Musik adalah suara hati.. Dengan musik kau dapat mengerti sedikit rasa yang dialami.. Dengan musik, kau dapat meredam emosi.. Dan aku, tanpa musik, seperti mati.. Jadi, dengarkanlah simfoni ini.. Simfoni hati yang tak mau mati..
**********
"Kamu!! Sudah berapa kali ayah katakan!! Hentikan semua kegilaanmu dengan musik itu!!"
"Nggak bisa, Yah.. Rony udah janji untuk tampil di acara perpisahan sekolah nanti.."
"Tapi kamu harus-"
"Ya.. Rony tahu.. Tapi Rony ingin melakukan apa yang Rony suka.." potongku.
"Kamu juga bisa tampil lagi nanti setelah melakukannya, Ron.."
"Tapi rasanya takkan sama, Yah.. Rony mau melakukan itu dengan sempurna.. Rony ingin melakukan pertunjukan ini sebelum mesin itu tartanam di sini, Yah.. Tolong jangan halangi Rony.."
"Nggak akan.. Ayah nggak ngijinin kamu untuk ambil bagian dalam acara itu.." ucap ayah. Dengan langkah besar penuh marah dia meninggalkan aku.
Aku masih terduduk di sini, di teras depan rumah. Meredam emosiku setelah perdebatan dengan ayah tadi. Ku ambil iPod-ku dan memutar lagu kesukaanku. Lagu milik Queen yang berjudul Don't Stop Me Now. Setidaknya kini aku tak larut lagi kesal. Lagu itu sungguh membuatku bersemangat.
Kini aku harus segera merampungkan susunan nada yang akan ku bawakan di hari perpisahan nanti. Dengan lincah tanganku menorehkan barisan nada-nada di atas patitur. Nada-nada yang sarat dengan keceriaan dan suka cita karena berhasil melewati Ujian Nasional yang sungguh menguras hati.
Setelah merasa cukup, aku menyimpan patitur itu dalam tas-ku. Agar besok dapat ku bawa ke sekolah dan dapat ku mainkan dengan piano di ruang musik.
**********
Siswa kelas XII sebenarnya sudah libur sejak minggu kemarin. Tapi dia tetap melangkahkan kakinya ke sekolah. Hanya satu tujuannya. Ruang musik. Dia harus mendengarkan nada-nada yang dibuatnya tadi malam. Memeriksa apakah simfoni yang dibuatnya mempunyai cita rasa yang diinginkannya.
"Halo, musisi.. Mau ke ruang musik lagi?" tanya pak Tarno, penjaga SMA Pandu Bangsa.
"Iya nih, pak.. Bisa minta tolong bukain nggak?"
"Bisa-bisa aja dong.." dengan sigap di keluarkannya rencengan kunci dari saku bajunya yang lusuh. Dan membukakan ruang musik.
"Makasih ya, pak.."
"Iya.. sama-sama, mas.."
Dia segera merangsek masuk ke dalam dan pergi menuju grand piano yang ada di pojok ruangan. Dia mengeluarkan berlembar-lembar patitur, hasil kerja kerasnya selama setahun ini. Di tekannya balok-balok hitam putih yang ada di hadapannya dengan penuh kasih. Seakan meresapi tiap nada yang di hasilkannya. Diawali dengan nada-nada yang pelan dan sendu. Di sambung dengan nada-nada cepat yang menghentak kegembiraan.
Dia menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Seakan dari tiap gerakan kepalanya juga menghasilkan nada yang menambah keceriaan. Lalu lagunya berhenti di tengah jalan. Rasa sakit yang telah lama bersemayam dalam tubuhnya datang lagi. Dia menekuk tubuhnya, berusaha mengusir rasa sakit itu.
Rintihan halus keluar dari mulutnya. Di raihnya bungkusan obat yang ada di dalam tasnya. Mengambil sebutir obat yang akan menghilangkan rasa sakit itu. Tanpa air di tenggaknya obat itu.Dia rebah di atas panggung sebentar. Mengumpulkan tenaganya yang hampir terkuras habis oleh rasa sakit itu.
'Semoga masih sempet buat tampil nanti.. Habis itu, gue pasti langsung ngelakuin apa yang di inginkan ayah..' batinnya.
**********
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Life, Death
Roman pour AdolescentsKumpulan cerpen mengenai cinta, kehidupan dan kematian. Karena ketiganya selalu berputar diantara kita. Meski tak selalu bersamaan.