02: Mimpi Buruk

14.1K 1.5K 95
                                    


II

// Mimpi Buruk //

Ada yang salah dengan keadaan ruangan tempat Karmila terbangun sekarang. Satu, ruangan ini tidak wangi aromaterapi seperti kamarnya. Dua, ruangan ini tidak punya jam dinding besar berbentuk wajah kelinci putih seperti yang ada di kamarnya. Ketiga, ruangan ini tidak hanya berisikan Karmila namun juga orang lain, yang adalah laki-laki. Orang itu sekarang sedang duduk di sofa yang menghadap langsung ke arah Karmila.

Segalanya dia proses dengan sangat lambat, terutama karena sekarang sekujur badannya terasa panas. Saat itulah Karmila sadar, dia telanjang! TELANJANG! Terbaring tanpa sehelai benang pun di atas ranjang yang bukan miliknya, di dalam kamar yang bukan tempatnya. Bahkan kedua tangannya kini telah terikat dengan sapu tangan di kepala ranjang. "Lo ngapain gue?" teriaknya spontan dengan nada bergetar dan ketakutan yang jelas tergambar.

Ada asap yang mengepul. Ternyata cowok itu sedang menghisap nikotin, di dalam kamar berpendingin ruangan. Bodoh! Pantas saja Karmila merasa sesak, ternyata asap rokok penyebabnya. Sepertinya otak cowok ini memang adanya di selangkangan, alih-alih di kepala. Tangan cowok itu lalu diarahkan ke asbak dan seketika rokoknya tidak mengepul lagi.

Lampu utama kamar yang dimatikan dengan satu lampu tidur yang menyala, tidak begitu berguna bagi Karmila untuk melihat jelas bentukan orang yang kini berada di satu ruangan dengannya. "Apa gue perlu mengulang lagi adegan yang kita lakukan limabelas menit lalu, Cantik?" tanyanya. Karmila tersentak seketika. Dia mengenali suara itu. Cowok itulah yang tadi membelikannya minuman di ruang pesta.

"What the hell did you put into my drink?" Karmila marah besar. Namun, melihat tubuh setan berwujud laki-laki itu mulai mendekatinya, rasa takut langsung mengambil alih segalanya. Tidak! dia tidak mau mereka ulang apa pun yang tidak bisa dia ingat.

Sayangnya, cowok itu sepertinya begitu bersemangat untuk menunjukkan pada Karmila kegiatan yang mereka lakukan barusan. Langkahnya semakin mendekat. "Gu... gue... gue bakal bunuh lo kalau satu senti aja lo mendekati gue."

"Really? Will you?"

"Gu ... gue..."

Karmila tidak mampu berkata-kata lagi. Tangisnya pecah, dia ketakutan parah. Berkali-kali dia merapalkan penyesalannya dalam hati. Tidak seharusnya dia ada di sini sekarang. Tidak seharusnya dia mengikuti ajakan Mariska. Tidak seharusnya dia melampiaskan kesedihannya diacuhkan Bryan dengan cara seperti ini. Tidak seharusnya ... OH TIDAK! Sebuah belaian tangan bisa Karmila rasakan di sekujur tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Begitu lembut dan membuatnya semakin ketakutan. Badannya jelas bergetar hebat.

"You're such a little sunshine in this dark universe, Cantik," kalimat itu mengakhiri belaian tangan di tubuh Karmila. Dapat Karmila lihat matanya memerah. Kecupan yang diberikan cowok itu begitu aneh, bahkan suaranya terdengar sumbang. Karmila yakin orang ini pasti sudah mabuk. Menghadapi orang mabuk merupakan ketakutan terbesar Karmila, apalagi detik ini.

Usai semua persinggungan di antara mereka, cowok tadi justru keluar kamar dan meninggalkan Karmila sendirian menyesali nasibnya. Kalau saja bisa bangun, rasanya Karmila ingin segera bangun dan menghadapi kenyataan. Bukankah ini mimpi buruk semata? Sayang, sekeras apa pun Karmila meminta otaknya untuk menyadarkan diri, yang menyapanya tetap kenyataan yang sama lagi.

Dia dan ruangan temaram ini. Dia yang sudah begitu kotor dilumuri dosa. Dia dan kebodohannya yang tidak bisa menjaga diri. Dia yang sudah kehilangan harta paling berharga dalam hidupnya. Dia yang sudah tidak akan pernah berarti lagi. Meski kenyataan, bagi Karmila ini tetap hanya sebuah mimpi buruk.

KarmilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang