[Kanaya di cover!]
•••
Manik mata coklat hazel Arin Nathania Irawan menatap lurus pada pinggiran meja, embusan napas sesekali terdengar samar keluar dari kedua sela bibir plum cewek itu. Akhir-akhir ini ia merasa aneh dengan dirinya sendiri. Perasaan itu tidak bisa dijelaskan bagaimana tepatnya karena terasa sangat baru. Arin baru pertama kali merasakan hal seperti ini sehingga beberapa hari terakhir membuatnya sering tenggelam dalam lamunan.
"Lo kenapa, deh?" tanya Jennie yang sedari tadi memerhatikan sikap Arin. Ditambah cewek itu terus-menerus memegang pipi kanannnya seperti orang sedang sakit gigi. Helaan napas Arin yang terjadi berulang kali pun membuat Jennie semakin bertanya-tanya sedari tadi.
Seolah ditarik ke permukaan dari segala kecamuk pikiran, sorot mata Arin kini lebih hidup dan wajahnya pun lebih berekspresi. Bibirnya cemberut, tangan yang menutupi pipi berganti menjadi sebuah tunjuk, terarah pada titik merah yang perih dan sangat mengganggu di pipi mulusnya.
"Males banget gue lagi jerawatan," eluh Arin sembari memikirkan kemungkinan jerawat yang tiba-tiba muncul bisa jadi akibat perasaan anehnya itu.
"Jangan disentuh makanya, ntar makin gede," usul Jennie lalu beralih keluar jendela yang menghadap ke koridor, melakukan aktivitas rutin bersama yang lain.
"Muka lo emang jadi aneh gitu sih gegara jerawat di pipi lo itu," ledek Vania masih fokus dengan apapun itu yang ditampilkan di layar ponselnya.
Arin berdecak kesal karena merasa terhina oleh ucapan Vania. Cewek itu saja tidak melirik ke arahnya, bagaimana bisa ia menyimpulkan wajah Arin jadi aneh? Padahal 'kan bisa saja dia makin cantik karena jerawat sialan itu.
"Njir, gede banget jerawat lo. Sakit nggak?" Tiba-tiba Radit melontarkan pertanyaan retorik di samping telinganya. Mengapa cowok tiang ini selalu ikut nimbrung dengan percakapan cewek-cewek?
"Sakit banget, perih," ungkap Arin sembari memutar tubuh menghadap Radit. "Habis gue makan coklat yang lo kasih, jerawatnya tiba-tiba aja muncul."
Radit menempeleng pelan kepala Arin. "Jadi lo nyalahin gue, nih? Besok-besok gue nggak bakal ngasih lo apa-apa lagi, deh," tuturnya pura-pura kesal.
"Eh, tapi bener deh," sela Kanaya setelah sedari tadi hanya menjadi audiens dari percakapan antara Arin dan Radit. "Gue kalo banyak makan coklat juga bakal jerawatan, apalagi di pipi," lanjutnya seraya melingkari daerah pipi dengan jari telunjuk. Arin pun tertegun takjub, ia menarik tangan Kanaya tanpa peringatan terlebih dahulu dan memandangi kuku-kuku cewek tersebut yang tampak begitu indah di matanya. Kuteks bewarna kuning dan dihiasi berbagai macam bentuk menimbulkan estetika tersendiri di kuku cewek penyandang nama Kanaya Sheeva Kirana itu.
"Lo mau nggak? Gue punya warna yang cocok buat lo nih," tawar Kanaya lantas merogoh saku tasnya, kebetulan posisi cewek cantik itu memang di bangku miliknya kini. Sebuah botol kecil khas botol kuteks pun ia tunjukkan pada Arin.
Arin mengangkat botol kuteks bewarna soft pink mengkilat itu sejajar kedua mata. Lagi-lagi ia takjub, warnanya sangat cantik dan Arin menyetujui Kanaya bahwa warna itu memang sangat cocok untuknya.
"Gue pengin tapi nggak pandai makenya. Gue belum pernah nyoba make kuteks," ungkap cewek itu lalu kembali meletakkan botol kuteks milik Kanaya di atas meja.
Kanaya tersenyum sumringah. "Pulang sekolah nanti gue bantu pakein deh," usulnya. Senyum sumringah di wajah cantik Kanaya kemudian perlahan berganti, membentuk ekspreksi penasaran di wajah cewek itu. Agaknya ia menyadari sesuatu yang sedikit berbeda dari diri Arin dan memutuskan untuk bertanya, "Hm? Tumben lo tertarik make beginian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing Beside You [HunRene]
FanfictionBahasa Indonesia; Arin menyadari perasaannya untuk Arka adalah cinta. Namun, ia tidak mengharapkan perasaannya berbalas. Diterima sebagai teman baik saja sudah membuatnya senang. Meski seperti itu, Arin tetaplah seorang perempuan. Mulutnya...