Bagian 1

39 1 2
                                    

Kenanga Lestari, cewek yang selama ini kuinginkan jadi pacarku, tapi mau gimana lagi, ia milik orang, dan aku, aku cuma teman baginya.

***

Aku dan Lestari sudah saling kenal cukup lama, dapat dikatakan kami kenal saat mendekati lulus SMA. kami berkenalan melalui media sosial yang saat itu sedang tren, FS (Friendster) dengan dibantu mIRC sebagai sarana chatting-nya menggunakan. Saat itu dia menggunakan nick 'cw_sma'. Merasa penasaran dengan nick tersebut, kucoba untuk berkenalan dengannya, ya, siapa tahu dia memang benar-benar siswi SMA. Singkat cerita, dia mengaku bernama Lestari dan juga satu sekolah denganku. Tak ingin melewatkan kesempatan ini, kucoba meminta nomor handphone-nya, meski awalnya ragu untuk memberikan nomornya, karena merasa takut dan was-was. Namun pada akhirnya diberikan juga setelah kukatakan alasan agar dapat berjumpa di sekolah.

Keesokan harinya, aku mencoba untuk mengirim pesan singkat kepada Lestari untuk bertemu di kantin bakso (begitulah para siswa menyebutnya) saat jam istirahat. Sekolah kami memang hanya memiliki satu kantin, namun ada banyak pedagang di dalamnya, ada yang hanya menjual bakso saja, ada yang hanya menjual berbagai hidangan nasi, ada pula yang hanya menjual makanan ringan beserta minumannya. Sebenarnya kami, siswa kelas 3 sedang menunggu pengumuman kelulusan, namun dikarenakanada pengumuman sebelumnya untuk datang ke sekolah selama seminggu, maka kami akhirnya 'terpaksa' datang.

***

Jam istirahat tiba, aku bergegas menuju ke kantin bakso, agar dapat mencari tempat yang strategis untuk melihat orang-orang yang keluar masuk kantin. Sambil menunggu Lestari, sementara ini hanya memesan es jeruk. Lima belas menit berlalu, es jerukku tinggal seperempat gelas, namun tidak ada tanda-tanda Lestari, ya meski belum tahu orangnya seperti apa. Akhir kucoba mengirim pesan singkat kepadanya.

'Tari, kmu dmn? Udh di kantin kh'.

Setelah pesan singkat itu terkirim, sesegera mungkin kumasukan handphone-ku ke dalam saku baju, dan kembali memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang. Tak lama kemudian, mataku tiba-tiba tertuju pada seorang gadis berkacamata yang sedang memegang handphone. Mata ini tak bisa lepas dari gadis itu. Sambil tetap menatapnya, kuambil handphone-ku dan mencoba untuk mengirim pesan kosong padanya. Gadis berkuncir kuda itu mengambil handphone-nya. Merasa sedikit yakin bahwa dia adalah Lestari, kembali kucoba mengirim pesan singkat kepadanya.

'Tari, klo kmu udh di kantin, pesenin bakso ya, ntar aq byar.'

Tanpa melihat pesan terkirim atau tidak, aku bergegas berjalan menuju penjual bakso yang begitu penuh sesak oleh pemesan agar bisa berada di depan gadis yang ku anggap Lestari. Untungnya, tepat waktu, gadis itu sekarang tepat dibelakangku. Sesekali kucoba menoleh kebelakang, untuk melihat lebih dekat gadis itu. Terlihat dia sedang membaca pesan, kemudian menaruh handphone-nye di saku bajunya. Setelah beberapa kali curi-curi kesempatan untuk melihatnya, ternyata tingginya hanya sepundakku. Terlihat pula dia sedang celingukan, sehingga kuberanikan diri untuk memintanya mendahuluiku.

"Mbak, silahkan duluan, kayaknya buru-buru,"

"Eh," gadis itu kaget, dan menatapku. "Eh, enggak kok, enggak apa-apa."

Aku pun mengangguk lalu kembali membelakanginya. Suaranya merdu nan lirih membuatku tersenyum, semoga saja dia tidak melihatnya. Cukup lama kami berdiri menunggu antrian, mungkin sudah  ada 10 menit sejak kuminta untuk mendahuluiku. Tiba-tiba handphone-ku bergetar di dalam saku, mencoba mengambil handphone-ku secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari kecurigaan gadis di belakangku, ternyata ada sebuah pesan singkat masuk.

'Panji dh xmpe blm? Q dri tdi antri bt psn bkso, blm dlynin sm pnjualx. Msi antri'

Pesan itu menguatkan dugaanku bahwa gadis di belakangku adalah Lestari. Setelah membaca pesan darinya, kumasukan handphone-ku ke dalam saku celana sambil menoleh ke arah belakang.

"Mbak yakin enggak mau duluan?" tanyaku sambil mengarahkan jempolku ke pedagang bakso.

"Enggak apa-apa," jawab gadis berseragam putih abu-abu sambil tersenyum.

"Dari tadi keliatannya gelisah?" tanyaku lagi

"Enggak apa-apa, cuma agak capek aja berdiri," sahutnya sambil melipat tangan di depan dadanya dan tersenyum.

Senyumnya yang manis, suaranya yang lembut nan lirih itu membuatku tak bisa berpaling dan ingin mengajaknya berbicara lebih lama lagi.

"Kalo mbak mau duluan juga enggak apa-apa," kataku sambil menunjuk satu orang di depanku. "Tuh, tinggal satu di depan, biar mbak cepet dapet duduk. Kasian tuh kaki"

Aku keluar dari barisan dan mempersilahkan gadis itu untuk maju, kemudian kembali ke barisan tepat di belakangnya. Dia menoleh ke arahku dan mengucapkan terima kasih sambil tersenyum. Sempat hampir tertawa karena saat dia hendak berbicara dia harus mendongakan kepalanya, namun keinginan tertawaku hilang saat melihat senyumannya.

[R3D] Sepeda KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang