Kutukan Si Ceri Hutan

18 6 4
                                    

Putri Zawra menggulung rambut. Perlahan ia membuka pintu kamar tidurnya. Ia mendongakkan kepala dari balik pintu. Bola matanya bergerak ke kiri dan ke kanan. Setelah dirasa aman, ia menutup pintu kamarnya dan berlari kecil menuju kandang kuda istana menyusuri lorong yang gelap. Kedua tangannya memegang sepatu boots berwarna cokelat. Sengaja ia tak memakainya agar langkahnya tidak terdengar penjaga istana. Patut diakui, Putri seorang Raja yang terkenal dengan kelihaiannya dalam strategi berperang itu memang ahli menyelinap. Tak heran, itu pasti turunan dari Raja Saddam bukan Ratu Orpa. Sama seperti Raja, Zawra terkenal dengan sifatnya yang suka memberontak, tak mau diatur, egois, suka marah-marah, dan bertindak sesuka hati.

Dengan bermodalkan kawat, Zawra berhasil membuka gembok dan rantai yang melilit di gagang pintu kandang. Ia melangkakan kakinya ke arah Ponny, kuda kesayangannya. Ponny selalu menemani kemanapun Putri Zawra pergi. Dan kali ini Putri Zawra memaksa Ponny menemaninya melewati kegelapan malam dan menyusuri hutan pinus yang tak jauh dari istana. Zawra ingin sekali menyaksikan keindahan terbitnya matahari pagi di balik hutan.

"Aku harus pergi dan tidur di balik hutan malam ini, Ponny. Aku tidak mau terlambat menyaksikan kemunculan matahari di langit pagi," ujarku kepada Ponny.

Zawra pun menyusuri hutan dengan menunggangi Ponny. Tak ada yang mengalahkan keberaniannya. Lewat tengah malam ia pun sampai di balik hutan. Tali kendali Ponny diikat di dahan sebuah pohon. Zawra melepaskan pelana Ponny lalu ia merebahkan diri di antara akar-akar sebuah pohon besar.

Paginya, Zawra terbangun dari tidur sebelum matahari pagi terbit. Ia memanjat pohon tertinggi untuk dapat melihat jelas kemunculan matahari.

"Wow, benar-benar indah." Zawra terkagum menyaksikannya.

Sementara Zawra menikmati terbitnya matahari, di istana terjadi keributan.

"Kemana perginya si pembangkang itu? Penjaga, cepat periksa seluruh istana, temukan Zawra!" perintah Ratu Orpa mulai menyerah menghadapi kenakalan Zawra.

"Baik, Ratu," para penjaga bergegas menuruti perintah Ratu.

Setelah puas menikmati keindahan matahari terbit, Zawra bergegas kembali ke istana. Di tengah perjalanan ia melihat sebuah pohon ceri, bunganya putih kecil-kecil, daunnya berbulu, dan buahnya bulat seperti anggur. Buah pohon ceri itu ranum, warnanya merah merona. Zawra tergoda untuk memakannya. Dia sangat suka rasa manis buah ceri.

Zawra menghampiri pohon itu dan mencabuti buah ceri yang ranum itu. Buah ceri itu menjadi teman keduanya sepanjang perjalanan kembali ke istana. Ia memakan semua ceri yang berhasil ia kumpulkan. Tak bersisa. 

Baru saja tiba di istana, Zawra mengamuk karena tahu seisi istana mencarinya dan beberapa penjaga membuntutinya sejak semalam. Ia pun membentak Ratu, "Aku tidak suka dibuntuti, Ibu!" Zawra berlari ke kamar tidurnya. Tak lama ia merasakan gatal-gatal hampir di sekujur tubuh. Kulitnya mulai memunculkan bercak-bercak merah hingga ke wajahnya.

"Tidak!" Zawra berteriak di depan cermin. Ratu terkejut mendengar teriakan Zawra dan berlari mendapatkannya dengan bercak merah di sekujur tubuhnya.

"Cepat panggil tabib istana!" perintah Ratu kepada pelayan.

Tabib pun tiba dan segera memeriksa Zawra. Namun Tabib itu hanya tertawa.

"Tuan Putri pasti memakan buah ceri hutan itu?" tanya sang Tabib.

"Iya. Mengapa kau tertawa?" Zawra balik bertanya.

"Buah ceri itu kena kutukan salah satu musuh Raja yang tidak sanggup melawan kecerdikan Raja. Lalu mereka mengutuk pohon ceri hutan itu, berharap Raja akan memakannya. Siapapun yang memakan buahnya tidak boleh berbuat jahat kepada orang lain. Bila melanggar, maka akan timbul bercak semerah ceri di sekujur tubuhnya," ujar Tabib.

Ratu Orpa pun tertawa mendengar penjelasan Tabib, "Syukurlah," katanya.

***

Rampai KhayalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang