Mysterious Event

115 10 9
                                    

"Aku akan segera kembali!" Hana berlari ke arah pintu ruangan di depan kami.

"Hati-hati, Hana!" Aku berteriak.

Entah sejak kapan. Firasatku agak buruk tentang ini..

Aku harus segera menyusul Hana.

Sambil menyeimbangkan badanku, aku berjalan ke arah Hana. Tiba-tiba guncangan kuat membuat kami berdua terduduk. Aku melihatnya.. Saat Hana melihat ke arah pintu itu, matanya membesar.

"Shannon! Lari!!" Hana berteriak ke arahku.

Tiba-tiba dari dalam ruangan itu keluar ekor yang sangat besar. Terlihat cukup kuat untuk mematahkan pilar besar dan merubuhkan dinding sekolah. ujung ekor itu berwujud mata pedang.

Aku terpaku saat melihat Hana dengan cepat dililit olehnya. Sebelum ekor itu membawa kembali Hana masuk, aku mendengar Hana.

"Lari, Shannon!!"

Sesaat kemudian ekor itu kembali masuk ke dalam ruangan. Dan menghilang.

"Hanaa!!!" Aku berteriak sekuat tenagaku.

Dengan cepat ku berdiri dan berlari ke arah ruangan itu.

Aku Segera menyadari apa yang terjadi setelah melihat ruangan itu. Ekor tadi menyisakan jejak berupa terowongan di lantai menuju bawah tanah. Diameter terowongan itu sekitar 3 meter.

Sesaat kemudian, hal yang sama juga ku lihat di ruangan lainnya. ekor itu ternyata lebih dari satu. Pemandangan yang sangat mengerikan.

Aku melangkah mundur. berbalik dan dengan cepat berlari ke arah lapangan sekolah. Aku segera mencari tempat bersembunyi.
Di sudut lapangan dekat gerbang sekolah ada sebuah batu besar. Tanpa basa-basi aku berlari ke belakang batu itu.

"Aku benar-benar tak habis pikir apa yang telah terjadi barusan! Sesaat yang lalu semua masih baik-baik saja. Kenapa ini harus terjadi pada Hana? Apa Hana masih hidup saat ini? Tenang Shanon.. Setidaknya mereka tidak dibunuh, di sini."

Belum habis ku termangu, seseorang berteriak memanggilku.

"Shanon!"

Aku menoleh. Suara yang familiar itu tidak pernah salah di telingaku.. Ayah. Dengan cepat aku keluar dari balik batu itu, dan berlari menuju ayah.

"Ayah! Hana ayah! Ekor itu menangkapnya! Semua orang juga. K-kenapa ayah.." tubuhku bergetar saat memeluk badannya.

"Sst.. Tenangkan dulu dirimu.." Ayah mengelus rambutku. Berusaha menenangkanku.

"Sekarang yang penting, kita harus pergi dari sini dulu." Matanya berubah serius saat melihat kekacauan yang menjadi senyap itu.

Aku mengangguk, kemudian dengan cepat aku masuk ke dalam mobil yang diparkirkan di luar gerbang sekolah. Kami segera pergi dari tempat itu.

"Ayah, apa Hana akan baik-baik saja ?" aku melihat Raut wajah ayah yang serius saat menyetir.

Ia terlihat memikirkan sesuatu. Selama ini walau ayah selalu bersamaku, ia tetap terlihat misterius. Banyak yang belum ku ketahui tentang ayah. Bagaimana ayah bisa menyimpulkan dengan cepat apa yang terjadi barusan dengan hanya melihatnya sekilas.

Dan juga, mata Ayah berwarna hitam. Dan kenapa aku merah? Argh! Semua rumit sekali kalau dipikirkan!

Aku terlihat kesal sendiri.

"Aku belum tau keadaan Hana, tapi saat ini sepertinya ia masih hidup." Ayah memecah keheningan.

"..."
"Lalu.. kita akan ke mana..?"

Mobil lengang sejenak..

"... Kita akan melihat ibumu." Ayah tersenyum singkat.

***

Aku mengatur napasku. Mencoba untuk sedikit lebih tenang dengan melihat ke luar jendela. Pemandangan berlaluan dengan cepat. Setidaknya aku bisa lebih rileks.

Suasana mobil lengang, tak ada percakapan lagi sejak tadi. Aku dan ayah saling menenangkan diri. Aku agak heran, apa mungkin Ayah khawatir pada Ibu?

Beberapa menit kemudian, mobil kami perlahan mengurangi kecepatan. Sepertinya gedung kaca itu tempat yang kami tuju.
Ayah memarkirkan mobil di lapangan parkir di depan gedung.

"Kita sudah sampai. Ayo kita temui ibumu, Shanon." Ayah berkata sambil mematikan mesin.

Aku mengangguk dan segera beranjak turun dari mobil.
Di sekitar aku melihat orang-orang meramaikan acara. Sedang diadakan acara apa?

Mataku sibuk menyapu halaman sekitarku. mencari ibu di sela keramaian. Dia kutemukan tengah makan bersama di sebuah meja panjang. Tawanya menjelaskan bahwa ia baik-baik saja.

Aku berlari mendekatinya.

"Ibu..! Ibu tak akan percaya apa yang telah terjadi tadi! Hana diculik monster ekor raksasa! Monster itu menghancurkan sekolah dan menculik semua orang! Mengerikan sekali ibu!" Aku berbicara dengan cepat sekali.

Ibu tertawa pada temannya. Tunggu dulu.. Itu ibu Diana? Aku tidak tahu ibu berteman dengan ibu Diana? dan tidak memperhatikanku. Seakan aku tidak ada di sana.

"Ibu..? Apa Ibu mendengarkan?" Aku melambai-lambaikan tangan di depan mukanya.

Ayah tiba-tiba menarik tanganku dan membalikkan badanku.

Matanya yang tajam dan berbinar itu terlihat serius. Untuk seorang dengan umur 41 tahun, ia terlihat awet muda. Tak heran banyak yang mengira ia dan ibu baru menikah.

"Perhatikan baik-baik.. Dan kau akan mengerti." Ucap ayah.

Aku terdiam sejenak. Mencoba mengolah perkataan ayah. Mataku seketika kembali mencermati keadaan sekitar. Kemudian aku menyadari mereka semua berbicara samar. Mata mereka tidak fokus. Itukah maksud perkataan ayah?

"Mereka terhipnotis sesuatu." Ucapan ayah membuatku tersentak.

Aku terkejut. Dan hendak tertawa. Tapi ku urungkan ketika ayah menatapku. Ia tidak main-main.

"Lalu, siapa yang bisa melakukan hal seperti ini?" Aku mencoba serius.

Ayah menatap tajam ke dalam gedung, tempat sumber acara dilaksanakan.

"Kita akan segera tahu." Mata ayah diterpa sorot cahaya. sepertinya ayah lebih cocok jadi aktor di film Hollywood.

***

Ayah memberitahukanku rencana dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi nanti.

Segera setelah aku mengerti, ayah membawaku ke pintu di sisi samping gedung.
Banyak sekali orang berkerumunan di sini. Aku mencoba untuk masuk di sela badan-badan mereka. Lagipula, sepertinya tidak ada yang memperdulikanku di sini.

Aku menyelip ke kiri dan ke kanan. Hingga aku akhirnya dapat melihat sesuatu yang sangat mengerikan di tengah tengah ballroom itu. Sebuah bola mata yang diameternya kurang lebih 3 meter.

"Apa itu?! Bola mata siapa yang bisa sebesar itu?!" aku mencoba untuk berbicara sekecil mungkin.

Bola mata itu memiliki ekor berbulu putih yang sangat besar! Dan ekor itu mengambil satu per satu orang-orang yang ada di dalam ballroom. Persis seperti yang telah ku lihat di sekolah.

"Hana! Jadi kau yang telah mengambil Hana?!"

aku refleks menunjuknya dan berbicara dengan keras.

Mata itu seketika mengubah sorot tatapannya kepadaku.

"Ups..."

Aku terkejut saat melihatnya. Mata itu berwarna merah seperti mataku bukan berwarna hitam. Aku terpaku dan mataku membesar.

Dia itu, sebenarnya apa..?

Baru saja aku mencoba untuk menyadari apa yang terjadi, badanku tertarik ke belakang masuk di antara kerumunan.

Red EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang