DUA

28 6 15
                                    

Setelah sekian lama hanya bertatap-tatapan, Sarah memecah kesunyian itu.

"Aku tahu ini gila! setelah aku memikirkannya beberapa kalipun, ini tetap tidak masuk akal. Tapi, tapi.. i, ini benar-benar mengusik pikiranku." Sarah terhenti, ia seakan ragu untuk mengucapkan kalimat setelahnya.

"Tidak kah kau mengenalku? Berhentilah untuk berpura-pura tidak mengenaliku. Itu menyakitiku." Hanya dengan satu tarikan nafas kalimat itu terucap. Sarah sengaja mengatakannya begitu cepat agar rasa malunya tak begitu terasa.

"What do you......" Gavin terheran.

"Oke! kau benar, aku ini memang aneh. Tak usah mempedulikan kata-kataku dan aku harap ini pertemuan kita yang terakhir kalinya. Bye!" Sarah menggunakan jurus andalannya lagi untuk menghadapi pria itu. Jurus seribu langkah. Dan kali ini, ia tidak boleh tertangkap.

'Oh shit!! Memalukan. Ia pasti menganggapku wanita aneh yang gagal move on.' Batin Sarah.

Wajah Sarah memanas akibat malu yang teramat sangat memalukan. Ia tak memiliki waktu untuk memikirkan langkahnya, pikirannya hanya terfokus dengan hal memalukan yang ia lakukan tadi, dan tanpa sadar ia menubruk pria jangkung nan besar yang memakai hodie hitam. Pria itu pun marah karena ransel hitamnya yang sepertinya sangat berat terjatuh.

"Matamu kau pakai untuk apa hah?" Pria itu melotot berang.

"Maafkan aku." Sarah membungkuk untuk membantu mengambilkan ranselnya. Tapi kemudian terhenti, indera pendengarannya menajam.

Tik.. Tik.. Tik..

Belum sepenuhnya mengerti apa yang seharusnya dilakukan, tubuhnya sudah terlebih dahulu terbanting ke belakang. Bokongnya membentur lantai begitu keras. Jantungnya berdetak sangat kencang dan nafas nya memburu. Jujur, saat ini ia sangat ketakutan.

"Ini bukan waktunya untuk mencampuri urusanku bukan? Larilah, selamatkan diri mu sebelum terlambat. Jika aku tahu kau mencampuri urasan ku, akan ku hancurkan kepala kecilmu itu."

Pria besar itu pergi ke arah toilet. Dan lagi-lagi ia tertubruk oleh seseorang. Gavin tak sengaja Menubruk pria besar itu.

"Apa sebaiknya aku congkel saja matamu?!!!"

"Maaf aku terburu-buru."

"Aku lepaskan kau kali ini, pakai mata mu lain kali, jika kau tak mau aku menyongkelnya!"

"Kau tak apa?" Gavin yang terlambat mengejar Sarah membantunya untuk berdiri.

Gavin memperhatikan Sarah dengan seksama, ia tak menjawab pertanyaannya. Wajah Sarah terlihat sangat tegang dan nafasnya sangat tak beraturan, tapi itu tak berlangsung lama, karena setelah perpindahan detik berikutnya Sarah sudah bisa mengendalikan nafasnya dan wajahnya pun terlihat sangat tenang. Matanya menatap Gavin tajam.

"Hey, are you okay?" Gavin mengulang pertanyaannya.

"Gavin, pria itu........" Sarah tak sempat menyelesaikan kalimatnya, Gavin dengan cepat telah meninggalkannya.

"Damn! kenapa aku tidak menyadarinya?" Gavin berlari mengejar pria besar itu.

*****

Kaki panjang Gavin sangat berguna dalam situasi seperti ini, ia tidak boleh terlambat sedikit pun. Toilet tinggal beberapa meter lagi di depannya.

Ketika Gavin menabrak pria besar itu, ia menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengannya, tapi wanita itu, Sarah, yang selalu lari darinya, mengambil alih perhatiannya. Sensor di dalam tubuhnya memang terlatih untuk mendeteksi sesuatu yang 'berbahaya' seperti ini. Profesinya sebagai detektif pun semakin menajamkan sensor dalam tubuhnya.

The Morning FogTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang