"Hyung!!" teriak seorang namja pendek sambil tersenyum ke arah namja yang
lebih tinggi darinya."Iya Park Jimin?" tanya namja yang lebih tinggi itu.
"Hyung kapan datang?" tanya namja pendek itu sambil mendekat ke arah si tinggi.
"Ahh.. mungkin seminggu yang lalu. Apa kabarmu Chim? Aku sudah lama sekali tidak melihatmu," ucap namja itu yang sekarang mengelus kepala Jimin.
"Tidak sebaik kalau ada dirimu Hyung, saat check up tidak ada yang menemaniku," ucap Jimin dengan sedih.
"Ya.. Chimchimku kenapa sekarang jadi lemah, eoh? Kan aku sudah menyuruh Taehyung untuk menemanimu." Jimin yang mendengar segera menegakkan badannya dan menatap lurus Hyung yang ada di depannya.
"Hobie hyung mengenal Taehyung?"
"Ahh.. kami hanya kenalan saja, kau sekarang dekat dengannya ya?"
"Ahh.. kami memang dari kecil sudah berteman Hyung."
"Ohh.. tapi kenapa aku tidak pernah melihat dia datang untuk bertemu denganmu?"
"Ahh.. disaat Hyung di sini, dia pergi nah setelah Hyung pergi entah ke mana dia datang dan sudah berubah," ucap Jimin sedih dan mengecilkan suaranya saat mengatakan sudah berubah.
"Apa? Berubah? Berubah bagaimana maksudmu?" tanya Hoseok karena dia bingung.
"Yaaa.. pokoknya berubahlah Hyung, kenapa sekarang kita jadi membahas si Kim Taehyung itu? Sekarang aku ingin bertanya kepada Hyung, kenapa Hyung hilang tiba-tiba?"
Tring.......
"Aish.. suara apa itu??" tanya Jimin sambil menutup kupingnya.
"Hyung apa kau tau dari mana suara itu?" tanya Jimin ke arah Hoseok berdiri tadi tapi seketika Hoseok tidak ada, dia hilang entah ke mana.
"Hyung? Hobie hyung di mana kau?" tanya Jimin yang masih menutup kupingnya sambil mengitari lapangan kosong itu.
"Hobie Hyung??" Jimin masih terus mencari ke segala arah tapi tiba-tiba ia merasa dirinya seperti dicekik yang membuatnya kehabisan nafas.
Dia jatuh terduduk sambil memegang lehernya dan ia pun mengernyit karena kupingnya yang semakin sakit mendengar suara aneh itu.
"A-ada apa denganku?" tanya Jimin pada dirinya sendiri dengan suara tercekat yang hampir tidak mengeluarkan suara.
"Jimin.. bangun," ucap seseorang di telinga Jimin dengan dekat tapi Jimin tidak melihat ada satupun orang.
"Jimin," ucap orang itu lagi yang semakin membuat Jimin tercekik dan badannya seperti tertarik kencang.
"Jimin, kau kenapa?" tanya seseorang di saat Jimin tiba-tiba terduduk dan melebarkan kedua matanya padahal tadi saat tidur ia gelisah.
Jimin masih mengatur nafasnya dan melihat orang yang memanggil namanya sedari tadi.
"Hufft.. ayah? Kenapa ayah ada di sini?" tanya Jimin yang masih mengatur nafasnya dan melihat ayahnya yang sedang menatap khawatir padanya.
"Ayah di sini karena ingin melihatmu nak, kemarin kau bertemu dengan Chanyeol ya? Dia berkata pada ayah kalau kau baru saja habis dari rumah sakit dan wajahmu bersedih, itu benar?" tanya ayah Jimin yang sekarang sudah duduk di pinggir kasur Jimin.
"Hufft.. iya itu benar ayah, aku ke rumah sakit karena aku sedang pusing dan flu sepertinya aku kecapekan karena terlalu memforsir diriku untuk belajar selalu dan aku sedang bersedih karena ada temanku yang marah padaku," ucap Jimin yang mulai bisa mengendalikan nafasnya.
"Ohh begitu, maaf ya ayah terlalu sibuk sampai tidak tau keadaanmu, nah lalu tadi kenapa kau gelisah seperti itu?"
"Ahh.. aku hanya mimpi buruk, ohh ayah, Chanyeol hyung bilang keluarga Park baru saja mengadakan acara peresmian cabang baru ya?"
"Ahh.. iya, ayah tidak mengundangmu karena ayah takut kau tidak bisa datang karena sibuk jadi ayah datang sendiri saja," ucap ayah Jimin sambil mengelus lembut kepala anaknya.
"Nah sekarang kau pergi mandi dan sekolah, oke?" tanya ayah Jimin setelahnya ia pergi keluar dari kamar Jimin.
Jimin yang melihat ayahnya keluar hanya mengehela nafas dan ia menunduk. Dia masih mengingat kemarin saat dia menelpon ibunya sesaat di rumah.
"Halo ibu.." ucap Jimin sambil menaruh handphonenya di samping telinganya.
"Halo sayang, bagaimana kabarmu?"
"Baik bu. Ibu tadi aku bertemu dengan Chanyeol hyung, dia berkata kalau kemarin ada peresmian cabang baru."
"Ahh.. iya, ibu tidak datang karena ibu masih ada urusan di sini. Kau datang?"
"Tidak bu, aku bahkan tidak tau kalau ada acara seperti itu."
"Ayahmu tidak memberitahu? Ku dengar dia membawa seseorang."
"Benarkah? Aku tidak tau, Chanyeol hyung tidak memberitahuku tadi."
"Baiklah nak, ibu nanti akan memberitahumu siapa yang bersama ayahmu saat di pesta kemarin. Ibu tutup ya."
"Baik bu, dah," ucap Jimin lalu sambungan pun terputus.
Dia pun bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi karena percuma juga ia mengingat percakapan itu karena memang tidak ada hasilnya, ibunya tidak menelponnya lagi sampai hari ini, sekedar untuk menanyakan kabarnya pun tidak.
Jimin yang sudah bersiap untuk pergi sekolah, ia pun menuruni tangga dari kamarnya untuk menuju dapur agar sarapan.
"Ayah, kau sudah rapi? Ingin ke mana?" tanya Jimin yang melihat ayahnya sudah rapi dengan jas kebanggaannya.
"Ayah ada urusan ke Jepang untuk melihat cabang kantor di sana, jadi malam tadi ayah datang ke sini untuk melihatmu sebentar dan berpamitan," ucap ayah Jimin lalu ia duduk di kursi tempatnya.
"Ayo sini kita makan, ayah sudah menyiapkannya tadi sebelum membangunkanmu." Jimin pun berjalan ke arah meja makan dan duduk di tempatnya.
Mereka pun makan dengan tenang, hanya ada suara dentingan sendok dan garpu milik ayah Jimin dan kunyahan Jimin yang memakan roti.
Jimin pun sudah selesai lalu ia meminum susu yang dibuat ayahnya 'mungkin' dan ia pun berdiri dari bangku yang didudukinya.
"Ayah aku sudah selesai, aku ke atas dulu ya ingin mengambil tasku," ucap Jimin lalu tanpa mendengar jawaban ayahnya ia pun naik ke atas kemabli untuk mengambil tasnya karena tadi ia belum membawa tasnya ke bawah karena ia mengira ayahnya akan di sini seharian dan ayahnya akan menyuruhnya untuk membolos agar mereka bisa berpergian bersama, tapi ternyata ayah jimin harus pergi untuk urusan bisnis. Padahal mereka terakhir bertemu sekitar dua bulan yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
L I E
FanfictionLong Ilusion Effect, di mana seseorang mengalami efek dari ilusi berkepanjangan. Ilusi sendiri adalah sesuatu yang hanya dalam angan-angan/khayalan. Yahh begitulah aku, terlalu banyak berkhayal yang membuat aku hidup di dalam dunia mimpi sedangkan d...