Kalimat argumentasi silih berganti terlontar dari mulut Ambi dari seberang telpon genggamnya sebagai balasan permintaan Welas, ibunya untuk menjemput anaknya yang akan tiba dengan kereta jam 8.
"Aku sibuk bu.."ucapnya dengan suara letih dibuat-buat sambil mengangkat gelas sampanye untuk didentingkan dengan gelas kekasihnya dengan suara seminimal mungkin agar tak terdengar.
"Udah dulu ya bu, meetingnya sudah mau dimulai.." akhir Ambi sambil menutup telpon genggamnya lalu menyesap sampanye dengan anggunnya.
======
Nyonya Welas meletakkan telepon genggamnya di nakas samping tempat tidurnya dengan wajah lesu, dia paham betul tabiat dan akal bulus anak perempuan semata wayangnya namun tak punya daya untuk menegurnya.
Setelah berpikir sebentar, beliau kemudian menekan serangkaian nomor pada keypad telepon genggamnya dan menghubungi seseorang yang masih punya rasa perduli pada cucunya itu, Adhyasta Kantasurya-ayahnya.
======
Asta-panggilan akrab Adhyasta tengah merapikan ketikan yang baru saja ia buat sebelum diunggah ke blog untuk konsumsi publik saat dering telpon genggam mengalihkan perhatiannya.
"Ya, bu?" jawabnya setelah melihat nama 'ibu mertua' di layar panggil. Tak butuh waktu lama ia mengetahui maksud panggilan 'ibu mertua' yakni menjemput Caraka yang segenap hati ia sanggupi.
Setelah perceraiannya dengan Ambi dan hak asuhnya disabet pergi, Asta tak pernah lagi bertemu dengan Caraka bahkan keinginan untuk sekedar berkunjung ke kediaman keluarga Nararya harus dikuburnya dalam-dalam karena prasyarat Ambi yang mengharuskannya punya pekerjaan tetap dan bukan sebagai penulis yang pendapatannya tidak menentu.
Berbekal mobil boleh-pinjam dari tetangga, Asta berangkat menuju stasiun Berantah yang berjarak 15 menit dari tempatnya tinggal.
======
Ruang Tunggu Stasiun Berantah, 15 menit berlaluBeberapa saat kemudian, seorang pria berperawakan jangkung memasuki ruang tunggu dengan seliweran suara berdengung di kepalanya.
Jika saja aku masih bocah kecil yang sama ketika meninggalkan kota ini, dalam hitungan detik kepalaku akan diserang rasa pening teramat sangat dan aku kembali akan mendiami pusat rehabilitasi kejiwaan akibat melemparkan tantrum tanpa sebab.
Aku bangkit dari bangku dan sekali ayunan tangan kuraih ransel punggung berwarna kobalt yang tersampir di sandaran bangku kemudian melangkah menuju sang penjemput yang berdiri dengan senyum terulas di wajah tirusnya dan spontan mencium punggung tangan pria itu sebagai wujud bakti anak pada orang tua sambil berucap 'Ayah sehat?' yang disambut dengan anggukan. Dua generasi Kantasurya ini lantas menyamakan langkah menuju ke area parkiran.
"kita akan naik itu, tak apa kan?" tunjuknya ke arah mobil pickup kuning menjadi satu-satunya kendaraan yang terparkir disitu.
Well, Beggars can't be picky; lagipula sepatutnya aku bersyukur ada yang mau menjemputku dan lagi keberadaan seseorang dengan suara yang kukenal di lautan suara asing cukup menenangkan.
Langit kota Berantah dipenuhi ribuan titik kerlip sebagai penawar pekat malam, pemandangan ini terbingkai agak samar dari balik kaca mobil yang telah setengah jalan memasuki Antah, sebuah kota kecil di pinggiran kota Berantah yang terkenal dengan distrik perniagaan-nya.
Di kota itu pula Javas Nararya Putra memulai usahanya dari sebuah toko kelontong kecil kemudian bertransformasi menjadi pusat perbelanjaan yang punya cabang dimana-mana seperti saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Noise-ance 《Slow Update》
Historia CortaSecara teori, ada dua jenis manusia di dunia, yang mengikuti arus dan melawan arus ; sang pengikut dan sang pendobrak; si aktif dan si pasif. Masih banyak lagi sebutan lainnya yang menunjukkan dua sisi, tanpa memberi ruang pada mereka yang tak terma...