Bila dia meninggalkanmu, bersyukurlah. Seleksi alam bekerja dengan baik.
-karizunique-●●●
Raka Albifardzan
Belum juga aku memarkirkan mobil dengan baik, manusia pecicilan disampingku ini sudah turun dari mobil dan berlari menuju pintu kedatangan. Kadang aku heran, sebenarnya adik Cynthia itu aku atau Renata, sih?
"Ren, jangan lari! Ntar jatuh kamu malah repotin aku," teriakku pada Renata yang mungkin telinganya tertinggal di rumah. Ia tidak mendengarkanku dan tetap berlari. Seperti biasanya.
Aku pun mempercepat langkah untuk menyusul Renata kemudian mencegahnya berlari. Lagipula, kalau dia jatuh, kan aku yang repot.
Beberapa menit setelah sampai di pintu kedatangan, status pesawat yang ditumpangi si sinting Cynthia berubah menjadi landed di papan pemberitahuan. Renata yang berdiri di sampingku masih saja tersenyum seperti orang tidak waras. Wajar, sih, dia kan baru saja putus cinta. Jujur saja aku tidak tahu harus merasa sedih atau senang. Kalian semua mengetahui perasaanku pada Renata, bukan?
Tak lama kemudian, sosok yang kami tunggu sudah datang. Wanita berusia dua puluh tahun dengan tinggi semampai dan rambut panjang kecokelatan yang dicepol asal-asalan keluar dari pintu kedatangan lengkap dengan kacamata hitamnya. Seperti biasa si sinting Cynthia bergaya sok mirip dengan Emma Watson yang notabenenya merupakan role model kakakku satu-satunya ini.
"Kak Cynthiaaa!" teriak Renata sambil berlari memeluk Cynthia.
"Eh ada Renata," kata Cynthia tersenyum sambil membalas pelukan hangat dari Renata.
Setelah acara peluk-kangen antara Renata dan Cynthia, barulah dia menyadari bahwa aku disini. Aku yang terlupakan.
"Raka, bawain koper kakak, ya," perintah Cynthia seakan-akan aku adalah pengawal pribadinya.
"Lah, aku gak dipeluk dulu? Kamu ga kangen sama aku, Cyn?" protesku sambil membuka lengan dan menanti pelukan yang tak juga diberikan oleh kakakku sendiri. Mengenaskan.
"Orang kayak kamu ngapain dikangenin? Ga guna," kata Cynthia sambil berjalan bergandengan dengan Renata. "Oh ya, satu lagi, apa susahnya sih panggil aku kakak?" celotehnya.
"Yaelah, baru juga nyampe, udah ngomel aja. Dasar Cynthia sinting!" omelku sambil menyeret koper merah marun milik Cynthia dengan malas. Sementara Renata yang masih sibuk menagih oleh-oleh dari Cynthia malah tersenyum penuh kemenangan.
Setelah sampai di mobil, Renata dan Cynthia duduk di belakang meninggalkanku sendirian di depan. Aku tentu saja tidak terima, "Eh, apa-apan, nih? Kok aku sendirian di depan? Kalian kira aku supir?"
Renata hanya cekikikan. Kemudian, Cynthia menjawab, "Masa harus aku atau Renata yang sendirian di belakang? Jadi mendingan kamu aja yang sendiri. Jomblo kan udah terlatih,"
Sialan, bener juga sih kata Cynthia.
Aku pun dengan pasrah dan tabah menyetir mobilku menuju rumah dengan kecepatan sedang. Sementara, dua manusia tengik di belakang sudah tertidur dengan pulas. Aku pun memiliki sebuah ide kecil. Hehe.
●●●
Renata Anindita Mahestri
Mobil yang aku tumpangi berhenti karena si pengemudi mengerem tiba-tiba. Kemudian 'Bruk' terdengar bunyi sesuatu yang jatuh bersamaan dengan pecahnya suara tangis seorang anak kecil. Aku panik dan langsung tersadar dari mimpi indahku. Begitu pula kak Cynthia yang ikut tersentak dan langsung terbangun.
Piiiiiip...
Suara klakson mobil terus berbunyi dikarenakan kepala Raka sudah terbaring unyu di atas setir. Yakali, ketiduran pas nyetir. Eh, tunggu. Kalau keadaannya seperti ini, artinya...
Seperti memikirkan hal yang sama, aku dan kak Cynthia langsung panik sendiri.
"Ambulans, Ren, ambulans," kata kak Cynthia panik.
"Tapi, handphoneku mati kak. Gimana dong?" tanyaku dengan bloon-nya
"Lah, samaan kitanya. Ahahahahaha," kak Cynthia tertawa kemudian mencari-cari powerbank yang seharusnya ada di tasnya.
"Aduh, ini gimana dong?" tanya kak Cynthia kembali panik.
"Renata juga gatau, kak," kataku tak kalah panik. Otakku memang jarang berfungsi, sih.
Tiba-tiba, di tengah kepanikanku dan kak Cynthia di dalam mobil, terdengar suara teriakan yang tidak asing di telingaku, begitu pula kak Cynthia.
"Kak Raka apaan sih? Norak banget. Matiin gak, tuh klakson? Kan Gisel malu, di dalam banyak temen-temen lagi ngerjain tugas," teriak Gisel sambil melemparkan sebuah sendal jepit sejuta umat berwarna kuning ke kaca mobil Raka kemudian masuk kembali ke dalam rumah bersamaan dengan bunyi klakson mobil yang berhenti.
Aku dan kak Renata berusaha mencerna baik-baik apa yang barusan terjadi. Setelah cukup lama, akhirnya kami sadar bahwa semua ini hanyalah kebohongan semata. Semua yang aku lalui hanyalah sandiwara keji yang dibuat oleh seorang Raka Albifardzan. Oke lebay.
Setelah menyadari semua permainan ini, aku dan kak Cynthia jelas saja langsung menghajar Raka habis-habisan. Biar tau rasa dia.
"Keterlaluan ya, kamu. Tadi itu Suho udah ngajak gue nikah, dan gue belum sempat ngasih jawaban," kata kak Cynthia sambil mencubit lengan dan perut Raka dengan brutal.
"Raka yang begonya sudah tak tertolong lagi, tadi itu Shawn Mendes udah hampir nyium gue," kataku kemudian menggigit jari tangan kanan Raka. Rasain kamu gak bisa nyari jawaban soal matematika lagi.
"Stop!" teriak Raka dramatis. Kemudian kegiatan eksekusi pun langsung terhenti.
"Mimpi kalian berdua jorok," katanya. "Badanku jadi biru-biru gini kayak Krisna. Aku laporin kalian sama Bunda."
"Beraninya aja ngelapor ke Bunda," kata kak Cynthia meremehkan.
"Bundaaaa! Badan Albi lebam dikeroyokin dua nenek lampir," teriak Raka melapor ke bundanya sambil berlari masuk ke rumah.
Aku mengejar Raka masuk ke dalam rumahnya sambil melemparkan jedai kearahnya. Setelah sampai di ruang tamu, Raka langsung berhenti secara tiba-tiba dan aku pun menabrak punggung Raka.
Bingung dengan apa yang menyebabkan Raka berhenti, aku pun menoleh ke samping. Ternyata beberapa teman Gisel --adik Raka, sedang menatap Raka dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Ganteng banget, njay," bisik salah seorang teman Gisel yang berambut panjang. Jangan salah ya, walaupun otakku sering gagal fungsi, pendengaranku sangat tajam.
"Itu kakak kamu, Sel?" tanya seorang lainnya. Gisel hanya mengangguk malas. Sementara yang ditatap masih mematung seperti orang bodoh.
"Kak Raka cepetan masuk. Ganggu aja," kata Gisel kesal.
"Bundaaa!! Albi dimarahin terus sama dek Gisel," teriak Raka dengan nada menjijikkan kemudian melanjutkan aktivitas larinya menuju dapur. Teman-teman Gisel langsung ilfil melihat kejadian barusan. Raka benar-benar orang yang berbeda saat berada di rumah.
●●●
a/n: Thanks for reading.
xoxo,
blackmacaroons
KAMU SEDANG MEMBACA
Parallel
Teen FictionKatanya sih, tak kenal maka tak sayang. Tapi buktinya? Aku udah kenal doi dari zaman neolitikum tapi doi gak sayang-sayang sama aku tuh. --Raka