{3}

30 1 0
                                    

"Apakah masih terasa sakit?" tanya Alfi seraya membereskan alkohol dan kapas yang berserakan diatas meja ruang tamu apartemen Ryssa. Ryssa menggeleng pelan lalu meminum cokelat panas –entah ditemukan dimna yang dibuatkan Alfi untuknya. Ryssa merasa sangat canggung sekarang. Ia menjadi merasa bahwa ia tamu disini, disaat jelas-jelas bahwa ini adalah apartemennya.

Alfi kembali dari arah dapur dengan tangan yang basah, ia mengelapnya di bajunya bahkan sebelum Ryssa dapat menawarkan seonggok tisu yang berada diatas meja. Ryssa kembali diam seribu bahasa ketika Alfi terduduk disampingnya dan menghidupkan televisi apartemen Ryssa. 

Ryssa sangatlah gugup, yang tidak diketahui Ryssa adalah Alfi yang sekarang merasa lebih canggung dan bingung atas apa yang harus dilakukan selanjutnya. Terkadang Alfi merutuki dirinya sendiri karena bertindak secara tiba-tiba, ia berpikir seharusnya ia biarkan saja Ryssa diurus dengan Tae. Tetapi, bukankah hal itu akan membuat Alfi terlihat sangat kejam? Ah Entahlah, Alfi bingung.

Alfi dan Ryssa menatap televisi yang menunjukkan drama picisan yang selalu tayang dengan episode yang tidak pernah selesai, satu kata yang tepat untuk acara tersebut adalah membosankan. Sebuah suara perut yang berlangsung hampir 30 detik mengganggu keterdiaman mereka dalam menonton drama membosankan, Alfi menautkan kedua alisnya dan menatap Ryssa dengan pandangan terkejut dan menahan ketawanya. Ryssa yang menyadari bahwa suara tersebut berasal darinya hanya bisa menundukkan kepalanya dalam dan merutuki perutnya yang tidak tahu malu.

Tawa Alfi meledak melihat Ryssa yang menunduk dalam.

"Yak! Itu bukan salahku! Aku memang belum makan sedari pagi, selalu saja ada hal yang mengangguku disaat aku ingin makan," ucap Ryssa, merenggut, tidak menyukai tawa bernada ejekkan dari Alfi.

Tawa Alfi mengencang, seketika suasana canggung lenyap dari udara sekitar mereka.

"Alfi! Berhenti tertawa! Itu panggilan alam untuk makan tau. Seperti kau tidak pernah saja sih," kata Ryssa, sedikit meninggikan suaranya. Menutupi dirinya yang masih malu atas kejadian yang menimpanya.

"Baiklah, baiklah. Aku berhenti," ucap Alfi, menghentikkan tawanya, tidak rela. "Mari kita makan kalau begitu," lanjut Alfi lalu beranjak dari duduknya.

"Tunggu dulu, kita?" tanya Ryssa, menarik ujung kemeja yang dipakai Alfi, bermaksud menahan.

Alfi menaikkan satu alisnya.

"Tentu saja. Aku sudah membantumu, bahkan menggendong tubuhmu yang berat," ucap Alfi, lalu menaik turunkan kedua alisnya. "Yak, Tuan Menyebalkan aku tidak berat ya. Cih, kau saja yang kerempeng," balas Ryssa cepat dan ketus.

Tawa Alfi kembali meledak, merasa bahwa ia berhasil menggoda gadis dihadapannya itu. Lalu, cepat-cepat ia merubah raut wajahnya lalu menatap Ryssa.

"Begini, manusia itu adalah manusia yang mengharapkan imbalan, yah walaupun ia tidak mengungkapkannya. Tapi, kan aku tadi sudah membantumu dengan lukamu, mengantarkanmu kesini, bahkan menyelamatkanmu ditangga rumahmu. Sehingga, apabila kau membelikanku makanan untuk kita, tidak akan masalah kan?" tanya Alfi, panjang lebar. Membuat Ryssa memutar kedua bola matanya malas.

"Baiklah, aku akan membelikanmu dan kau yang mengantarkan kita ke restoran. Aku tidak mau naik bus" ucap Ryssa final. Membuat Alfi tersenyum senang. "Yasudah, aku akan berganti baju terlebih dahulu. Tunggu sebentar," lanjut Ryssa lalu berlalu meninggalkan Alfi diruang televisi.

------

Ryssa memoles wajahnya dengan sedikit bedak dan lipstik berwarna pink natural di bibirnya. Ia menatap dirinya yang berbalut jumpsuit sebetis dengan garis yang dominan berwarna pink. Rambutnya yang coklat ia biarkan tergerai bebas. Ia berjalan menuju ruang televisi dan menemukan Alfi yang sedang berdiri menatap jendela apartemennya. Ryssa mengambil ponsel dan dompetnya diatas meja dan memanggil Alfi.

She's DreamingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang