Sebuah perasaan tidak bisa dipaksa karena hati tau, kemana ia harus berlabuh.
Hari yang di tunggu para siswa pun datang. Yap, bunyi bel pulang. Hal tersebut merupakan surga bagi para murid. Banyak siswa yang berlarian keluar kelas dengan girang nya, ada siswa yang masih berdiri di koridor, menunggu temannya mungkin atau hanya sekedar bercengkrama menghabiskan waktu di sekolah, bahkan ada yang masih betah berada di kelas, hanya sekedar membaca novel, mengobrol bahkan masih menyalin catatan.
Begitu pun dengan gadis cantik pemilik bulu mata lentik, Claudya masih berada di kelas berkutat dengan Campbell yang tadi di pinjam nya dari perpustakaan. Campbell, sebuah kitab suci anak olimpiade Biologi dan buku pegangan bagi siswa yang mengambil jurusan kedokteran, Biologi atau jurusan lain yang berbau ilmu hidup.
Dia memang sudah mempunyai Campbell biologi yang terdiri dari 3 jilid, tapi tadi dia disuruh bu Lita, guru pembimbing olimpiade Biologi di sekolah nya sekaligus wali kelas nya untuk mencocokkan materi Olimpiade dengan Campbell.
Terpaksa dia harus meminjam buku yang teramat tebal tersebut di perpustakaan. Di samping nya, ada 4 temannya yang setia menunggu nya sambil membaca novel dan sesekali mengobrol.
“Dy, tadi kak Farrel ngajak lo pulang bareng kan.” tanya Alin dengan HP di tangannya.
“Hmm nggak tau gue.” Jawab Claudya acuh.
Tepat setelah Claudya bicara, orang yang tadi di bicarakan langsung berdiri di depan kelas.
Sehingga terdengar bisik bisik dari para siswa yang masih berada di kelas.
“Lo nggak lupa sama yang gue bilang kan?” Tanya nya sambil berjalan ke arah Claudya.
Farrel melihat apa yang sedang di kerjakan oleh gadis itu. Matanya menyipit melihat 3 buah buku tebal di atas meja gadis itu dan ada beberapa buku berbahasa inggris seperti Human Physiology, Lauralee Sherwood.
Refleks dia mengambil Campbell jilid 1, yang membuat Claudya dan teman teman nya menatap bingung kearah Farrel.
“Apa?” Tanya nya.
Claudya hanya mengedikkan bahunya tanda tak peduli.
“Lo, napping baca buku kaya gini?, gue yang neliat aja mau muntah tau gak?” ucap Farrel sambil meletakkan Campbell kembali ke meja Claudya.
Claudya hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Farrel, begitupun dengan temannya tak ada yang berbicara, keheningan pun melanda yang membuat suasana canggung diantara mereka.
Hal tersebut membuat Farrel bingung.
“Kalian semua kenapa?” tanya nya.
Hening beberapa saat, sampai akhirnya, Kiesya meminta izin untuk duluan pulang. Melihat hal tersebut, Alin, Namira, dan Sheza pun mengikuti langkah Kiesya.“Dy, kami duluan ya.” Ucap mereka bertiga sambil berlarian keluar kelas.
“Eh, kalian kenapa ninggalin gue sendiri?” teriaak Audy sambil mengemasi barang barang nya dan bersiap untuk menyusul mereka, buku buku tebal yang tadi di pinjamnya, di letakkan begitu saja di dalam laci.
Belum sempat untuk beranjak, pergelangan tangannya sudah dicekal oleh Farrel.
“Mau kemana lo?” tanya nya.
“Mau pulang lah, mau kemana lagi.” ucap Audy dengan wajah polos.
“Lo ga lupa kan sama yang gue bilang?”
“Rmang gue harus nurut sama yang kakak bilang?” tanyanya sambil berusaha melepaskan cekalan Farrel dipergelangan tangannya.
Claudya emang tidak suka jika berhadapan berduaan dengan lelaki seperti ini. Apalagi semenjak insiden dia dijauhi oleh sahabatnya sendiri, karena orang yang sahabatnya suka menyukai dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting
Teen Fiction"Gue nggak seperti yang lo liat, lo boleh ambil apa aja dari gue, tapi jangan ambil dia saat dunia mengucilkan gue. " Pada akhirnya, semua hanya tinggal janji tanpa sebuah bukti.