Los Angeles, 4 tahun kemudian.
Sebuah kata berjumlah sembilan yang ditulis dengan huruf kapital berwarna putih dengan tinggi 14 m dan lebar 110 m tampak minimalis jika dilihat dari sudut pandang dua lelaki tampan itu.
Saat ini mereka berada di area taman yang tidak terlalu ramai namun kesan hangat masih melekat. Hanya ada beberapa pasang remaja dan lansia yang mengisi. Satu dari dua lelaki itu nampak tak tertarik sama sekali dengan ajakan sahabatnya yang membawanya ke taman.
"Lo ngapain sih ngajak gue ke tempat yang isinya cuma anak-anak kecil yang baru puber. Tahu gini mending gue ke club, banyak cewek cantik disana."
Rifky menggelengkan kepala pelan, "Sifat lo dari dulu nggak pernah berubah, Lan. Cuma cewek dan selalu cewek yang ada di otak lo. Lagian ini masih sore, mana ada club yang buka?"
"Jangan meremehkan seorang Colan Zuidthyafa, gue tamu VIP terserah gue mau ke club sore atau siang,"
"Heran gue sama lo, lo gay?" tambah Colan.
Pletakk
"Aw!" Dengan keras Rifky menjitak kening Colan.
"Anjir jangan ngomong sembarangan. Alhamdulillah gue masih doyan sama cewek."
"Gue takut sama lo, seriously." jari telunjuk dan jari tengah Colan diangkat bersamaan.
Saat hendak berbalik pergi dengan cekatan Rifky menahan bahu Colan, ia menarik kerah belakang kemeja yang dipakainya lalu dengan tanpa perasaan menyeret tubuh Colan menuju kursi terdekat.
"Ngapain narik-narik?! Sumpah ya gue beneran takut sama lo, jangan sampai lo ngapa-ngapain gue! No no no! Big no!"
Helaan napas Rifky terdengar seiring dengan hembusan angin sore yang menggugurkan dedaunan kering. Dengan santai Rifky berujar, "Positif thingking bisa?"
"Yakali pikiran gue positif sedangkan yang gue lihat berbading terbalik. Selama ini lo nolak semua cewek di kampus, gue tahu lo cuek, dingin atau apapun itu tapi please.. jangan bego! Lo itu nggak ada bedanya sama sepasang remaja yang duduk di sebrang sana. Kenal, suka, pacaran, putus, susah move on. And for you, persamaannya ada tiga, kenal, suka sama susah move on" jelas Colan panjang lebar yang hanya ditanggapi dengan tampang malas dan terkesan tak berminat dari sang lawan bicara.
"Ngomong apaan sih lo,"
"Move on lah dari Kalista. Dia ada di negeri yang antah berantah dan lo masih nyimpen rasa sama dia? Hellow~pokoknya setelah ini lo gue kenalin sama temen cewek gue, dijamin nggak bakal ngecewain."
Colan menoleh kearah Rifky duduk, sejurus kemudian ia mengikuti arah pandang Rifky yang lurus menatap seorang wanita tua sedang berjalan santai bersama lelaki yang cukup muda. Colan tebak, lelaki itu adalah anaknya.
"Gue tanya sekali lagi, lo ngapain ngajak gue ke taman? Berduaan lagi,"
Rifky melirik Colan sekilas, lama ia terdiam memikirkan sesuatu yang Colan sendiri tak tahu itu. Setelahnya ia menjawab, "Gue keinget Mama."
"I really miss her," lirih Rifky.
Colan terperanjat mendengar ucapan Rifky yang tiba-tiba. "Udahlah lo jangan lagi mikir yang aneh-aneh,"
"Lo lihat tulisan itu?" tanya Rifky seraya menunjuk sebuah tulisan besar didepan. Colan mengangguk lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lights On
Fanfiction"Lo nggak mau keluar? Atau mau gantiin pakaian gue lagi?" kata perempuan itu dengan seringai liciknya. Rifky diam. Tak bisa dipungkiri ia mulai menyukai tatapan tajam dan seringai licik perempuan itu. Ia benar-benar berhasil membuat Rifky tertarik p...