Wedding in a Day Care Room

6 4 2
                                    

Ruangan ini menjadi tempat favoritku. Temboknya yang dicat berwarna-warni membuat perasaanku selalu ceria. Karpet warna-warni yang disusun seperti puzzle pun menambah suasana ceria dalam ruangan itu. Banyak jenis mainan dan boneka disebar dalam ruangan itu, sehingga aku bebas untuk memilih dan memainkannya. Dua buah mainan perosotan yang terbuat dari bahan plastik turut menghidupkan suasana dengan gelak tawa anak-anak yang memainkannya.

Dalam ruangan itulah aku bertemu dan berkenalan dengan teman-teman sebayaku yang aku bahkan tidak tahu asal-muasalnya. Aku senang berkenalan dengan mereka. Begitu juga dengan para perawat yang telaten merawat aku dan teman-temanku. Kami diajari banyak hal dalam ruangan ini, seperti belajar saling berbagi dan menolong. Para perawat juga tidak ada yang jahat. Mereka sabar menghadapi kami walaupun sering kali nakal.

Namun, ada satu teman yang selalu menarik perhatianku. Sepertinya hanya dia yang tidak merasakan keceriaan yang kurasakan di ruangan itu. Setiap pagi, ia selalu berteriak ketika ditinggal kerja oleh kedua orangtuanya. Sepanjang hari ia hanya asyik dengan mainan mobil-mobilan dan mencorat-coret buku gambar menggunakan krayon. Ia tidak mau memainkan mainan yang lain. Aneh. Padahal di ruangan inilah surga dunianya anak-anak berada. Banyak mainan menyenangkan yang sayang bila tidak dicoba.

Sikapnya yang begitu dingin dan asyik dengan dunianya sendiri membuatnya dijauhi oleh teman-teman yang lain. Satu kali aku menghampirinya.

"Kamu mau main lempar bola denganku?" tanyaku mengajaknya bermain.

Matanya bergerak menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan raut muka yang sinis. Ia menggunting kertas gambar yang ada di hadapannya hingga menjadi potongan kecil. Aku terus mencoba untuk mengajaknya bermain denganku.

"Ayolah, aku ingin bermain denganmu sebentar saja," rayuku. Namun ia tak kunjung meresponku. Lalu aku pergi meninggalkannya dan duduk menyendiri di ruang boneka.

Tiba-tiba ia menghampiriku dan menebarkan potongan kertas itu ke kepalaku dan berteriak, "Yey, Bryan menikah dengan Rachel!" Aku menatapnya dengan mata indahku. Mulutku seakan terkunci. Aku tertegun kerheranan dalam balutan gaun unguku. 

"Ah, ia romantis sekali," ujarku dalam hati.

"Ah, ia romantis sekali," ujarku dalam hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Rampai KhayalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang