23 januari 2008
Kupijakkan kedua kakiku di Indonesia. Akhirnya setelah sekian lama merantau di luar negri, dapat juga aku kembali. Dan sepertinya akan seterusnya aku berada di sini. Setelah berhasil menaklukan harvard aku akan menetap di sini.
Kurasakan sengatan mentari yang menyala. Beda sekali dengan saat di sana. Matahari tak pernah bersinar seterik ini. Semoga saja ayah tak lupa menjemputku. Kalau tidak, aku bingung mau bagaimana. Aku lupa menukarkan uangku dengan rupiah.
Dan kulihat seseorang disana. Mengangkat papan yang bertuliskan namaku. Segera aku meluncur menyongsongnya. Berharap semakin cepat aku berlari padanya, makin cepat aku melemparkan tubuhku ke kasurku yang-
'bruukk..'
Aku terpental jatuh. Ku dongakkan kepalaku, dan kulihat tangan seseorang. Menunggu ku sambut agar dapat membantuku berdiri.
Saat kulihat siapa pemiliknya, ada yang menyedot perhatianku. Kalung itu,terlalu manis untuk dipakai seorang pria. Dan aku mengenal bandul itu. Bandul yang hanya ada 1 di dunia. Dan dibuat hanya untukku.
"Jeremy?"
Dia yang membungkuk di hadapanku tersentak kaget. "Jenny??"
Aku mengangguk. Kurasakan sengatan kebahagiaan. Jeremy, satu-satunya pria yang mampu membuatku merona. Cinta masa sd-ku.
Dengan kegembiraan yang meluap-luap, dia mengangkatku untuk berdiri, dan memelukku erat.
"huaaah,, Jenny.. Gue kangen sama lu.. Sombong banget ga ngehubungin gue.. Kan diriku disini kesepian tanpa dirimu.."
"nggak.. Bisa.. Napas.." Megap-megap, mencari udara untuk kumasukkan ke paru-paruku.
Segera saja dia melepaskan pelukkannya. Kami melangkah ke cafe di dekat bandara. Mengobrol, mengenang masa-masa dulu. Saat abu-abu melekat setiap hari. Seru sekali. Sampai-sampai aku tak merasakan lagi lelah.
"ya ampun!! Lupa!!" Kataku sambil menepuk keningku.
"apa yang lupa,Jen?"
"tadi kan ada yang jemput gue,Jer.. Harus buru-buru telpon papa ni.." Ku keluarkan handphoneku. Dan aku merutuk kesal. Low bate.
"pake hp gue aja,Jen.."
Lega rasanya setelah memberitahukan papa bahwa aku akan pulang bersama Jeremy.Saat dia mengantarku pulang, kami masih saja mengenang masa-masa itu. Sesampainya di rumah, aku mendapat pelukan hangat dari papa dan Mama. Perutku pun langsung terisi dengan teri balado, makanan kesukaanku. Kerinduan akan masakan Mama pun lenyap sudah. Satu kata untuk mewakili hari ini, bahagia.
**********
28 februari 2008
Sebulan berlalu setelah kedatanganku ke Indonesia. Seneng terus tiap hari. Ya iyalah. Jeremy selalu menemaniku kemanapun aku mau. Sepertinya aku jatuh cinta padanya. Bukan cinta monyet seperti waktu sd, smp, dan sma.
Hatiku berdesir saat melihat wajahnya. Senyumnya menimbulkan gempa 8 skala richter di hatiku. Sentuhannya, sekecil apapun, seperti menyengat tubuhku.
Kata orang, kita selalu mempunyai seorang guardian angel yang akan selalu melindungi kita. Kalau benar begitu, aku berharap semoga saja Jeremy adalah guardian angel yang di kirim tuhan hanya untukku. Catat sekali lagi saudara-saudara. Hanya untukku.**********
Sendiri aku duduk di pojok kafe. Menghadap secangkir cappuchino yang masih mengepul. Sengaja aku pergi sendiri dan tak membawa mobilku. Entah kenapa malas rasanya membaguea mobil. Dan Jeremy, dia tak bisa menemaniku hari ini. Kakak iparnya sedang keluar kota. Sehingga dia harus mengantar kakaknya yang sedang hamil ke dokter kandungan.Ku sesap cappuchinoku. Merasakan rasanya yang pahit dan manis menyapa indra pengecapku. Membiarkan seteguk kafein hangat mengalir di tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Life, Death
Teen FictionKumpulan cerpen mengenai cinta, kehidupan dan kematian. Karena ketiganya selalu berputar diantara kita. Meski tak selalu bersamaan.