FROZEN HEART

11 0 0
                                    

Rumah ini sangat besar, namun tidak terawat. Halamannya dipenuhi dengan rumput liar. Lantainya juga berdebu. Bagus melihat perabot ruang tamunya juga mewah, namun sayang semua tidak tertata dengan rapi. Dia mengamati dengan detail semua benda yang ada di hadapannya.

Maya dan suaminya hanya tinggal berdua di rumah ini, bahkan Maya hanya tinggal sendirian sejak suaminya menghilang tiga hari lalu. Bagus melihat kejanggalan di kasus ini, mengapa raut wajah Maya tidak menampakkan kesedihan yang mendalam? Seperti sore ini saat dia melakukan penyelidikan ke rumah ini. 

Maya mengenakan dress panjang dengan belahan yang tinggi dan riasan wajah untuk menunjukkan kecantikannya. Bagus bisa menilai ekspresi  kepura-puraan Maya saat menunjukkan wajah sedihnya. Wajahnya ditekuk dengan paksa, matanya tidak bisa menyembunyikan jika dia tidak sedang bersedih.

Bagus bertanya, “Apakah suami Ibu pernah pergi tanpa memberi tahu terlebih dulu?” Maya menggelengkan kepala. Dia mengambil tissu dan menyeka ujung matanya. Kemudian dia berkata, “Suami saya berangkat kerja seperti biasanya, namun dia tidak kembali lagi sampai hari ini.” wajah Maya tertunduk.

“Saya akan memeriksa seluruh ruangan di dalam rumah ini, Ibu boleh menemani atau istirahat saja di sini,” kata Bagus.
Foto-foto terpajang di dinding ruang keluarga, ada lukisan air terjun dan lukisan bunga sakura di lorong pendek menuju ruang makan. Bagus mendekati lemari dengan ornamen ukiran klasik yang terletak di ruang tidur utama. Dia mencium bau anyir di sekitarnya.

Bagus melambaikan tangan kepada temannya, Aan. Mereka menunduk untuk memeriksa bagian bawah lemari, semuanya bersih. Bagus berpikir, dari mana bau anyir ini berasal?

Tidak lama kemudian dia melihat kilauan dari bawah lemari. Saat hendak mengambilnya, tiba-tiba Maya berseru dengan keras,”Apa yang hendak Bapak ambil, tidak ada apa-apa di sana!” Bagus cukup terkejut, namun dia tetap mengambil benda yang berkilau tersebut. Sebuah gelang kristal yang rantainya sudah putus.

“Apakah ini milik Anda?” tanya Bagus.
Maya tampak pucat, dengan gugup dia menjawab, ”Bukan! saya tidak punya gelang itu.”
Bagus menangkap dengan jelas suara gugup Maya, pasti gelang ini memiliki makna tertentu. Dia begitu ketakutan melihat gelang ini.

“Bisakah Anda membuka lemari itu? saya akan melihat apa yang ada di dalamnya." ucap Bagus dengan tegas. Dia melihat dengan jelas, tangan Maya gemetar saat membuka pintu lemari.

Tumpukan pakaian tertata rapi. Tidak ada hal yang mencurigakan. Tetapi bau anyir tercium sangat kuat. Bagus membuka pintu lain dari lemari tersebut. Dia melihat ada darah yang mengering di salah satu baju.

Badan Maya bergetar, hatinya bergemuruh. Selesai sudah sandiwaranya, polisi di hadapannya telah menemukan dua barang bukti, gelang kristal yang putus saat bertengkar dengan suaminya  dan baju berlumuran darah yang belum sempat di bersihkan.

Namun Maya masih punya alibi untuk menyelamatkan diri. Bagus mengambil baju penuh lumuran darah, dia memasukkannya ke dalam kantong plastik.

“Mengapa baju ibu yang penuh darah di simpan dalam lemari?” tanya Bagus sambil mencatat raut muka Maya yang pucat dan bibir gemetar. Dia sudah mencium gelagat Maya untuk mencari Alibi.

“Saya terlalu sibuk mencari suami, Pak, sehingga saya lupa mencuci baju saya setelah saya menolong kucing yang tertabrak di jalan beberapa hari yang lalu.” Bagus mengerutkan kening. Dia pura-pura mempercayai ucapan Maya, agar dia bisa melanjutkan penyelidikan. Dia yakin ada yang  janggal di rumah ini.

Kemudian mereka menuju dapur, cucian piring kotor bertumpuk, baju kotor menimbulkan aroma yang tidak sedap, sangat berlawanan dengan penampilan pemilik rumahnya yang wangi dan cantik.

Maya semakin gemetar, dia merasakan panas dingin disekujur tubuhnya. Selesai sudah semuanya, begitu pikirnya. Bagus membuka pintu belakang. Diam mencium bau bangkai yang menyengat. Bagus menutup hidungnya dan mencoba mencari sumber bau.

Keringat dingin mengucur di seluruh tubuh Maya, perasaannya tidak menentu, Dia berjalan mendekati rak piring, matanya tertuju pada sebilah pisau Di sana. Secepat kilat dia mengambilnya dan mencoba menikam tubuh Bagus dari belakang. Mendapat serangan mendadak dia terkejut, namun keterampilannya menghindar lebih cepat dari serangan Maya.

Saat menyadari serangannya gagal, Maya semakin kalut. Dia mengacungkan pisaunya agar Bagus dan Aan tidak mendekatinya.

Tergambar kembali kejadian malam itu, saat pertengkaran antara Dia dan suaminya. Maya cemburu karena melihat foto suaminya sedang bersama wanita lain di kamar hotel. Diawali dengan perang mulut, Suaminya menarik tangannya hingga gelang kristal yang dipakainya putus.

Maya terkejut melihat kemarahan suaminya, ia berlari ke dapur. Dan di sinilah peristiwa itu terjadi. Pisau yang dipegangnya ini adalah pisau yang sama untuk menghabisi nyawa suaminya. Ketakutan membuat Maya gelap mata, akhirnya dia menusukkan pisau ke ulu hatinya sendiri.

Flash Fiction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang