Prolog

8.5K 412 8
                                    

"Brengsek!!!" teriak Larisa kencang seraya memukul bantal di atas ranjangnya. "Ini sudah kesekian kalinya, aku melihat dia jalan dengan wanita lain," dengusnya kesal.

Larisa memegang dadanya, ini sangat sakit. Hatinya terluka, luka yang tak menorehkan darah.

Melihat pria yang ia suka berkencan dengan wanita lain. Bahkan wanita itu sangat seksi dan tidak sebanding dengan tubuh mungilnya.

Larisa sadar sepenuhnya pria yang ia suka adalah sahabatnya. Sudah hampir delapan tahun mereka bersahabat dan sudah tujuh tahun pula Larisa, wanita polos itu menyukai sahabatnya. Entah bagaimana bisa perasaan itu muncul terhadap sahabatnya.

Frans Zacklee, pria yang mampu membuatnya merasakan jatuh cinta. Karena pria itu juga ia mengerti cinta pertama, mengerti perasaan mencintai, tetapi tidak pernah mengerti perasaan untuk dicintai. Takdir pun berkata lain, cinta Larisa hanya bertepuk sebelah tangan. Pria itu hanya memandang Larisa sebagai sahabatnya dan mungkin tidak akan pernah lebih memandangnya.

Wanita itu menelungkupkan tubuhnya. Membenamkan sebagian  wajahnya pada bantal. Rambutnya yang tergerai membuat pandangannya tertutup oleh rambut yang menutup penglihatannya.

Ia meruntuki kebodohannya. Bodoh karena telah jatuh cinta pada Frans. Bodoh, karena selama tujuh tahun ini hidupnya penuh dengan sia-sia mencintai Frans. Betapa bodohnya dia sebagai wanita.

Seharusnya Larisa menyudahi perasaannya ini setelah mengetahui betapa brengseknya sahabatnya. Bergonta-ganti pasangan, bahkan tak segan untuk bermesraan dengan teman kencan pria itu di depan Larisa. Tentu saja Larisa menahan rasa kesalnya, tidak mungkin ia perlihatkan kekesalannya di depan pasangan yang tengah dimabuk asmara.

Ponsel di atas nakas membutnya harus bergerak untuk menjangkau ponselnya yang berdering. Setelah melihat siapa yang meneleponnya, Larisa membiarkan ponselnya terus berbunyi hingga nada dering ponselnya berhenti. Setelah memastikan ponselnya berhenti berdering dengan cepat Larisa menonaktifkan ponselnya.

"Untuk apa si brengsek itu meneleponku? Mau apalagi dia, tidak tahukan hatiku sakit melihatnya bersanding dengan wanita lain lagi," lirih Larisa sebelum kegelapan membawanya untuk terlelap dalam tidur malam.

Pagi pun tiba, Larisa terbangun pukul lima pagi. Ia terbangun karena perutnya berbunyi ingin segera diisi. Semalam ia bahkan tidak makan setelah melihat Frans mencium teman kencannya. Semalam Larisa malas untuk melakukan apapun. Bahkan baju yang dikenakannya masih berupa black dress yang semalam ia pakai.

Larisa menggerakkan badan. Namun gerakannya terhenti saat tidak sengaja mengenai sesuatu. Sekali lagi Larisa menggerakkan tangannya meraba-raba sesuatu. Perlahan kelopak matanya terbuka menatap seseorang yang tertidur di sampingnya.

Seketika matanya semakin terbuka lebar dan mulut yang terbuka.
"Frans," gumam Larisa kecil.

Ia tidak begitu terkejut mendapati Frans yang tertidur di sampingnya saat ini. Frans memang mengetahui password apartemennya. Tetapi yang membuat Larisa heran, Frans selalu bilang jika ingin menginap di apartemennya. Dan juga Frans tidak pernah datang ke apartemennya jika bukan karena hal penting.

Apa mungkin semalam Frans meneleponnya karena hal penting?

Larisa memiringkan tubuhnya menatap Frans dari kedekatan. Pria ini memang selalu tampan, bahkan saat tidur pun Frans selalu membuatnya semakin jatuh cinta.

Oh tidak! Baru semalam ia memaki-maki Frans, tetapi sekarang ia telah kembali memuji pria yang tengah tertidur disampingnya. Larisa memang tidak bisa berhenti untuk mencintai Frans. Baginya Frans adalah segalanya, setelah kedua orangtuanya tiada. Frans selalu menemaninya dikala ia bersedih, dimana hari itu adalah hari pemakaman kedua orangtuanya.

Kedua orangtua Larisa meregang nyawa saat dalam perjalanan pulang kantor. Saat itu pula Larisa sedang berada sendirian di rumah. Entah kenapa perasaannya tidak enak. Hingga nomor asing tertera diponselnya dan tanpa ia sadari ponsel itu terjatuh. Larisa sangat terpukul saat mengetahui kedua orangtuanya meregang nyawa ditempat kejadian kecelakaan. Mungkin itulah takdir hidupnya, takdir yang mengatakan bahwa Larisa ditinggal oleh orang yang ia sayang.

Larisa menatap penuh minat terhadap bibir Frans yang sedikit terbuka. Sial!! Bibir itu yang membuatku naik darah semalam, runtuknya dalam hati.

"Ada apa? Ingin kucium?" Bibir itu terbuka menandakan sang pemilik berbicara dan sudah terbangun.
Larisa memejamkan matanya sejenak, bodoh ia pasti ketahuan menatap bibir Frans.

"Aku? Mau dicium?" Larisa menunjuk dirinya sendiri, lalu menggeleng. "Mimpi kali," ucap Larisa yang tidak sesuai dengan apa yang ia pikirkan.

Sebenarnya dengan senang hati Larisa menerima ciuman yang Frans berikan. Namun, lagi-lagi Larisa menyadari dirinya sendiri bahwa pria tidak mencintainya. Ia ingin dicium oleh seseorang yang mencintai dirinya juga.

Frans membuka matanya, dihadapannya kini Larisa, sahabatnya yang selalu bertingkah polos. Bahkan ia selalu berbuat jahil terhadap Larisa yang menurutnya Larisa begitu menggemaskan ketika sedang kesal.

Frans terkekeh pelan, "padahal dengan sukarela aku mau memberikan morning kiss kepada sahabatku yang tidak memiliki teman kencan ini," goda Frans mengedipkan sebelah matanya.

Larisa mendengus kesal, "bagaimana aku akan memiliki teman kencan, kalau bukan karena kau yang selalu menghalangiku untuk bertemu dengan teman kencanku, bodoh!!"

Ya, setelah mencintai Frans selama tujuh tahun Larisa mulai mencoba berkencan dengan pria lain. Namun naas kencannya tak berjalan mulus karena Frans selalu melakukan berbagai cara untuk menghalanginya bertemu dengan teman kencannya.

Menyebalkan, bukan?

Dan hingga sekarang Larisa malas untuk memulai kencan kembali. Baginya melakukan kencan akan sia-sia karena Frans akan berulah, entah apa yang akan dilakukan oleh Frans jika ia melakukan kencan buta lagi.

"Itu salahmu sendiri, berkencan dengan pria brengsek. Aku tidak mau sahabatku yang polos ini termakan bujuk rayu pria yang bahkan sama sekali tidak tampan," kata Frans.

Brengsek?

Siapa yang ia sebut dengan brengsek? Bahkan dirinya lebih brengsek daripada mantan teman kencanku dulu. Larisa mendengus kesal.

"Oh ya? Setahuku, pria itu adalah pria yang paling tampan yang kutemui," ejek Larisa.

Frans terduduk diatas ranjang mengakibatkan dadanya yang telanjang terlihat, ia mengacak rambut hitam miliknya secara kasar. Lalu beranjak meningalkan Larisa yang terbengong melihat Frans yang tak berkata sepatah kata pun.

"Hei!! Frans, kau mau kemana?" tanya Larisa saat melihat Frans melewati pintu kamarnya setelah mengambil kemejanya.

Frans tak mengubris panggilannya sama sekali. Ini bukan seperti Frans yang sebenarnya. Pasti Frans ada masalah, entah masalah apa hingga Frans terus berjalan. Hingga Larisa mendengar suara pintu apartemennya yang terbuka kemudian tertutup.

"Ada apa dengan si brengsek itu? Membuatku bingung saja," gumam Larisa.

***

Frans & Larisa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang