24. Kejadian Malam Itu

72 25 55
                                    

Tampak oleh Aleah kamar cowok itu yang berantakan. Pecahan barang-barang yang dirusakannya berserakan, bercak darah yang mulai mengering, dan barang lain yang berjatuhan. Aleah meringis. Sejak tiga hari yang lalu, Aleah putuskan untuk menjenguk Aldo setiap hari. Sudah tiga kali pula Aldo hanya diam mendengar tawaran makan Aleah, ajakan ngobrol Aleah, dan sebagainya.

Hari ini, yang keempat kali Aleah mendatangi rumah Aldo. Rasanya, ia ingin menyerah saja. Karena Aldo yang terus bersikap ketus padanya. Tetapi, dukungan teman-temannya dan ibunya semakin menguatkan tekadnya. Untuk mengembalikan dan membantu Aldo.

"Aldo. Lo udah makan?" Tanya Aleah, mendekat ke Aldo.

Aldo hanya diam saja. Menatap pigura yang berisi foto keluarganya. Keluarganya masih lengkap saat itu. Di pergelangan tangannya, ada bekas luka sayatan. Ia pernah mencoba untuk bunuh diri.

Aleah mengeluarkan tempat makan dari plastik hitam yang dibawanya. "Nih, gue bawa makanan buat lo."

Ia mulai membuka satu-persatu tutup tempat makan. Bisa dilihat oleh Aldo kalau makanan yang dibawa Aleah adalah makanan kesukaannya. Babi panggang. Tapi, selera nafsu makan Aldo sudah hilang sejak beberapa hari yang lalu. Ia tidak tertarik pada makanan yang selama ini telah berhasil menempati posisi satu makanan favoritnya.

"Gue suapin, ya." Aleah menyendokan sesuap nasi dengan babi panggang di atasnya ke arah Aldo. "Aaaa..."

Aleah tersenyum senang. Akhirnya, Aldo bersedia untuk membuka mulutnya. Paling tidak Aldo sudah makan. "Nah, gitu dong!"

Senyum Aldo yang terukir luas di wajahnya sangat dirindukan Aleah. Aldo hanya tersenyum kecil mendengar nada riang Aleah karena ia sudah makan.

"Guru-guru udah pada kangenin lo tau. Besok masuk sekolah, ya!" Bujuk Aleah. Berusaha untuk meyakinkan Aldo kembali sekolah.

Sayangnya, kata-kata Aleah tadi tidak dihiraukan oleh Aldo. Cowok itu hanya diam menatap wajah Aleah. Terserah apa kata guru-guru, mau mereka kangen atau apa, Aldo tidak lagi peduli.

Aleah mengartikan wajah Aldo sebagai tanda bahwa ia sama sekali tidak peduli. Ia harus ganti kata-katanya agar lebih menjadi penyemangat Aldo.

Kelima teman Aldo yang setiap hari datang ke rumah Aldo juga merasakan hal yang sama. Mereka dicuekin. Lebih parah dari Aleah. Yang selalu berakhir dengan helaan napas lelah mereka berlima. Aldo hanya tidak ingin diganggu siapa-siapa. Jika ia tidak ingin ditemani Aleah, apalagi kelima temannya.

"Aldo..." Aleah duduk berhadapan dengan Aldo saat ini. "Gue tau lo masih nggak mau orang-orang dateng ke sini. Gue tau lo sebenernya juga gak suka gue dateng."

Jeda sejenak. Aleah melanjutkan kalimatnya kembali, "Aldo, Orang yang keadaannya lagi sedih atau drop karena apapun itu ibarat benang kusut. Kalau dia nggak mau orang lain membantu dia buat membenarkannya kembali, itu benang nggak bakal lurus-lurus. Tapi, coba kalau dia membuka jalan untuk orang lain masuk dan membenarkan benangnya. Benangnya akan kembali lurus dan tidak kusut lagi."

Aleah menepuk pundak Aldo. "Sama kayak lo sekarang. Lo harus kasih kesempatan buat teman-teman lo, keluarga lo yang lain, dan... gue."

"Give me a chance to help you..."

Setelah mengatakan itu, Aleah bangkit berdiri dan meninggalkan Aldo yang masih butuh waktu sendiri lebih lama lagi.

******

Efek dari kata-kata Aleah kemarin sepertinya manjur. Siswa-siswi yang melihat sosok Aldo yang sedang melepas helm hitam dari kepalanya terkejut. Sementara orang yang menjadi pusat perhatian pada pagi hari ini biasa-biasa saja. Ia turun dari motor dan berjalan menuju sekolah dengan santai. Tidak ada senyum yang terpampang di wajahnya.

Devil Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang