Bagian Ketiga

18 1 0
                                    

Namun, rasa sakit akan menguatkan seseorang menapaki hidup. Penderitaan akan menumbuhkan kebijaksanaan. Kesengsaraan yang melewati batas akan melahirkan kekuatan yang tak bisa diduga.
-Asma Nadia-

●●●

Semakin hari hubungan Endra dan Renata semakin dekat. Bahkan tak jarang mereka berdua makan bersama di kantin. Hari-hari Renata dipenuhi senyuman sejak Endra nemasuki kehidupannya. Namun, di balik hati Renata yang sedang berbunga-bunga ada hati lainnya yang sedang teriris. Raka.

Kedekatan Endra dan Renata membangun sedikit jarak di antara Raka dan Renata. Renata jadi lebih sering jalan bersama Endra dan meninggalkan Raka sendirian di perpustakaan, membusuk bersama tumpukan soal matematika yang dijadikannya sebagai pelampiasan cintanya yang tak terbalas.

Sebenarnya, hati Raka amat hancur. Bagaimana tidak? Ia melihat orang yang selama ini dicintainya mencintai orang lain. Benar-benar menyakitkan. Tapi, ia tak bisa berbuat apa-apa. Karena pada akhirnya orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa mendoakan.

Beberapa bulan berlalu dan akhirnya di suatu siang yang terik, Endra menyatakan cintanya kepada Renata di tengah lapangan sepakbola. Dibantu oleh rekan-rekan satu timnya ia membuat gambar hati dengan tulisan "be mine?" menggunakan ratusan kelopak bunga mawar kuning yang merupakan bunga kesukaan Renata.

"Iya, aku mau," jawab Renata pelan dengan pipi yang merona.

Sungguh, hati Renata sangat bahagia saat itu. Namun, tak ada yang tahu. Di sudut lapangan sana, tepatnya di bawah pohon yang rindang, seorang pria tengah bersusah payah memungut serpihan hatinya yang hancur berkeping-keping melihat pemandangan di tengah lapangan itu.

Raka terbakar api cemburu. Tangannya mengepal. Ingin rasanya ia memukul Endra saat itu juga. Namun ia urungkan demi melihat sebuah simpul yang amat indah di wajah Renata yang rupawan. Kini, ia hanya bisa mengutuk dirinya sendiri, "Seandainya saja dia bukan sahabatku," gumamnya lalu pergi

●●●

2 tahun kemudian

[02.34 pm.]

"Rey, gue duluan ya, bro," kata Raka pada Reynaldi di depan kolam renang indoor sekolah.

"Lo bolos lagi, Ka?" kata Reynaldi sambil mengerutkan keningnya.

"Senior mah bebas," jawab Raka kemudian melesat dengan motor merahnya.

Selain juara bertahan olimpiade matematika, Raka juga merupakan atlet renang andalan sekolahnya. Awalnya, dia hanya iseng mengikuti ekskul renang, hanya untuk kesenangan. Tapi, karena pelatih melihat potensi dalam diri Raka, akhirnya ia diikutsertakan dalam kompetisi. Tak ada yang menyangka bahwa ia akan selalu sukses membawa pulang medali. Sungguh, tak terhitung lagi sumbangan piala dan medali Raka untuk pihak sekolah.

Hari ini Raka bolos latihan untuk kedua kalinya dalam bulan ini karena harus menjemput ibu negara alias kakaknya di bandara. Sebelumnya, Raka bolos latihan karena ia harus membantu Renata menyusun pesta kejutan untuk Tante Vira, ibu Renata.

Saat di tengah perjalanan, ia melihat seorang wanita yang berseragam putih abu-abu, rambut sebahu, dan di bahunya tersampir sebuah ransel kecil berwarna putih dengan gantungan kunci Monster Inc. Lengkungan kecil langsung terbentuk di bibir Raka. Ia segera menepi.

"Renata!" teriak Raka lalu berlari kecil menuju sahabatnya itu.

"Raka," ucap Renata dengan tatapan kosong.

Raka heran, tak biasanya Renata seperti ini. Normalnya, Renata akan langsung berlari menuju Raka dengan senyum usilnya. Seketika, sebuah nama terlintas di kepala Raka.

"Endra?" tanya Raka menyebutkan sebuah nama yang terlintas di otaknya. Renata mengangguk lemah. Tangan Raka langsung mengepal.

"Perih, ya, Ka," kata Renata sambil tersenyum miris. Matanya berkaca-kaca, namun ia tidak mengeluarkan air mata setetes pun.

Melihat Renata seperti itu, Raka langsung menarik Renata ke dalam pelukannya. Renata membalas pelukan Raka dengan erat.

Setelah Renata mulai tenang, Raka pun mengajaknya untuk pulang bersama.

●●●

"Makasih, ya, Ka," ucap Renata pada Raka setelah turun dari motor.

"Santai aja kali, Ren. That's what best friend supposed to do, right?" kata Raka dengan senyum simpulnya. Ya, mereka hanya sebatas sahabat. Renata mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah.

Renata menghempaskan tubuh di atas kasurnya. Ia menatap kosong langit-langit kamar yang berwarna cream. Jujur saja, ia lelah, baik fisik maupun hati. Kata-kata Endra tadi masih terngiang di telinganya, Aku sudah tidak mencintaimu lagi.

Semudah itukah perasaan Endra berubah, pikir Renata.

Dua tahun menyandang status sebagai 'pacarnya Endra' memang bukan waktu yang sebentar. Sedih dan bahagia telah mereka lewati bersama selama kurun waktu itu. Renata dan Endra sudah mengenal satu sama lain dengan baik.

Renata membuang napas kasar. Dia kesal karena dicampakkan oleh Endra begitu saja. Padahal selama ini dia begitu mengerti Endra. Ia tak pernah marah hanya karena Endra tak memberi kabar. Ia selalu mengerti dengan segudang aktivitas Endra.

Renata kembali menghela napas untuk kesekian kalinya. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Rasanya begitu kosong.

Mata Renata melirik ponsel dengan case berwarna kuning yang berada di atas nakas kemudian mengambilnya. Ia membuka aplikasi Line dan hendak mengirimkan pesan pada Endra bahwa dia sangat kesal hari ini. Sedetik kemudian, ia tersadar bahwa barusan ia sudah putus hubungan dengan Endra. Dasar, Renata bodoh.

Akhirnya, Renata pergi mengganti seragam sekolahnya dengan langkah gontai. Ia mengenakan celana selutut berwarna putih dengan oversized sweater berwarna army.

Setelah berganti pakaian, Renata mengambil ponselnya lalu pergi ke rumah Raka untuk sekedar menyuruhnya membeli bakso bakar yang sering nongkrong di depan gerbang kompleks mereka. Tapi, saat Renata baru saja melangkahkan kaki dari gerbang rumahnya, ia mendapati Raka yang sedang mengeluarkan mobil dari garasi.

"Ka, mau kemana?" teriak Renata yang langsung membuat Raka turun dari mobil.

"Mau jemput ibu negara di bandara," jawab Raka seadanya. Sempat terbersit pikiran kenapa-cewek-ini-terlihat-baik-baik-saja di kepalanya melihat Renata yang bersikap seperti biasanya. Kemudian Raka menggeleng. Ah, dia kan Renata, pikirnya.

"Kak Cynthia pulang?" kata Renata yang langsung sumringah saat mendengar jawaban Raka.

Raka mengangguk, "Mau ikut?"

"Pastinya."

●●●

ParallelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang