Bagian Kedua

8 2 0
                                    

Namun, bahagia bisa soal apa saja, bisa karena keluarga, bisa karena hidup sederhana, bisa juga karena kabarmu.. yang bahagia dengannya.
-katapanji-

•••

Layaknya remaja tanggung lainnya, Raka dan Renata mulai merasakan yang namanya jatuh cinta. Semua perasaan indah itu begitu mengasyikkan. Ribuan kupu-kupu yang seakan-akan terbang di dalam rongga perut saat tak sengaja berpapasan dengannya di koridor atau jutaan bintang yang meledak bersamaan di dalam dada saat ia menyebutkan namamu. Sungguh indah.

Renata jatuh cinta kepada salah seorang kakak kelasnya. Orang itu adalah Yasha Mahendra Adhyaksa. Akrab disapa Endra. Renata dan Endra terpaut usia dua tahun. Endra merupakan kapten tim sepak bola di sekolah. Ia salah satu pemain terbaik dalam timnya. Tubuh tinggi dan wajah rupawan membuat para gadis selalu menyorakinya saat tengah bermain di lapangan.

Renata dan Endra pertama kali bertemu di lapangan sepak bola yang terletak bersebelahan dengan taman sekolah. Renata yang saat itu masih kelas sepuluh, sedang asyik memotret lingkungan sekolah saat jam istirahat. Saat itu sekolah tampak sangat ramai. Beberapa murid duduk di kursi taman sambil bercerita, beberapa lainnya sedang berduaan dengan sang pujaan hati, dan yang paling ramai adalah lapangan sepak bola. Beberapa senior sedang bermain sepak bola. Karena tertarik dengan keramaian itu, Renata akhirnya menyorotkan kameranya ke arah lapangan sepak bola.

"Woy, yang pegang kamera! Minggir!" teriak salah seorang senior dari lapangan sepak bola.

Belum sempat Renata mencerna kata-kata lelaki itu, tiba-tiba, prak! Lensa kamera baru Renata retak dengan sukses akibat terkena bola. Ia hanya bisa melongo. Mencerna apa yang baru saja terjadi. Sementara itu, seorang pria yang tak lain selaku si penendang bola berlari menghampiri Renata.

"Kamu gapapa?" tanya pria itu dengan napas tersengal sambil berkacak pinggang.

Renata menggeleng. "Tapi lensa kameraku retak dan kakak harus ganti, soalnya ini baru," kata Renata ceplas-ceplos sambil memperlihatkan lensa kameranya yang retak.

Pria dihadapannya menarik napas panjang kemudian berkata, "Ya udah, gini, lo pergi aja ganti tuh lensa kamera terus liatin ke gue notanya. Nanti gue ganti duit lo, gimana?"

Renata mengangguk setuju. Itu memang cara terbaik menurutnya.

"Fyi, gue Endra kelas dua belas IPA 3. Lo bisa cari gue di kelas buat kasih notanya," kata pria itu sambil mengulurkan rangan mengajak berkenalan.

"Renata," jawab Renata singkat, jelas, dan padat kemudian menyambut uluran tangan Endra.

Setelah membuat kesepakatan tadi, Renata pun pergi sambil menatap kameranya yang malang. Sambil berjalan, ia melihat-lihat hasil jepretannya. Seperti biasa, hasilnya selalu sempurna. Hasil jepretan terakhirnya menampilkan Endra yang sedang menendang bola yang kemudian melesat ke arahnya. Angle foto itu sangat sempurna menurut Renata.

"Dia tampan," gumam Renata sambil tersenyum miring melihat hasil jepretannya.

•••

Dua hari kemudian, Renata pergi ke kelas Endra untuk memperlihatkan nota perbaikan kameranya. Ia juga menyertakan foto hasil jepretannya terakhir kali di lapangan basket yang telah ia cetak karena menurutnya foto itu sangat fantastis.

"Nih," kata Renata menyerahkan nota dan foto itu.

Setelah meneliti notanya, Endra pun mengeluarkan dompet dan memberikan sejumlah uang sebagai ganti kamera Renata. Ia kemudian melihat foto itu, "Wah, gue beneran ganteng, ya?" kata Endra percaya diri.

Renata sontak melongo. Benar-benar kepercayaan diri yang sangat tinggi. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa Endra memang tampan.

"Hasil jepretan lo keren. Lo harus gabung ke grup jurnalistik sekolah," kata Endra masih sambil menerawang potret dirinya itu.

Mata Renata langsung membulat, "Emang ada?"

"Iya. Tapi dua tahun terakhir ini gak aktif, soalnya yang berbakat kurang. Tapi masih ada kok. Gue punya kenalan anak jurnalistik. Lo mau gabung?" tanya Endra sambil menatap Renata yang baru ia sadari ternyata sangat manis.

"Iya, iya. Mau."

"Nih, masukin id line lo, nanti gue kirimin kontaknya," kata Endra sambil menyodorkan ponselnya.

Renata memasukkan id line nya kemudian kembali ke kelasnya, sepuluh IPA 2. Tanpa ia sadari, ia terus tersenyum sepanjang perjalanan dari kelas dua belas IPA 3.

Setelah kejadian kamera dan urusan jurnalistik tersebut, Endra dan Renata semakin dekat. Endra selalu menunjukkan perhatian-perhatian kecil kepada Renata. Renata yang walaupun sangat cantik tetap saja hanyalah seorang wanita biasa. Ia senang diberi perhatian kecil oleh Endra.

"Mungkin dia yang selama ini aku cari," pikir Renata sambil tersenyum

•••

Kalian bertanya-tanya tentang kabar Raka? Tenang saja, dia masih hidup, kok. Dia masuk di sekolah yang sama dengan Renata. Selalu seperti itu. Keduanya selalu masuk ke sekolah yang sama sejak taman kanak-kanak.

Bagaimana dengan hati Raka? Apakah dia juga jatuh cinta? Iya, Raka juga sedang jatuh cinta. Sayang sekali, semesta sedang mempermainkan Raka. Betapa malang nasibnya. Ia jatuh cinta kepada sahabatnya sendiri, Renata. Ia jatuh cinta kepada Renata yang sedang jatuh cinta kepada Endra. Bukankah semesta terlalu kejam terhadap Raka?

•••

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang