30. Tuduhan

33 15 33
                                    

Bagai patung yang berbentuk laki-laki muda, tubuh Axel mematung di tempat. Bagai lubang hitam yang mengajak siapa saja untuk masuk, manik mata Axel tidak pernah luput dari pandangan Aleah. Bagai es batu yang ditaruh di kulkas, tangan, tubuh, dan kaki Axel sangat dingin.

Axel meninggal.

Mulutnya terbuka lebar, membentuk huruf O. Jantung Aleah sempat berhenti berdetak satu detik. Kedua matanya tidak berkedip sekalipun. Pemandangan di depannya terlalu tiba-tiba untuknya.

"A-Axel?"

Tangan Axel bergerak sedikit. Tampaknya, cowok itu susah payah menggerakkannya. Mulutnya kaku membentuk kata-kata yang berusaha ia sampaikan. Tapi, percuma. Tidak dapat dimengerti Aleah.

Detik berikutnya, pandangan Aleah seluruhnya menghitam. Hanya berbagai suara orang berteriak histeris dan suara ambulan. Ia bisa merasakan tubuhnya digotong seseorang. Entah siapa itu.

*****

Apa hal terlucu di hidupmu? Sampai kemarin, Aleah menganggap hal terlucu di hidupmu itu saat Kent dan ia berdorong-dorongan di pinggir jendela rumahnya. Dan, akhirnya mereka sama-sama terjatuh menembus kaca jendela. Mereka kira mereka akan meninggal saat itu juga, tetapi mereka lupa kalau ada trampolin besar yang ditaruh tepat di bawah jendela kamar Aleah.

Alhasil, bukannya keringat dingin, tetapi mereka tertawa bersama.

Mungkin, kejadian yang barusan dijabarkan itu terdengar agak sedikit seram. Tetapi, dibandingkan dengan ini, Aleah mengakuinya kalau kejadian itu sangat bertolak belakang dengan kejadian yang barusan dialaminya.

Aleah mengerang kecil. Kepalanya masih sedikit pusing. Perlahan, ia bangkit dari tidurnya sambil terus memejamkan mata. Bisa ia rasakan kalau ada tangan seseorang yang menolongnya bangun.

"Aleah? Lo udah baikan?" Suara ini bukan suara yang diharapkan Aleah. Ini suara Kevin.

Aleah mengusap kepalanya. "Udah lumayan. Kok lo ada di sini?"

Kevin tersenyum pahit. "Tuh, si Aldo. Gue bilangin nih, padahal si Aldo tuh pengen ke sini nemenin lo. Tapi, ya gitu deh, gengsi lebih besar."

Aleah menahan tawanya. Ia yakin kalau Aldo pasti sudah menyuruh Kevin untuk tutup mulut di depannya. Tetapi, mulut Kevin yang selalu tidak bisa menjaga rahasia memberitahu Aleah soal ini. Aleah tidak bisa membayangkan bagaimana lucunya nanti kalau Aldo tahu Kevin membocorkan keberadaan dirinya.

"Dia lagi ada di depan." Kevin menunjuk ke arah pintu. "Mau gue panggilin, gak?"

Aleah mengangguk senang. "Mau."

Tidak butuh waktu lama, Kevin datang dengan Aldo. Dengan wajah kusutnya, Aleah sudah bisa menebak kalau Aldo sangat kesal sekarang. Lagipula, siapa suruh dia mempercayakan Kevin?

"Gue tinggal ya, bro. Jangan malu-malu. Cowok, bukan?" Ledek Kevin, sengaja memanas-manasi Aldo yang sudah panas.

Aldo duduk di kursi malas yang sudah tersedia di ruang UKS. Seharusnya, Aleah yang duduk di sana karena ia yang dalam posisi sakit. Bukan Aldo. Emang dasar itu cowok.

"Udah baikan?" Pertanyaan yang sama seperti Kevin, tetapi nada bicaranya yang berbeda. Aldo sangat dingin dan terkesan tidak peduli.

Aleah mengangguk lemah. Ini kenyataannya. Kenyataan kalau mereka saat ini sedang bertengkar. Dan, yang seharusnya marah adalah Aleah, bukan Aldo.

Aleah merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia tidak bisa marah? Kenapa ia selalu menggunakan nada yang lembut saat berbicara dengan Aldo? Beda sekali dengan Aldo yang acuh tak acuh. Aleah benci hal itu.

"Kalo lo tanya sekarang, apa gue sedih Axel meninggal? Jawabannya enggak." Aldo menyeringai. "Karena, dia emang pantes mati."

Bukan suatu hal baru bagi Aleah kalau Aldo tidak peduli dengan orang lain, kecuali kematian ibunya. Aldo memang begitu sifatnya. Tetapi, dengan begitu, Aleah tahu kalau Aldo tidak suka Axel. Otomatis, berarti Aldo tidak ingin Aleah berada dekat-dekat lagi dengan Axel. Lagian, Axel-nya udah mati.

"Gue tahu."

"Axel langsung dikremasi. Besok. Mau bareng gue?" Dan, satu lagi yang tidak disukai Aleah ketika Aldo sudah berbicara dengan nada dingin seperti ini.

Aleah menghela napas. "Iya, mau. Kalo lo nggak keberatan."

Respon Aldo terhadap jawaban Aleah tadi biasa-biasa saja. Padahal, Aleah sudah berkhayal kalau Aldo akan menghampirinya lalu mengacak-acak rambutnya dan berkata, "Gue gak akan keberatan kalau itu elo."

Emang sialan. Ekspetasi tidak pernah bersahabat dengan realita.

Aldo hendak pergi dari ruangan yang penuh dengan wangi obat-obatan ini. Tiba-tiba saja, langkah kakinya terhenti. Aleah bingung, entah karena dorongan apa, Aldo membalikkan tubuhnya dan menghampiri Aleah.

Mata Aleah terus bergerak mengikuti gerak-gerik cowok di depannya;hampir berair.

Tanpa diduga-duga, Aldo memeluk tubuhnya yang lunglai dengan erat. Tangannya mengusap punggung Aleah yang tertutup dengan rambut panjang Aleah.

"Jangan shock lagi. Dia udah pernah ganggu hidup lo. Mending, lo maafin dia terus lupain dia." Aldo melepaskan pelukannya, menyunggingkan senyum paling tulus yang dirindukan Aleah. "Masalah selesai."

Kemudian, Aldo melengos pergi setelah menyeka air mata yang jatuh dari bilik mata Aleah. Meninggalkan senyum di wajah Aleah.

Ternyata, realita itu lebih indah.

******

Karena beragama Buddha, Jenazah Axel langsung dikremasi esoknya. Aleah masih ingat jelas wajah dan tubuh Axel saat itu. Dan, tak dipungkiri lagi, Aleah masih sedikit shock. Ia tidak bisa membohongi Aldo. Wajahnya sangat pucat dan lebih pendiam.

"Do." Panggil seseorang.

Aldo menoleh. "Bener bukan lo, kan?"

Hanya terdengar helaan napas sebagai jawaban dari pertanyaan Evan tadi. Jujur, Aldo sudah lelah dengan semua tuduhan dan pertanyaan itu. Bukan, bukan, bukan.

"Bukannya gue gak percaya sama lo. Tapi, lo emang kesel sama Axel, kan? Jadi, gue cuma mau mastiin aja kalo bukan temen gue yang ngelakuin hal gila itu buat bunuh Axel."

Sejak berita kematian Axel, Aldo berubah menjadi sosok yang menyeramkan bagi sebagian siswa. Mereka menganggap kalau Aldo marah karena Axel yang belakangan ini sering mengantar Aleah pulang. Tidak lupa, Aleah juga kena rumor tak sedap ini.

Cowok itu tahu kalau Evan hanya ingin memastikan. Tetapi, terdengar seperti tuduhan yang sama seperti yang lainnya. Kuping Aldo sudah panas, tidak tahan lagi.

Masih bisa ditolerir kalau siswa-siswi hanya menuduhnya, tetapi ini Aleah. Gadis itu juga ikut terseret rumor ini. Lebih parah lagi. Ia disangka sebagai cewek yang manja, suka ngadu, jual mahal, kepolosan dan sebagainya. Gimana Aldo nggak marah?

Belum lagi masalah mereka berdua. Aldo belum sempat menjelaskan semuanya ke Aleah. Pasti Aleah masih tidak ingin dekat-dekat Aldo lagi. Ia akan takut kalau Aldo memanfaatkannya.

Padahal, realitanya tidak. Hanya si Axel yang berusaha mengadu domba mereka berdua.

Devil Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang