentang lu. Kata Beliau, elu kuliah di Bogor, ya?"

" Iya, Natasha. Udah di ceritain Ibu sampe mana aja?"

Natasha tertawa halus.

" Panggil gue Aca aja, Natasha agak kepanjangan," lalu dia melanjutkan, "....Tante Sofi cerita kalo keluarga kalian sering pindah-pindah, ya? Terus...elo SD-SMP-SMA-Kuliahnya beda-beda kota. SD lu 2 tahun di Medan, 4 tahun di Tangerang. SMP lu di Semarang, SMA di Jakarta. Dan kuliah di Bogor.... Tapi gue ga tahu lo ambil jurusan apa waktu itu. Kalo boleh tau, ambil apa?"

" Saya ambil jurusan Manajemen Bisnis."

Lalu Aca mengernyitkan dahi.

" Tapi, kalo elu ambil Manajemen Bisnis...kenapa elu kerja di perusahaan arsitektur?"

" Itu karena saya melanjutkan perusahaan Papa."

Aca tiba-tiba duduk di tempat duduk tunggu di pinggiran koridor. Dia capek jalan. Sebelumnya saya ga tau kalo dia udah duduk aja disitu. Saya malah terus jalan. Akhirnya dia manggil saya dan nyuruh duduk.

Lalu dia melanjutkan.

" Papa elu dipindahin ke luar kota, ya?"

" Lho, ga diceritain Ibu, ya?" Aca geleng-geleng dan saya melanjutkan, "...Papa udah ga ada."

Aca menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya.

" Innalillahi, maaf gue ga tahu."

Saya ngangguk.

"Papa pergi tepat di hari saya wisuda."

-----

Bogor, Januari 2010.

" I..iya makasih, Kak."

Naufal deg-degan melihat reaksi Adira. Saking gugupnya, dia langsung main pergi aja, ga kepikiran ngajak foto.

Naufal kembali ke ruang BEM. Beberapa adik tingkat BEM ngucapin selamat wisuda.

" Kak Naufal, sedih deh kalo Kakak ga ada lagi di kampus. Sering-sering main, ya!"

" Yahh, jangan sedihh..." tiba-tiba ponsel Naufal berdering tanda ada yang nelpon, "...bentar, ya, dek."

Bang Jammy yang telpon. Ternyata Mbak Fitri, istrinya, lagi proses lahiran. Jadi bilang kalau ga bisa datang.

Papa dan Ibu Naufal tadi datang pas acara wisuda, abis foto, mereka langsung balik ke Jakarta.

" Woi, Ketoprak! Kapan lu balik ke Jakarta? Kabarin gue, kita bareng aja."

Tiba-tiba sahabat Naufal, Cakra, langsung meninju bahu Naufal dari belakang, mengejutkannya. Naufal tertawa karena sahabatnya itu memanggilnya Ketoprak, cuma karena makanan kesukaan Naufal adalah ketoprak.

" Ayah Ibu kamu udah pulang duluan ke Jakarta, Dang?"

" Udah, Prak. Malem ini gue nginep kosan elu, ya."

" Siap, Pak Udang! Wkwkwk."

Ponsel Naufal berdering lagi. Kali ini yang nelpon Ibunya.

" Assalamualaikum, Bu? Udah nyam..." sebelum Naufal melanjutkan, suara tangisan Ibu pecah.

" Papamu, Nak. Dia pergi."

" Pergi kemana, Bu? Ke luar kota lagi?!" Suara Naufal bergetar.

Ibu Naufal menangis terisak-isak.

" Papa pergi meninggalkan kita untuk selamanya."

Hati Naufal hancur berkeping-keping. Papa yang sudah menafkahi Ibu, Bang Jammy dan Naufal sendiri, pergi untuk selamanya. Air mata Naufal jatuh ke pipinya.

" Naufal langsung beli tiket pesawat ke Medan, ya. Besok, Papa akan dikubur di kampung halamannya."




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hampir SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang