Ujian

42 4 2
                                    

Sekolah lebih sepi dari biasanya , siswa kelas 10 dan kelas 11 diliburkan untuk 4 hari kedepan . Tapi ada beberapa siswa yang notabennya adalah anggota osis tetap masuk untuk membantu para guru menyiapkan ruang ujian .
Seluruh siswa kelas 12 dikumpulkan dihalaman sekolah , menerima wejangan untuk kedepannya .
Waktu terasa begitu cepat , tiga tahun yang berarti . Meninggalkan beberapa kenangan yang tidak bisa terlupakan . Kekompakan , persahabatan , selisih paham , semuanya berbaur menjadi satu.
Putih abu-abu masa yang paling indah katanya. Masa dimana kau berprosses dari remaja menuju dewasa , masa dimana kau akan lebih berpikir akan jadi apa kau kelak , masa dimana mentalmu diasah agar nanti jika kau sudah keluar dari sekolah kau bisa tau dunia luar yang kedengarannya tidak seasyik saat sekolah .
Masa dimana kau akan dibekali dengan berbagai macam ilmu , untuk melanjutkan ke jenjang universitas atau yang sudah tidak mau dipusingkan lagi dengan berbagai macam tugas lalu memutuskan untuk bekerja .
Yah semua itu tergantung bagaimana dengan pilihanmu .

* * * * *
Aku tidak satu ruangan dengan nanda , ruangan kami terpisah . Semenjak pernyataanku itu kami tak banyak bicara , dia menjauhiku . Lebih tepatnya dia menjaga jarak denganku .
Aku kikuk sendiri , apa dia benar-benar khawatir tapi tidak seharusnya begini . Atau dia memang cemburu ? Dia yang pertama mengenal kak orland bukan .
Ah , atau mungkin dia sedang sedih setelah melepas jabatannya dari ketua osis.
Mungkin saja , biar kutanyakan nanti . Dia orang yang sulit ditebak .

* * * * *
"Ananda." Aku menghampiri dia diruangannya. Dia sedang sibuk merapihkan alat tulisnya "gimana ujianmu ? Tadi soal matematikanya sedikit susah ya . Ada beberapa soal yang aku gak ngerti." Gerutuku

"Kamu tidur larut lagi ya , matamu bengkak." Dia mengalihkan pembicaraan

"Ah tidak ." Aku menyangkalnya , padahal jelas saja aku tidur jam 2 semalam.

Dia tersenyum miring "alasan , kamu tidak belajar kan . Ujian segampang itu kamu tidak bisa." Dia mengejekku.

"Aku belajar tau." Aku membela diri "memang susah , aku lupa dengan rumusnya." Bantahku

"Itu tandanya kamu tidak belajar." Senyumnya kecut "sudah, ayo pulang." Dia menarik lenganku . Dengan tampang menggerutu aku tidak meninggalkan tempatku berdiri.

"Dih , kenapa nih orang ? Gak mau pulang. Yaudah , aku tinggal . Denger -denger kelas ini ada penunggunya." Dia bicara lirih lalu berlari keluar kelas meninggalkan aku.

Ruang kelas memang sudah sepi tinggal aku sendiri disana , suara kursi berderit. Bulu kudukku berdesir .
"Anandaaaaaaa !!! Tunggu." Aku lari sebisa ku. Ku tinggalkan kelas itu , aku  memang sedikit penakut.
Nanda mendekati gerbang , aku masih berlari tergopoh-gopoh hampir dekat dengannya .

"Ananda , tunggu . Tega banget ninggalin." Suaraku tersedat, nafasku tak beraturan .

Dia tertawa kegirangan "makanya jangan ngeyel." Dia masih tertawa mengejek.

"Ah , awas ya." Aku mencubit pipinya . Memerah. "Antar aku pulang, fajar gak jemput hari ini." Pintaku

"Malas." Jawabnya ketus sembari mengosok-gosok pipinya. Sepertinya sakit .

"Ayolah masa kyara yang imut ini jalan kaki , ku traktir keju."

"Setuju." dia berjalan menuju parkiran , aku membuntuti dari belakang.
Dasar pecandu keju.
.
.
.

Melukis SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang