"Ada yang ingin kakak tanyakan sama kamu, Dek." Ucap kak Iam setelah kami menjauh dari The Gokil."Apa?"
"Tentang Saif."
"Saif?" Aku mengerutkan kening. Kak Iam menunjuk cowok di dekat Said. Oh jadi namanya Saif. Aku sedikit terhenyak kalau ternyata cowok ganteng yang sangat kuhindari adalah sepupu mbak Dhea sekaligu mantan wakil osis? Kok aku baru tahu sekarang ya kalau dia partnernya Kak Iam. Dasar otak lamban!
"Heeemmm ... Sebenarnya... bukan gitu masalahnya, Kak. Aku nggak tau kenapa malu banget tiap ketemu sama dia." Aku bingung bagaimana cara menjelaskan pada Kak Iam.
"Apa karna kejadian waktu itu? atau mungkin ada kesalahan lain yang bikin kamu nggak nyaman?" Tiba-tiba cowok itu muncul di belakangku.
"Nggak, Kak. Nggak ada." Tepisku menggeleng berkali-kalu. "Bukan gitu maksudnta. Aku cuma merasa nggak pede aja kenal dengan sosok sempurna seperti kakak."
Raut wajah yang awalnya tampak seperti orang sedih dan khawatir berubah ceria. Ada lengkungan manis saat tersenyum. Aku sempat terpesona lalu secepat kilat memalingkan pandangan. Malu.
"Nggak pede gimana? Aku hanya manusia biasa seperti kamu,kok. Punya sedikit kelebihan tapi lebih banyak kekurangannya." Dia menggeleng sembari tersenyum hangat. Lagi-lagi bikin hati meleyot. Astaghfirullah. Bisa khilaf nanti kalau kelamaan dikasih senyum.
"Sejak pertama kali ketemu, aku sudah menyukai sifat kamu. Menurutku kamu berbeda dari semua gadis yang aku kenal selama ini. Maka dari itu aku ingin banget mengenalmu. Kalau bisa sih jadi sahabat. Itupun kalau kamu mengizinkan." Suaranya sangat halus ketika menjelaskan. Dalam diam aku merasa bahagia. Ternyata cowok ganteng yang aku kagumi juga ingin berteman denganku yang biasa saja ini. Ah berasa mimpi kalau begini.
"Gimana, Dek. Mau nggak?" Aku gelagapan ketika kak Iam menoel lenganku sembari melontar tanya.
"Apa?" Ucapku balik tanya.
"Tuh. Kamu liat sendiri kan seberapa lemot otak adik kesayanganku ini." Bukannya menjelaskan, Kak Iam malah buka aib. Ngeselin banget, kan. Kutatap horor wajah randomnya yang masih berkoar-koar buka aib adiknya.
"Apaan sih!" Aku menepis tangannya yang menggoda. Berhasil membuat moodku yang awalnya sedikit tegang jadi kesal. Kuberanikan diri menatap Kak Saif. Dia tertawa renyah menanggapi ledekan Kak Iam.
"Udah, Am. Pipi bulatnya memerah tuh. Berasa ingin nabok kamu." Aku terperangah. Tidak menyangka malah ketularan ikut menggoda. "Ohya, Dek. Kita belum berkenalan secara langsung. Namaku Saif." Dia menangkupkan kedua tangan di depan dada.
Emosiku yang siap meledak meletup di dalam ketika dia malah memperkenalkan diri. "Shakila." Jawabku balasmelakukan hal yang sama.
"Walau baru kenal, boleh nggak kalau aku bergabung di The Gokil?"
Mulutku belum sempat terbuka ketika Mbak Aira dan yang lain tiba-tiba ikut bergabung dengan kami bertiga. Dan langsung menyetujui begitu aja permintaannya. Tentu saja semua orang bahagia ada anggota baru dalam genk kami. Aku sendiri tidak keberatan. Tapi masih menyimpan kekesalan pada Kak Iam.
"Awas aja entar di rumah, ya." Aku berbicara lewat telepati ketika menatap tajam matanya.
"Sabodo." Begitulah kira-kira tanggapannya.
◇◇◇◇◇
Dua minggu berlalu aku mendekam di kamar sejak Kak Iam mendapati tubuhku tergeletak pingsan di lapangan basket. Seingatku waktu itu tengah berlatih buat persiapan lomba 3 bulan mendatang. Tiba-tiba kepalaku pening dan ambruk saat itu juga. Aku sedih mengingat keuangan keluargaku diuji dengan keadaanku yang tak kunjung sembuh. Sudah banyak dokter yang menangani tapi tak satupun mengetahui penyakit apa yang tengah kuderita.
Hari ini aku aktif sekolah. Dengan catatan penjagaan ketat Kak Iam. Ummi tidak mau terjadi apapun pada anak gadisnya yang begitu memaksa ingin sekolah. Bukan sok rajin sih. Lebih tepatnya kelewat bosan hanya berbaring di tempat tidur.
"Nangkring, yuk, Sha." Ajak Mbak Aira diikuti anggukan The Gokil. Aku mengiayakan saja. Tiba di kantin kami mencari tempat kosong. Kali ini Said yang bertugas memesan bakso. Aku duduk di sebelah Indah.
"Ehem...!" Suara deheman berasal dari belakangku. "Ternyata ada orang yang baru sembuh lagi sombong, nih." Sindirnya.
"Kak Saif." Tanganku gagal menyuap pentol. "Maaf banget ya nggak sempat ngasih tau." Ucapku merasa bersalah.
"Kakak Iri tau sama pentol ini." Dia menatap bakso dalam mangkok cap ayam dengan ekspresi datar.
"Kok bisa?"
"Karna kamu lebih merindukan di bulet ini daripada nyamperin kakak barumu." Wajah tampannya cemberut. Aku tertawa mendengar gerutuannya.
Cemburu pada bakso? Nggak masuk akal banget.
"Ya elah, Kak. Yang bener aja." Aku terkekeh geli setelah memahami maksudnya. "Nggak necis banget deh cemburu sama bakso."
"Gimana nggak cemburu, orang yang kamu temui duluan malah dia noh. Bukan kakak." Alisnya naik sebelah.
"Kak If. Kak If. Ada ada saja, deh. Aku minta maaf kelupaan. Soalnya The Gokil langsung ngajakin kesini pas istirahat. Mana sempat mampir ke kelas kakak."
"Ah. Ya sudahlah. Kamu harus di hukum. Sini baksonya."
"Buat apa?"
"Bakso ini kakak tilang. Karna kamu lebih milih dia daripada menemuiku barang sebentar."
Sebelum mengerti maksud perkataannya, tau-tau sudah melahap habis bakso yang baru dua suap kumakan. Tanpa mempedulikanku yang protes, dia menyendok satu persatu pentol kecil di dalam mangkok cap ayam jago ke dalam mulutnya.
Bener-bener deh. Dia tak memberiku kesempatan sedikitpun makan sisanya. Aku kan masih lapar. Dia tak memperdulikanku yang sudah cemberut-kesal-diujung-puncak-monas. Ya Elaaah. Punya kakak baru kok gini amet nasibmu, Sha...
◇◇◇◇◇☆☆☆◇◇◇◇◇
☆☆☆◇◇☆☆☆Nih Sha, Kak Saif sogok pake ice krim. Manis loh kayak senyum kamu 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Uhibbuka Fisabilillah [Terbit di AE Publishing]
Spiritual#1 In Kejutan : Selasa, 24072018 #1 In Lora : Rabu, 22061440 #1 In NovelBaper : Sabtu, 01071440 #1 In Sahabatfillah : Ahad, 03101442 #1 In Shakila : Rabu, 080145-260723 Novel ini diikutsertakan dalam event Writing Project AE 4 #WPAE4 #RomanceReligi...