Notes Part. 3 (4/4)

302 49 4
                                    

Aku tidak bisa menatap Dazai-san saat menyerahkan apa yang kutemukan di balik bingkai lukisan tadi. Kalimat yang Ayatsuji-san katakan padaku terus menggema seperti kaset rusak.

Jujur, ini terkesan seolah aku baru saja mengkhianati Dazai-san secara tidak langsung. Kami memang tidak terikat sebuah perjanjian untuk tidak menyembunyikan apapun satu sama lain atau bahkan menceritakan apapun yang kita temukan. Sisi lain dariku berteriak dan mempertanyakan apa memang seorang partner kerja memang sudah sepantasnya melakukan hal itu.

Entahlah..

Aku tidak paham.

Dazai-san masih sibuk membalik setiap halaman, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun. Seolah apa yang tertulis di atasnya bukan sesuatu yang mengganggunya sama sekali. Aku sendiri sudah membaca isinya sekilas, cerita yang tertulis di sana benar-benar apa yang terjadi sampai detik ini—tidak, minus kejadian dengan Ayatsuji­-san tadi.


"Kita harus menghancurkan naskah ini," Dazai-san memecah keheningan dalam kamarnya, dua iris coklat miliknya mengarah padaku. "Bakar sampai tidak tersisa."

Aku mengangguk.

"Tanizaki-kun." Aku menengang hanya dengan cara Dazai-san menyebutkan setiap silabel dalam namaku.

"Y-Ya?"

"Aku ingin kamu membantuku satu hal..."

"Apa...? Aku akan usahakan, apapun itu..."

"Bisa tidak kamu buat sebuah ilusi di mana Ayatsuji Yukito benar-benar ingin membunuhku?"



Keesokan harinya..

Aku menyeret dua kakiku ke tempat di mana seharusnya aku bersembunyi, bersiap menunjukkan sebuah ilusi yang bisa memuaskan dua orang yang akan bertemu di sana nanti.

Aku tidak yakin.

Aku bahkan tidak tahu harus memihak siapa.

Siapa yang benar, apa yang kulakukan ini benar atau memang tidak ada cara yang lain selain ini?

Aku kembali berharap dalam hati bahwa Kunikida-san ada di sini dan memberiku bimbingan atau setidaknya nasihat akan apa yang seharusnya kukatakan saat Dazai-san memintaku membuat seorang detektif dengan kemampuan yang bisa saja membunuhnya sungguhan benar-benar melimpahkan kemampuan khusus itu padanya.

Dazai-san memang punya mimpi dan bisa berkata "Aku mau mati saja hari ini" dengan ringan dan senyuman lebar di bibirnya, seluruh pegawai di kantor yang terbiasa mendengar kalimat itu mungkin setiap detik mengindahkannya—menganggap itu hanya bercandaan—tapi untukku yang masih terbilang hijau, kalimat itu terdengar lebih berat  dari seharusnya.


Tsujimura-san ikut bergabung denganku, alisnya bertemu kala menemukan tumpukkan abu dekat tempatku duduk. Ia tidak berkomentar dan hanya berlutut di sampingku, memperhatikan dari balik rimbunnya semak. Aku mengaktifkan kemampuanku, menunjukkan sebuah ilusi di mana Ayatsuji-san datang berdua dengan Tsujimura-san.

Aku menunjukkan ilusi yang mungkin bisa membuat Dazai-san puas.

Untuk bagian ini aku berusaha keras untuk tidak mengacau.

Dazai-san sepertinya tidak menyadari sebuah skenario yang berjalan di luar kendalinya, tapi aku tidak menyangka bahwa Ayatsuji-san benar-benar membawa pistol sungguhan di tangannya.

真実は嘘に語る ― Truth Tells a LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang