Di sisi lain, Dazai sibuk membuka setiap halaman buku yang ada di pangkuannya dengan alis mengerut. Ia duduk di pojokkan, membentuk sebuah menara buku-buku berbagai bahasa di sisi kanan dan kiri ketika telinganya menangkap suara pintu yang terbuka dan mengangkat kepalanya untuk menemukan seorang pria dengan kemeja putih dan mantel warna coklat menggantung dari bahunya. Namun, dibandingkan pakaian atau keberadaan pria itu sendiri yang rasanya ganjil Dazai justru lebih tertarik pada boneka yang berada dalam dekapan tangan kirinya.
"Kalau boleh tahu siapa nama gadis kecil itu?" Tanyanya riang.
Pria yang baru bergabung dengannya itu terdiam selama beberapa detik dan melepaskan kacamata hitam dan menggantungkannya di salah satu saku mantel. Kakinya melangkah dan membawanya pada satu sofa yang sandarannya ia jadikan tempat menyampirkan mantel tadi sebelum akhirnya meletakan boneka yang dibalut gaun merah darah itu di atasnya dengan hati-hati.
"Mei, Misaki Mei."
"Hooo..."
Lalu hening.
Lagipula pria itu juga bukan tipe orang yang banyak bicara jadi Dazai memutuskan untuk kembali pada buku di atas pangkuannya, benar-benar mengabaikan sosok asing yang berdiri dan menatap barisan buku dalam rak di depannya dengan perlahan.
Setelah hening yang cukup lama, Dazai menutup buku yang tidak lagi cukup menarik untuknya dan melompat bangkit, dan meregangkan seluruh otot tubuhnya yang tegang dan terasa kaku padahal ia tidak melakukan apapun selain duduk dan membaca barisan kalimat selama kurang lebih 30 menit yang lalu.
"Kenapa aku merasa kalian tidak membagi seluruh informasi yang kalian punya pada kami?" Dazai berusaha membuka percakapan dan hanya mendapat satu lirikan dari lawan bicara yang kemudian fokusnya kembali jatuh pada barisan buku di depannya.
Tangannya kemudian meraih satu buku dan melemparkannya ke arah sang detektif, Dazai menangkap buku itu dan membaca judul yang tercetak rapi di atas sampulnya.
"Mereka yang Pergi dari Omelas...."
"Satu-satunya hal yang tidak perlu kami beritahu pada kalian adalah kebenaran dari kasus itu."
"Bagaimana bisa buku ini berujung menjadi sebuah kasus?" Dazai memiringkan kepalanya dengan sebuah senyum jahil terukir di bibir.
Ayatsuji menghembuskan nafas malas ia berlutut dan kembali mencari buku yang mungkin sedang ia cari sebelum menyerah dan kembali menegakkan tubuhnya, dua mata menyorot Dazai tanpa emosi, "Bukunya ada padamu, ya? Di mana?"
"Buku apa?" Dazai mengangkat dua tangannya masih tersenyum.
"Buku terakhir Hayamine Kaoru, ada di tumpukkan itu?" Ayatsuji melemparkan pandangannya pada tumpukkan di pojok ruang baca dan bermaksud menghampirinya ketika Dazai mengambil satu langkah lebar, kentara sekali menghalangi jalannya.
"Apa yang terjadi pada Ursula-san kalau aku boleh tahu?"
"Mendapat eksekusi mati di Kyoto oleh.... seseorang bernama Kitahara Hakushu."
Dazai mengangkat satu tangannya dan meletakkannya di atas dagu, "Kitahara Hakushu... rasanya pernah dengar..."
"Dia salah satu anggota dari kelompok Ozaki, kalau Ozaki kamu pasti kenal, kan? Dazai Osamu."
"Haha... Aku terkejut Ayatsuji-san tahu soal kelompok Ozaki," Dazai memiringkan kepalanya dengan senyum yang semakin melebar, meskipun begitu dua matanya sama sekali tidak secerah senyuman di bibirnya. Ayatsuji hanya memicingkan matanya, "Kalau aku katakan lebih lagi aku tidak mau tanggung jawab kalau setelah ini kamu mati dengan mengenaskan, Dazai Osamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
真実は嘘に語る ― Truth Tells a Lie
Fanfiction――― Gate ; A ――― Sebuah catatan yang Tanizaki simpan dan berisi sebuah kenyataan dari satu kasus yang mempertemukan Dazai dengan seorang detektif bernama Ayatsuji Yukito. Catatan ini tidak pernah dipublikasikan ke khalayak umum. Tersembunyi ba...