Pengakuan Saksi Kunci

19 5 1
                                    

Aku Reni Alamsyah, detektif muda yang penasaran dengan kasus hilangnya seorang wanita berinisial MP. Atasanku memberiku izin untuk menyelidiki kasus ini lebih lanjut. Suami dari MP, AW, menjadi tersangka dalam kasus ini. Berbagai opini masyarakat atas kasus ini sudah berlarut-larut diberitakan. Beberapa saksi sudah diperiksa petugas Kepolisian, namun pernyataan mereka tak kunjung memberikan titik terang. Hingga kini, tak ada kelanjutan kasus ini.

Setelah mempelajari kasus, aku menemukan beberapa keganjilan. Aku memutuskan mendatangi rumah saksi kunci, WR, untuk mendalami kasus. Rumah WR di Jl. Kamboja No.7 itu masih dalam pengawasan petugas Kepolisian. Terlihat beberapa Polisi berjaga di pos keamanan rumah WR. Aku menunjukkan tanda pengenal dan surat tugasku melalui jendela kecil pos keamanan rumah itu. Petugas pun memberikan izin padaku dan membukakan pintu gerbang untukku.

Aku memasuki halaman rumah melalui pintu gerbang hitam yang tertutup rapat, tinggi, dan berkawat duri itu. Kemudian aku memarkirkan mobilku di garasi yang menurut perkiraanku mampu menampung kira-kira empat hingga lima buah mobil. Turun dari mobil, aku melangkahkan kaki menuju pintu rumah WR yang dilapisi cat berwarna emas dan berada di antara dua pilar besar.

Satpam mengantarku sampai di ruang tamu dan mempersilakanku duduk.

"Mau minum apa, Bu? Sirop atau kopi?" tanya Mbok Warni menghampiriku menawarkan minuman.

"Air putih saja, Mbok. Terima kasih," jawabku.

"Tuan sedang ke kamar kecil. Tunggu saja sebentar," jelas Mbok Warni.

Tak lama kemudian, WR muncul. Dia lalu duduk di ujung sofa panjang tempatku duduk. Tatapannya kosong, "Sepertinya WR masih sangat terpukul dengan kematian MP yang tak kunjung terungkap," pikirku. Aku langsung memperkenalkan diri walaupun tak direspon baik oleh WR. WR menatapku dan bertanya, "Masih belum cukup penjelasanku? Sudah kubilang kasus ini tak perlu dilanjutkan," ujar WR.

"Bisa ceritakan apa yang Anda lihat saat itu?" Aku fokus menanyakan kronologi hilangnya MP sepenglihatan WR.

WR pun bercerita. AW dan MP menginap di rumah WR. Ketika itu listrik padam, gelap, hanya cahaya bulan purnama yang menembus sela-sela jendela. WR berlari menuju kamar MP dan betapa WR terkejut melihat MP sedang bercinta dengan lelaki yang nampak asing di mata WR. Samar-samar terlihat tubuh lelaki itu berotot. "Bukan... Itu bukan AW!" WR menekankan suaranya. "Aku tahu persis perawakan kakak kandungku," sambungnya.

"Lalu apa yang terjadi?" tanyaku.

WR melihat ada sosok yang menarik rambut MP dan menyeret tubuhnya ke lantai. MP ditendang beberapa kali di bagian pinggang dan perutnya yang sedang mengandung anak pertama. Sosok itu menghajar MP tiada henti dengan kepalan tangannya. Di tengah kegelapan itu WR masih bisa melihat kilau sebilah pisau yang dipantulkan cahaya bulan purnama dari luar jendela. Sosok itu menusuk-nusuk perut MP dan dengan sadisnya lalu memutilasi tubuh MP. Satu per satu bagian tubuh MP dikunyah habis tak bersisa.

"Tiba-tiba lampu menyala. AW menghampiriku yang sedang tertawa di atas tempat tidur. Menurutnya, mulut dan dadaku bersimbah darah," pungkas WR.

"Jadi...." Aku tak melanjutkan kata-kataku sambil menutup pena dan buku catatanku.

"Masih kurang jelas? Sudahlah, tulis saja nominal yang kamu butuhkan untuk menghentikan semua ini! Tulis saja sesukamu seperti yang dilakukan teman-temanmu sebelumnya. Aku lelah diinterogasi," ucap WR sambil menyodorkan selembar cek.

***

Rampai KhayalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang