4. Aku Tak Tahu Harus Apa

85 7 4
                                    

Perlahan kubuka mata ini. Kulihat ada banyak orang disekelilingku.
" Yantsu are you ok? What happen with you? " Hemin menatap dengan penuh perhatian
" Hm " jawabku singkat
" Kau sudah malas? Kenapa sedari tadi kau selalu tidur. " kata Jessy dengan ketus.
" Mian" aku menundukan kepala.
" Sudah-sudah mungkin Yantsu hanya kelelahan. " Mr. Kays menengahkan.
" Yasudah kita lanjutkan saja kegiatan kita masing-masing. " Rahen pun ikut berbicara.
Jessy dan Rahenpun keluar kantor untuk melanjutkan observasi. Mr. Kays dan Jisoo juga melanjutkan kegiatan mereka. Dan aku, kuputuskan untuk ikut Hemin dan Yajan...

Kami bertiga berjalan di koridor bersama. Hemin dan Yajan berbincang-bincang. Aku... Aku hanya diam menunduk memerhatikan langkah kakiku. Aku tak tahu harus berbuat apa. Pikiranku hanya tertuju pada peristiwa di kantor tadi, si "unknow". Aku bingung, apakah itu hanya hayalanku atau memang benar-benar terjadi. Lalu yang di bandara? Apakah itu nyata? Jika nyata mengapa aku tersadar begitu saja. Lalu suara bisikan. Atau... Yang di bandara itu hayalan dan yang di kantor itu nyata? Entahlah aku bingung. Kini apa yang harus kulakukan saja kutaktahu.

Aku mengangkat kepalaku menghadap kedepan. Kulihat siswa dan siswi sedang berebut untuk masuk ke dalam kelas karena melihat kami ingin masuk ke kelas mereka. Itu adalah pemandangan yang lucu. Aku tertawa kecil melihatnya.

Kami bertigapun masuk ke dalam kelas. Aku duduk di kursi guru di pojok ruangan. Dari sinih terlihat dengan jelas seluruh penjuru ruangan. Yajan membagikan kertas kuisioner. Hemin menjelaskan bagaimana cara mengisi kuisionernya.

Siswi di kelas ini tampak serius memerhatikan Hemin. Entah karena ingin serius mengerjakan kuisioner atau terpukau dengan wajah dan suaranya.

20 menit berlalu, hanya dengan satu kedipan kelopak mata. Tak terasa. Aku, Yajan, dan Hemin keluar kelas.

Aku mengikuti Yajan dan Hemin. Tak tahu ingin kemana, yang jelas aku tak ingin sendirian di tempat asing. Aku takut karena kejadian di kantor tadi. Ingat? Tak hanya sekali tetapi dua kali. Dan yang kedua membuatku amat shok. Kejanggalan yang tak biasa ku alami. Entah itu karena apa. Yang jelas rasa takut ini tak mau melepaskan diri dari tubuhku, seperti tato sapi yang telah lama di tempelkan di kayu.

Sepanjang jalan koridor aku hanya melihat kakiku yang sedang melangkah beraturan. Lagi. Tak memerdulikan suasana di sekitar. Tak memerdulilan apakah dua pasang kaki yang melangkah di depanku itu memang kaki Yajan dan Hemin. Aku benar-benar menundukan kepalaku. Dan benar-benar percaya dan mengikuti langkah sepasang kaki di hadapanku.

Sampai akhirnya langkah sepasang kaki di hadapanku berhenti. Aku tak curiga sama sekali. Ku angkat kepala ini. Mataku melihat dari kaki, lalu ke betis, perut, bahu, dan sampai ke wajah pemilik sepasang kaki di hadapanku. Wajah Yajan dan Hemin.

" kau baik-baik saja? " tanya Hemin khawatir.
" hm? "
" kau tertunduk sejak tadi. " sambung Yajan.
" I'm fine. "
" kami masih ada beberapa kelas lagi, jika kau kelelahan kau bisa beristirahat di kantor. " saran Yajan.
Kantor? Aku baru saja tak sadar disana selama 3 jam.
" dia baru saja keluar dari kantor. " kata Hemin.
Yap benar.
" hm... Hotel? " tanya Yajan tak gentar.
" aku akan tetap ikut kalian. Aku sudar beristirahat 3 jam di kantor. " jawabku cepat.
" lagipula hanya tinggal satu kelas. Dan kini sudah hampir memasuki waktu pulang sekolah." kata Hemin

Dan kami pun pergi ke kelas selanjutnya. Melakukan hal yang sama. Lalu keluar kelas. Tak terasa bel pulang sekolah berdering. Kamipun berkumpul di kantor. Dan tak lama bersiap-siap untuk pulang ke hotel.

Karena aku merasa takut, aku mengajak Rahen untuk tidur di kamarku. Dan kamipun tidur di kamar yang sama.

Sepanjang malam...
Hati dan pikiranku tak damai.
Entah mengapa, aku merasa amat ketakutan.
Tubuh ini amat keras bergetar. Merinding yang kurasa.
Tak henti-hentinya memori kelam itu terputar di pikiran.
Membuat mata ini sulit untuk terpejam.
Ingin sekali rasanya mengeluarkan teriak.
Meminta pertolongan.
Tetapi...
Deraian air mata lah yang keluar.
Mulut seakan-akan di kunci rapat-rapat.
Pikiran seakan-akan di kurung di sebuah memori kuat.
Mata... Seakan-akan di pisahkan dari kelopaknya.
Itu lah yang kurasa.

Pagi menjelang. Pukul 4 tampak di jam digital diatas meja kecil disamping kasurku tempar berbaring. Bisa dikatakan aku bergadang semalaman. Mungkin hanya tidur beberapa menit saja. Setiap ingin terlelap, pasti terbayang sesosok uang kulihat di kantor. Lalu aku terkejut sendiri.

Kami bersiap-siap berangkat ke sekolah. Aku memutuskan untuk mandi duluan. Saat di dalam kamar mandi. Takut yang menemaniku semalaman semakin kuat terasa. Akhirnya kuputuskan untuk memberanikan diri. Ini demi keberhasilan penelitian kami. Aku berusaha untuk memalingkan pikiranku ke arah yang lebih positif. Membayangkan hal-hal yang menyenangkan. Membayangkan aku sedang bermain di taman bermain. Bersama teman-temanku. Berlari-lari dan tertawa gembira. Aku tersenyum membayangkannya. Lalu teman-temanku tiba-tiba hilang. Aku panik lalu mencari mereka. Dan terlihat sesosok pria di ujung jalan. Kudekati karena tak ada orang selain dia yang kulihat. Dan saat dia membalikan tubuhnya. Wajah yang dilumuri darah nampak jelas. Aku berteriak. Ya... Aku benar-benar bertetiak di dalam kamar mandi.

"Yantsu!!! Yantsu ada apa?? " teriak Rahen sambil mengetuk keras pintu kamar mandi panik.
Aku yang tersadar langsung menjawab.
" tidak ada apa-apa. Hanya serangga kecil. "
" ada serangga?? Aku harus menelfon penjaga hotel. "
" tak perlu, kini ia sudah tiada. "
" tetapi tetap saja ini harus di laporkan. Hotel mewah ada serangga."
Aku pun segera menyelesaikan mandiku. Lalu keluar kamar mandi. Dalam balutan handuk aku membujuk Rahen untuk menelfon kembali penjaga hotel dan mengatakan bahwa tadi ternyata bukan serangga hanya rambutku yang rontok terjatuh di lantai kamar mandi. Rahen tak menanggapi. Merasa apa yang ku lakukan tak berarti, akupun segera memakai pakaianku. Penjaga hotelpun datang ke kamar kami tepat setelah aku selesai berpakaian. Kujelaskan bahwa aku hanya salah lihat. Dan akhirnya penjaga hotel percaya.

Kami berangkat ke sekolah itu, sepanjang jalan Rahen membicarakan serangga hotel. Aku tak percaya Rahen sebegitu paniknya. Padahal hanya serangga. Secarik senyumam kini ku tampakan. Ingin sekali tertawa, tetapi entah mengapa tak bisa. Rasanya ada yang membuatku selalu khawatir, takut, sedih, bingung, dan gelisah.

Tak lama, sampailah kami di sekolah. Kami segera pergi ke kantor. Kecuali aku. Aku memilih untuk hanya berdiri di depan pintu kantor.
"kau tak masuk? " tanya Hemin
" tidak. " jawabku singkat
"kenapa?"
" tak apa. "
" ada masalah? "
" tak ada. "
" kau baik-baik saja? "
" tentu. "
" aku merasa kau tak baik-baik saja. "
" tahu dari mana? "
" wajahmu. Murung. Tak seperti biasanya. "
" kau salah. Wajahku tak murung dan aku baik-baik saja. "
" kau harus ikut bersamaku? "
" kemana? "
" kesuatu tempat"

Saat Hemin ingin menarik lenganku. Mr. Kays memelukku. Hemin terdiam melihatnya.
" kau tidak baik-baik saja. Kau perlu pelukan hangat dan rasa kasih sayang juga perhatian. " Mr. Kays mengatakannya dengan lancar.
Aku tak berbuat apa-apa. Bukan berarti aku ingin di perlakuan seperti itu, tetapi karna memang yang dikatakan Mr. Kays benar. Hemin yang mendengar ucapan Mr. Kays langsung melepaskan pelukan itu. Mereka saling menatap. Akupun panik. Aku takut mereka bertengkar.
"terima kasih karena sudah mengerti Yantsu. " kata-kata itu terucap begitu saja dari bibir Hemin. Kukira mereka akan bertengkar hebat. Mr. Kays-pun tersenyum.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SKIZOFRENIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang