“Siska ?”
Aku terhentak, sadar bahwa aku melamun. Segera kurapikan tampilanku dan memastikan bahwa aku baik – baik saja. Aku tersenyum pada lelaki di hadapanku ini, lalu meneguk segelas susu cokelat dingin di depanku. Ia hanya menatapku heran dengan mata hitamnya yang tajam. Membuatku mengalihkan pandanganku dari wajah tampannya, tak mampu menatapnya lebih lama lagi. Ya Tuhan, dia terlalu mempesona. Membuatku terhipnotis jika memandangnya lebih lama lagi.
“Kenapa, Aldi?”
Aldi melemparkan pandangan heran kepadaku, “Harusnya gue yang nanya. Lo kenapa ? Belakangan ini lo selalu aja ngelamun saat gue ajak ngomong. Lo bosen dengerin gue cerita ?”
Aku tergagap, “Ah, enggak. Emangnya lo cerita apa ?”
Bodoh. Aku malah menanyakan hal yang memperlihatkan bahwa aku benar – benar tidak memperhatikannya. Entahlah, belakangan ini aku selalu melamun, tentangnya pula. Galau, mungkin. Karena pupus, mungkin. Galau karena pupus, mungkin itu sebabnya. Aldi adalah siswa popular yang memiliki banyak teman wanita di sekelilingnya. Dan, jika sudah bertemu dengan teman – teman wanitanya, ia bisa akrab sekali. Senyumnya menjadi berbeda. Tawanya, tatapannya juga. Menjadi berbeda makna, berbeda siratan ketika ia bersama mereka. Cemburu, mungkin aku cemburu. Namun, terkadang aku berusaha menyadarkan diriku, bahwa aku bukan siapa – siapa untuknya. Sekedar sahabat.
“Ya, kan. Lo gak perhatiin gue. Cerita gue aja, lo gak dengerin sama sekali.” Jitak Aldi lembut. Bibirku mengerucut, mataku menatapnya sebal.
“Ya, maaf. Gue emang lagi error belakangan ini. Udah, sekarang lo bisa cerita.”
Ia tersenyum lembut, “Gak, gue gak mau cerita. Gue cuman mau minta sesuatu.
“Apa ?”
“Lo tahu, kan, bentar lagi sekolah mau ngadain Pensi ?”
“Iya, terus ?”
“Lo ada perform gak nanti ?” Tanya Aldi seusai menyeruput teh hangatnya.
Aku mengangkat bahuku, “Cuman drama sama anak – anak sama nyanyi buat kontes. Lo bakal duet sama Nea, kan ?”
Nusuk. Untuk mengucapkan nama ‘Nea’ itu rasanya sakit banget. Nea, siapa yang gak kenal dia ? Salah satu dari lima nominasi Queen of This Year yang akan divote saat pensi malam nanti. Dia gadis yang cantik, imut dengan rambut pendeknya. Ketika bernyanyi suaranya berubah asik. Cocok untuk tipe musik acoustic. Dan yang aku tahu, Nea hampir memenuhi kriteria cewek yang sudah Aldi susun. Ya, memang, cowok berkelas seperti Aldi pasti punya kriteria yang berkelas juga. Namun, aku juga tidak bisa memastikan bahwa seorang Aldi sedang atau pernah jatuh cinta dengan seorang Nea.
“Iya, gue bakal duet sama Nea. Sinis banget lo. Cemburu ?” Goda Aldi disertai kekehannya yang membuatku kesal.
‘Kalo iya gue cemburu, apa lo bakal peka sama perasaan gue ?’
“PD banget lo jadi orang. Denger ya, selamanya hubungan kita cuma sebatas ‘sahabat’, oke ?"
Fine, itu fake.
“Eh, Siska. Gue boleh minta sesuatu gak, dari lo ? Gue mohon lo bisa terima.”
Wajahku bersemu merah, jantungku berdebar. Ya Tuhan, aku tidak tahu apa yang Aldi minta. Jika dia akan menembakku sekarang, bagaimana ? Apa yang harus kulakukan ? Ya Tuhan, aku tidak bisa bernafas ! Bagaimana ini ? Kalau dia memang benar – benar menyatakan perasaannya, apa yang akan kuucapkan nanti ? Kumohon, jangan jadikan aku putri tidur yang bisa bermimpi panjang seperti ini.
“Apa ?” Nada bicaraku tertahan. Aku terlalu berusaha untuk tenang.
Aldi membuka tas hitamnya yang terlihat tidak begitu penuh. Dikeluarkannya sebuah balok yang tidak begitu tebal, yang ia bungkus dengan kertas berwarna merah muda sedikit keunguan. Ia tahu itu warna favoritku. Aldi tersenyum kearahku. Ia menyodorkan balok merah muda itu. Aku yang menerima hanya bisa menatapnya heran.
“Maksud lo apa ?” Tanyaku heran. Tanganku hanya membolak – balikan balok yang kini kupegang, kedua mataku memperhatikan masing – masing sisinya. ‘Nothing special, dear~’
“Gue cuman mau itu jadi barang yang bisa buat lo spesial di Pensi nanti malam. Yaudah, gue mau latihan. Kak Vean sama Nea udah nungguin gue di studio musik.” Ujar Aldi yang tengah berbenah. Kini, pada bahunya telah bertengger tas hitamnya dan kakinya siap untuk melangkah.
Aku menghalaunya, lengannya kupegang. Wajahku berubah merah muda. Sungguh, setelah delapan belas bulan pertemanan, ini kali pertamaku memegang tangannya. Oh tidak, nafasku mulai sesak, mataku tak dapat berpindah dari pesona bola hitam legam di dalam sana. Bantulah aku, siapapun itu. Tolong, sadarkan aku.
“Kenapa, Siska ?”
Aku tergagap, “Gue, gak bisa nerima ini begitu aja. Nanti kalau lo ngerjain gue gimana ?”
“Emang gue pernah tega ngerjain lo ? Udah, lo pasti bakal jadi Queen of This Year. Percaya sama gue.” Ujar Aldi lembut.
Ya, jujur saja, aku memang masuk dalam nominasi Queen of This Year. Aku juga tidak tahu apa yang membuat mereka mencantumkan namaku pada acara hebat untuk setiap gadis di sekolah. Nope. Queen of This Year bukan acara khusus buat para gadis remaja yang feminim. Untuk mereka yang sedikit tomboy, anti warna ungu dan pink, anti bedak, anti rambut panjang, intinya anti segala yang berbau wanita tetap bisa masuk dalam nominasi Queen of This Year. Kata – katanya, syarat yang harus dipenuhi untuk masuk nominasi Queen of This Year adalah prestasi, sudah pernah mengharumkan nama sekolah lewat prestasi akademik maupun nonakademik. Selain itu, kau harus punya bakat, apapun itu.
Ia beralih, aku mematug. Aku membencinya hari ini. Ia terlalu bersikap manis terhadapku. Ia terlalu membuatku salah tingkah dengan senyum manisnya yang menyebalkan. Dengan sorotan matanya yang, ah, tidak bisa membuatku tidur nyenyak. Aldi, Aldi. Kau membuatku terserang demam cinta monyet.
[***]
KAMU SEDANG MEMBACA
Losing You~
Fiksi RemajaAku mencintaimu, sangat mencintaimu. Namun, nyatanya cintaku bertepuk sebelah tangan, begitu saja. Kau tidak mengerti, sama sekali tak mengerti bahwa aku sangat mengharapkan cinta darimu. Tuhan Maha Adil. Begitu nyatanya. Ia memang adil. Cintaku yan...