SATU

38 5 34
                                    

"Huahahahahaha" Suara tawa menggema di ruang kelas yang otomatis menjadi kosong setelah dosen menutup mata kuliah.

"Kau, Kau hahahahhahahaha" Lagi, ruang kelas kosong kembali dipenuhi oleh gelak tawa.

"Ayolah,berhenti tertawa! Ini bukan hal yang harus ditertawakan sepanjang masa."

"Aku tak habis pikir, kau, kau haha, kau HAHAHAHAHAHAHAHAHA" Dia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Kejadian lucu itu selalu terbayang jika dia mencoba untuk mengomentari cerita yang menimpa temannya. Oke! Tak perlu dikomentari, suara tawanya sudah menjelaskan segalanya. Cukup tertawa saja.

"HAHAHAHAHAHAHAHA"

"BHUK!"

Kamus Al-Munawwir setebal tujuh komik Detective Conan berhasil menghentikan tawa yang sedari tadi memenuhi ruang kelas.

"Au! Kau gila?" Matanya membulat.

"I'm done with you babe! Bye." Lelah menjadi bahan tertawaan, ia memilih untuk meninggalkan kelas.

"Sarah, kau mau kemana? Tunggu aku!"

*****
 

Tiga bulan kedepan akan menjadi masa peralihan dari musin panas ke musin dingin. Ini akan menjadi musim yang sangat menakjubkan. Bagaimana tidak? Semua pohon akan meninggalkan masa-masa sulitnya di musim panas, membiarkan angin menyapu kenangan-kenangan pahit dan mempersiapkan diri untuk menyambut kelahiran dedaunan baru. Tapi mungkin wanita yang duduk di bawah pohon ini tak sependapat dengan pohon yang menaunginya. Dialah Sarah.

Sarah lebih memilih untuk menginjak-nginjak dedaunan kering yang ada di dekat kakinya ketimbang menikmati dan menghirup aroma kehadiran musim gugur. Ia menghela nafas. Nafas yang panjang. Semua orang pasti tau ia sedang beradu argumen dengan pikirannya sendiri.

Sepertinya ia sedang berpikir tentang hari dimana ia bertemu dengan 'Pieter'-nya. Itu benar-benar hari yang sangat memalukan. Bukan tanpa alasan ia memanggil pria itu dengan 'Pieter'. Pria itu sangat mirip dengannya, dan yang mebuatnya semakin berani untuk memanggil dia 'Pieter' adalah jantungnya sendiri. Jantungnya semakin berdegup kencang ketika jarak diantara mereka semakin memendek. Hanya 'Pieter' yang mampu membuat jantungnya berdegup kencang seperti itu.

"Itu hanya karena kau banyak meminum kopi. Don't be stupid! Kafein dapat meningkatkan detak jantung."

Suara Evelyn terngiang di kepala Sarah, ketika tadi siang ia menceritakan tentang pertemuan memalukannya dengan 'Pieter'. Karena cerita itu pula Evelyn tidak dapat berhenti tertawa. Mungkin memang benar perkataan Evelyn, Sarah hanya kebanyakan minum kopi. Kemarin, ia memesan empat cangkir kopi sekaligus, meski setengah cangkir di rampas oleh sang pemilik kafe.

Sarah memutuskan untuk pulang, setelah setengah jam lamanya ia melamun di bawah pohon. Langkah kaki nya berat, ia seperti menggusur paksa kakinya. Ia terlalu lelah untuk mengajak kakinya melangkah. Tak sengaja, Sarah Si Malang itu menabrak seseorang. Ia juga terlalu lelah untuk mengucapkan sepatah kata permohonan maaf. Uniknya, seperti mengerti kelelahan Sarah, yang 'ditabrak' pun meminta maaf duluan.

"I'm so sorry"

Sarah hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu.

"Hey, here you are! Don't you know me?" Pria itu mengejar Sarah dan mensejajarkan langkanya. Tanpa melihat wajah pria itu Sarah menggelengkan kepalanya.

"I'm your 'Pieter'" Langkah Sarah terhenti. Ketika ia melihat wajah pria itu, ia tersadar pria itu memang laki-laki yang ia temui kemaren di depan kafe favoritnya. Setelah tak berkedip selama beberapa detik, ia mengambil beribu-ribu langkah untuk menjauh. Tapi terlambat, tangan besar pria itu telah mencengkram lengannya.

The Morning FogTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang