Chapter 1

888 7 12
                                    

Suara tepuk tangan meriah menggema ke seisi ruangan gedung  Palais des Festivals et des Congrès Cannes. Semua pasang mata memandang sosok seorang Pierre Durand. Dengan yakinnya Pierre bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju panggung. Langkahnya diiringi oleh orang-orang yang kini telah bertepuk tangan sambil berdiri.

            Dari atas panggung Pierre dapat melihat semua orang dengan jelas melalui kedua bola mata hazelnya. Perasaan senang sekaligus haru langsung menyelimuti dirinya. Ia benar-benar tidak menyangka semua ini dapat terjadi. Ini seperti mimpi baginya.

            Suasana menjadi hening seketika. Semua orang sudah kembali duduk. Mereka menanti-nantikan Pierre untuk berbicara. Seorang laki-laki kemudian memberikannya sebuah piala berbentuk daun palma berwarna emas. Pierre menggenggam piala itu dengan erat dan seulas senyum telah tersungging di wajahnya.

            “Aku sangat bersyukur sekali bisa mendapatkan penghargaan ini. Terima kasih banyak kepada juri-juri yang telah menilai film saya. Kepada  pemain yang terlibat, staff, dan produser. Tanpa kalian semua, saya tidak bisa mewujudkan ini semua. Bagaimana pun, piala ini menjadi milik kalian juga. Ini hasil kerja keras kalian, kerja keras kita,” kata Pierre dengan semangat yang menggebu.

            Kemudian di pikirannya terlintas sosok seseorang di masa lalunya. Tiba-tiba saja Pierre merasa hatinya terenyuh. Matanya hampir saja mengeluarkan air mata, tapi ia mampu menahannya. Pierre kembali bersuara setelah terdiam sejenak, “Dan yang terakhir, terima kasih banyak untuk masa laluku. Tanpanya, aku mungkin tidak akan berada di sini saat ini. Terima kasih banyak.”

            Pierre membungkuk sebentar dan berjalan keluar panggung. Langkahnya kembali diiringi dengan suara riuh tepuk tangan semua penonton. Suatu hal yang bahkan tak pernah ia impikan sebelumnya. Setelah 7 tahun belajar dan berkecimpung di dalam dunia perfilman, ia akhirnya bisa menunjukkan hasil yang diperolehnya kepada khayalak umum. Bahkan tanpa disangkanya, film pertamanya dapat masuk ke dalam jajaran Film Festival Cannes dan memenangkan penghargaan Palm d’Or. Penghargaan paling bergengsi dalam dunia festifal film di Cannes ini.

            Acara terus berlanjut selama sekitar setengah jam kemudian, hingga akhirnya benar-benar berakhir.

             Sebelum benar-benar keluar dari gedung pelaksanaan Film Festival Cannes, Pierre masih harus mengadakan konferensi pers mengenai film yang digarapnya. Dengan tegas ia menjawab satu per satu pertanyaan yang dilontarkan oleh para wartawan. Seusai konferensi pers, Pierre langsung berjalan keluar dari gedung.

            “Pierre!” sahut seseorang. Suara laki-laki.

            Pierre menoleh ke belakang di antara padatnya orang-orang penting–termasuk dirinya–yang berjalan di atas red carpet untuk mencari asal suara. Seorang laki-laki dengan rambut berwarna auburn nampak melambaikan tangan ke arah Pierre. Kedua mata biru laki-laki itu menatap Pierre dari kejauhan. Laki-laki itu pun berjalan agak cepat mendekati Pierre.

            “Timothée  Lefèbvre ?” tanya Pierre agak ragu saat laki-laki tadi sudah berada tepat di depannya. Dan kini mereka agak sedikit menyingkir dari tengah-tengah red carpet.

            “Kau masih mengingatku?” tanya laki-laki yang diingat Pierre sebagai teman sekolahnya. Pierre mengangguk pasti.

            “Oh Pierre! Lama tidak berjumpa. Kau akhirnya berhasil menjadi sutradara terkenal. Selamat kawan!” kata Timothée yang dengan segera mengacak-acak rambut cokelat Pierre. Pierre tidak mengeluh sedikit pun karena ia tahu kalau itu adalah kebiasaan Timothée sejak lama. Ia justru terkekeh.

Macarons and the LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang