Jeruji Besi

1.8K 456 18
                                    

Minggu pagi ini, para polisi bertamu ke rumahku.

Aku tidak begitu terkejut ketika mereka dengan tidak-ramahnya menodongkan mainan mereka--hei, mainan yang berbahaya, maksudku--padaku dan istriku yang masih berusaha memproses kejadian.

Wajar saja, kami baru terbangun beberapa menit yang lalu, dan langsung disambut dengan ketukan--atau lebih tepatnya, gedoran--pada pintu istana kami.

Kemudian, beberapa jam berlalu dan kami sudah berada di balik meja interogasi polisi atas tuduhan penipuan dan penjualan barang ilegal.

Aku melirik istriku yang sesenggukan di sebelahku. Sesekali, aku ikut menghela napas dan mencoba berargumentasi dengan polisi di depan kami. Sia-sia saja, polisi itu tidak mau mendengarkan. Namun setelah aku menyebutkan beberapa nama, sikap mereka mulai melunak.

Beberapa minggu kemudian, kami dipindahkan ke ruangan penahanan sementara. Kami menerima kabar dari salah satu asisten pribadiku kalau istana kami tengah digeledah. Tak tanggung-tanggung, asistenku menambahkan kalau kantorku dan istriku juga akan diperiksa.

"Pa...Mama nggak mau makan mi instan lagi kayak dulu Pa..." Istriku merajuk sambil sesekali menyeka air matanya. "Mama juga nggak mau kehilangan kasur tigaratus juta kita yang susah payah Mama dapetin pas lelang dulu Pa..."

Aku menghela napas lalu memintanya untuk diam.

Tiba-tiba, pintu ruang penahanan sementara kami dibuka dan menampilkan salah satu asisten pribadiku dalam seragam jenderal polisinya yang memiliki lambang bintang empat.

"Aduh kamu ini, lama banget kerjanya, jadi gimana?" Asistenku melirik CCTV yang membisu di pojok ruangan. Namun sedetik kemudian, dia menarik napas panjang.

"Semuanya udah hampir beres, Pak, maaf ada bawahan saya yang kurang ajar, jadi minggu pagi Bapak kemarin-kemarin kacau begini, tapi saya udah urus dia--"

"Udah-udah, saya nggak butuh didongengin sama kamu, jadi intinya?"

Asistenku merapikan dasinya. Hadiah dariku yang susah payah kudapatkan dari pasar gelap tanpa bea cukai beberapa bulan yang lalu.
"Dengan sekali telepon dari Bapak, urusannya selesai, Pak," ujarnya seraya menyerahkan teleponku.

Aku masih terdiam dan menatapnya datar. Membuatnya cepat-cepat menukas. "Ah ya, media juga sudah beres, Pak."

Aku tertawa skeptis dan menerimanya. "Ya-ya, kamu dapat kenaikan gaji ya." Di sampingku, istriku tersenyum sumringah sekilas, lalu kembali sesenggukan. Harusnya aku membiarkannya mendaftar casting telenovela yang diinginkannya dulu.

Jeruji besi memang bukan tandinganku, kan?

File 004: Jeruji Besi Bukan Tandinganku,
Fin.

Tawa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang