Part4

416 17 10
                                    

Jam sekolah telah usai, kini Adara dan ketiga sahabatnya sedang santai di cafe favorit mereka yang jaraknya  tidak jauh dari sekolah.

Keempat sahabat itu nampak asyik bercerita mengenai kejadian-kejadian yang mereka alami hari ini.

"Kalian boleh pesan apa aja, biar Caca yang bayar." Ucap Alsa dengan semangat 45.

"Tumbenan, habis dapat uang kaget yaa lo." Timpal Grace.

"Fix Lo yang bayar yaa, gue mau pesen sepuasnya titik gak pake koma."

"Mas." Panggil Ara ke salah satu waiters yang sedang membersihkan meja.

"Iyaa ka, ada yang bisa saya bantu."

"Saya mau, hot chocholate 1, air mineralnya 1, lava cake 1, spaghetti carbonara 1, kentang goreng 1."

"Serius lo pesan sebanyak itu Ra?" Tanya Alsa heran dengan pesanan Ara yang begitu banyak.

"Dua rius malah, kan Lo bilang boleh pesan apa aja, Gimana sih loh Caca marica."

"Iyaa Ra, tapi tadi di kantin bukanya Lo udah makan mie ayam mang Ucup 2 mangkok, emang usus Lo masih sanggup nampung makanan sebanyak itu? Gue cuma takut Lo muntah karena kekenyangan Ra."

"Tenang usus gue fleksibel kok." Ara tersenyum lebar, membuat ketiga sahabatnya hanya bisa menggelengkan kepala mereka.

Setelah mencatat semua pesanan mereka berempat sang waiters meninggal mereka.

"Ta, gimana hubungan Lo sama Vino? Udah baikan?" Tanya Grace kepada Letta.

"Udah kok, semalam dia minta maaf ke gue" ucap Letta sambil tersenyum hangat.

"Bagus lah, kan kita jadi ikut seneng kalau Lo enggak galau lagi." Alsa memeluk Letta yang duduk di samping kanannya.

"Btw gue mau cerita, jadi kemaren malem ada yang nelpon gue. Gue gk tau itu siapa, yang pasti dia cowok" ucap Ara.

"Paling itu Abang Fadel yang iseng mau jailin lo." Tebak Alsa.

"Awalnya gue juga mikir gitu, tapi ternyata itu bukan bang Fadel."

"Lo tau dari mana kalau itu bukan bang Fadel?"

"Iyaaa, jadi si cowok sok misterius itu pas nelpon cuma ngomong Hai doang, trus diem, habis itu dia matiin telponnya sepihak gitu setelah dengarin gue ngoceh."

"Terus, terus gimana?" Grace mulai penasaran dengan cerita Alsa.

"Enggak lama habis itu, ada ojek online datang ke rumah antar martabak, yaa awalnya gue mikir itu bang Fadel yang mesenin buat gue, jadinya gue terima aja terus makan martabaknya. Tapi ternyata pas bang Fadel pulang, katanya dia gak ada nelpon dan pesenin gue martabak."

"Wah parah, kok jadi merinding gue." Alsa bergedik ngeri.

"Apa mungkin ada orang yang pengen celakain gue yaa, gara-gara cintanya gue tolak, secara banyak banget yang deketin gue tapi gue ogah sama mereka." Ucap Ara mulai kepedean membuat ketiga sahabatnya memutar bola matanya malas.

"Iyain, adeknya LL emang suka halu." Ucap Letta.

"Enak ajaa adeknya LL, serius tau. Gini-gini gue laku kali di sekolah, tapi yaa guenya aja yang malas buat buka hati lagi." Ucap Ara tanpa sadar membuat ketiga sahabatnya terkejut.

"Buka hati lagi? Emang lu pernah pacaran Ra? Kapan? Ko enggak pernah cerita kek kita?" Tanya Grace.

"Hah? Apaan dah, emang tadi gue ngomong apa? Gue lupa tadi ngomong apa." Ucap Ara berusaha menyembunyikan sesuatu, sambil kembali memakan lava cake untuk mengalihkan fokus ketiga sahabatnya itu.

Halte terlihat nampak sepi, tak ada satupun kendaraan yang melintas sejak sejam tadi Adara berdiri menunggu bang Fadel yang tak kunjung datang menjemputnya.

Dari kejauhan terlihat sebuah motor mendekat ke arah halte dan berhenti tepat di depan Ara saat ini.

"Sejak kapan ada patung di halte ini." Ucap sosok lelaki yang mengendarai motor gede berwarna hitam itu.

"Maksud Lo gue patung?" Tanya Ara kesal.

"Iyaaa."

"Enak ajaa  ngatain gue patung, siapa sih Lo , sok kenal banget. Udah tadi siang ngasih gue minum, sekarang ngatain gue patung. Sana lo, gue gak kenal sama Lo." Usir Ara

"Padahal tadi gue mau nawarin tumpangan, tapi karena Lo sewot gitu , gue jadi mikir dua kali buat nawarin tumpangan."

"Emang siapa juga yang mau numpang sama Lo , dasar cowok aneh." Sewot Ara.

"Oke, but for your information kalau udah jam segini gak akan ada kendaraan yang lewat sini, dan Lo tau sendiri kan gimana keadaan daerah sini? Banyak cowok yang haus kasi sayang." Perkataan cowok itu berhasil membuat Ara bergedik ngeri, dan berfikir dua kali untuk tetap tinggal di halte menunggu Fadel menjemputnya.

Sang cowok mulai menyalakan kembali motor dan bersiap untuk meninggalkan Ara di halte, namun langkah Ara begitu cepat dan saat ini Ara sudah duduk di belakang cowok itu, dan berhasil membuat sang pemilik motor menoleh ke arah Ara.

"Ngapain?" Ucap cowok sinis sambil menautkan kedua alisnya.

"Gue enggak nebeng cuma-cuma kok, tapi gua nyewa Lo sebagai ojek. Jadi enggak ada hutang Budi antar Lo dan gue." Tegas Ara membuat sang cowok tersenyum kecil bahkan Ara tak bisa melihat senyuman itu.

Motor hitam itu berhenti di salah satu rumah yang cukup besar dengan gaya arsitektur timur tengah.

"Turun, udah nyampe. Nyaman banget kayanya gue goncengin" goda cowok itu.

"Apaan lu, btw kok Lo tau rumah gue" tanya Ara penuh curiga.

"Lo mikir apaan? Lo mikir kalau gue ini pengemar rahasia Lo? Jangan kepedean deh."

"Lah terus kok bisa tau? Hayo ngaku? Susah yaa jadi cewek imut kek gue ini, banyak banget fansnya" ucap Ara penuh kepedean yang berhasil mendapatkan sentilan lembut tepat di jidatnya.

"Look, rumah warna biru di depan itu punya Tante gue, dan gue sering liat Lo diteras rumah ini, dan itu berarti ini rumah Lo kan?" menunjuk rumah besar berwarna biru yang jaraknya tidak jauh dari rumah Alsa.

"Oke gue percaya, ini karena udah ngantar gue balik." Ara menyodorkan uang pecahan dua puluh ribu ke cowok itu, dan sukses mendapatkan tatapan sinis.

"Lo pikir gue ojek apaan di bayar pake duit kaya gini."

"Songong Lo, jadi Lo mau apa?"

"Temenin gue main basket."

"Maksud Lo temenin main basket? Gue nontonin Lo di pinggir lapangan sambil pegangin handuk kecil dan minuman buat Lo? Hello jangan mimpi." Pikir Alsa, ia sudah sering melihat Letta menemani Vino ketika bermain basket, dan menurut Alsa itu adalah hal bodoh dan dia tidak mau seperti itu.

"Dasar bego, gue minta di temenin main basket, bukan di tontonin main basket."

Mendengar ucapan cowok itu membuat Alsa menertawai dirinya sendiri, yang begitu bodoh karena berfikiran seperti itu.

"Besok sore, gue tunggu di lapangan basket kompleks. Lo tau kan? Gue enggak mau jemput Lo lagi, badan Lo gendut ban gue kempes kalau keseringan goncengin Lo." Cowok itu berlalu meninggalkan Alsa yang mulai naik pitam mendengar ucapan cowok itu.

"Dasar cowok aneh, awas Lo besok!!"
Alsa menghentakan kakinya, dan berlalu memasuki rumah.

                              ****

Assalamualaikum, aku balik lagi.
Udah lama banget enggak nulis lagi, maaf kalau ceritanya enggak jelas, tapi aku hanya ingin menuangkan Kegabutan ku ini.

Selamat membaca, silahkan di kritik yaa teman", karena kritik kalian sangat membantu aku untuk menulis lebih baik lagi.

Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang