Tak mudah menghentikan rumor yang telah terlanjut berkembang. Walaupun ia telah menceritakan kebenarannya pada Cecil, tak berarti semua tatapan aneh itu berhenti. Bahkan sekarang Brian tak lagi duduk dibangku samping Andra. Ada masalah apa sebenarnya dengan anak itu? Apakah ia benar-benar menganggap Andra aneh sehingga ia menjauh dari Andra sekarang?
Selentingan-selentingan itu kini berubah menjadi bisikan-bisikan yang bisa Andra dengar dengan cukup jelas. Bahkan beberapa anak tak segan untuk mengucapkan kata-kata yang sungguh menyakiti hati Andra.
Seperti kemarin, saat diruang melukis. Semua anak sedang sibuk dengan kanfas dan sebuah patung kepala seorang dewa. Salah satu teman Andra yang duduk disampingnya tiba-tiba saja berkata kasar pada Andra.
"Andra.. tak bisakah kau menghentikan sejenak suara mesin yang ada didalam tubuhmu. Itu sungguh menganggu, aku tak bisa berkonsentrasi menggambar jika kau terus saja mengeluarkan suara dentingan itu" celetuk salah satu teman sekelas Andra yang langsung mendapat tanggapan tatapan dan senyum sinis dari anak-anak yang lain.
Cecil yang juga mendengar perkataan Liem seketika bangkit dari tempat duduknya.
"Liem kau sungguh keterlaluan berkata seperti itu kepada Andra. Bukankah kalian sudah tahu kalau suara itu.."
"Cukup... kalian tak perlu bertengkar" Andra bangkit "Aku akan pergi kalau keberadaanku memang telah menganggu kalian" ucap Andra singkat, kemudian memereskan beberapa barang miliknya dan berlalu pergi.
Pikirannya bertambah kacau sekarang. Ia sama sekali tak pernah menyangka kalau akan mendapat reaksi yang begitu kasar dari teman-temannya. Bagaimana mereka tidak bisa mengerti dengan keadaan Andra sekarang. Terbuat dari apakah hati mereka?
Dalam situasi yang rumit seperti ini hanya ada satu tempat yang terlintas dipikirannya. Tanpa pikir panjang ia langsung bergegas menuju tempat parkir dan melajukan sepeda motornya keluar dari area kampus.
Hanya berselang 20 menit, jalan setapak yang menghidangkan pemandangan sungai yang tenang serta jajaran pohon cemara yang begitu kokoh berada dihadapannya. Setelah memarkirkan sepeda motor dan melepas helmnya, Andra duduk dengan wajah menengadah keatas. Ia menghirup udara sejuk ini dalam-dalam. Ahh... rasanya sedikit lebih baik sekarang. Dalam keheningannya sebuah suara rintihan membuyarkan lamunannya.
"Aww..." seorang gadis berambut panjang meringis kesakitan dengan kedua tangannya yang mencoba melepaskan rambutnya yang tersangkut dikawat pagar.
"Heyy... bisakah kau membantuku melepaskan rambutku ini?" pinta gadis itu.
Apa lagi sekarang. Andra benar-benar tidak ingin diganggu oleh siapapun, kenapa gadis gila ini tiba-tiba saja muncul disaat yang sungguh tidak tepat.
"Heyy... kenapa kau diam saja" teriak gadis itu lagi.
Dengan terpaksa Andra bangkit dan berjalan kearah gadis itu. Berdiri memandang gadis itu yang masih sibuk mencoba melepaskan rambutnya yang tersangkut. Walaupun pada awalnya ia sempat mendesah kesal tapi akhirnya Andra maju dan membantu gadis itu.
"Diamlah sebentar" kata Andra.
Tak sampai 1 menit, rambut lurus gadis itu berhasil terlepas dari jeratan kawat.
"Huhh... sakit sekali, rasanya seperti dijambak" kata gadis itu seperti sedang berbicara pada Andra. Namun sama sekali tak mendapat tanggapan dari Andra.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?' tanya gadis itu yang tiba-tiba saja ikut duduk disamping Andra.
Andra terkesiap "Aku tak melakukan apa-apa" jawab Andra singkat.
"Lalu kenapa kau sering sekali datang kesini? Bahkan beberapa kali aku melihatmu sedang mengintipku latihan" ujar gadis itu lagi.
Kali ini Andra mendadak tergagap. Ternyata keisengannya selama ini telah diketahui.
"Emm... itu karena permainan musikmu. Anggap saja aku melakukan itu karena aku menyukai permainan pianomu itu" kata Andra beralasan.
"Hemm... alasanmu bisa aku terima. Mulai sekarang aku akan menganggapmu sebagai fans ku" kata gadis itu, setiap gerak dan katanya terdengar selalu saja riang.
Sejenak mereka tenggelam kedalam kesunyian.
"Apakah kau juga kuliah disini?" tanya gadis itu memecah kesunyian.
"Apa?" tanya Andra seolah-olah ia tak mendengar ucapan gadis itu.
Gadis itu menoleh kearah Andra. Kedua matanya yang bulat menatap lekat wajah Andra, kali ini Andra benar-benar merasa gugup.
"Sepertinya aku belum pernah melihatmu sebelumnya, sepertinya kau tak berasal dari sini. Apakah kau dari kampus lain?" tanya gadis itu lagi.
"Emm... ya.. aku memang tak kuliah disini. Aku kuliah di Arusius Art " jawab Andra mendadak gugup.
"Benarkah? Bukankah kampus itu cukup jauh dari sini, bagaimana bisa kau menemukan tempat ini? Apakau kau mengikutiku?" sergap gadis itu.
Andra memandang aneh "Untuk apa aku mengikutimu, aku tak sengaja menemukannya. Apakah ini tempat mu, aku akan pergi jika keberadaanku disini telah menganggumu" ujar Andra.
Baru saja ia akan beranjak dari tempat duduknya, tangan gadis itu meraih pergelangan tangan Andra. Ada sebuah perasaan aneh yang tiba-tiba muncul. Seperti ada listrik yang mengalir didalam dirinya. Gelenyar-gelenyar aneh yang selama ini sering ia rasakan. Andra melihat kearah telapak tangannya yang telah terbalut sarung tangan. Ini aneh padahal ia telah menggunakan sarung tangan, tapi aliran listrik itu masih bisa ia rasakan.
"Duduklah..." pinta gadis itu "Kenapa kau mudah sekali tersinggung, aku hanya bertanya saja bukan bermaksud mengusirmu" kata gadis itu lagi.
Andra menatap aneh pada dirinya sendiri. Beberapa kali ia mengamati tangan kanannya yang tadi dipegang oleh gadis itu. Dan tak ada yang aneh disana. Sedangkan didadanya, ia tak merasakan sakit didadanya namun perasaan aneh ini benar-benar terasa tadi.
"Apa yang kau lakukan disini?" entah kenapa gadis ini begitu banyak bertanya, padahal ini adalah pertemuan pertama bagi mereka.
"Bukankah sudah kubiilang kalau aku hanya sedang duduk, dan menikmati pemandangan ini" jawab Andra mulai kesal.
"Apakah kau sedang ada masalah?"
"Apa?" Andra mengernyit
"Iya, kebanyakan orang akan menyendiri dan mencari tempat sepi seperti ini saat mereka sedang ada masalah. Mereka biasanya menenangkan diri dengan merenung ditempat sepi seperti ini. Apakah kau termasuk keadalam orang yang seperti itu?" tanya gadis itu lagi.
Andra menyunggingkan senyum kecut. "Apakah selain sebagai pianis kau juga memiliki profesi lain? Sebagai orang yang sok tahu dengan masalah orang lain contohnya" ujar Andra mulai tak ramah.
"Kau ini memang orangnya mudah tersinggung ya,ckckc" kata gadis itu berdecak, kemudian bangkit. "Baiklah sepertinya keberadaanku memang telah menganggumu, kalau begitu aku pergi dulu" tambah gadis itu lagi.
Namun baru beberapa langkah gadis itu menjauh, ia menoleh lagi kearah Andra. "Ohh.. iya, satu hal yang ingin aku sampaikan. Semua orang akan diterima disini, jadi kalau kau merasa tak diterima ditempat lain, kau boleh datang padaku. Aku selalu ada diaula, tempatku latihan itu, datanglah kesana" ucap gadis itu sambil memamerkan sebuah senyum simpul yang manis.
Gadis itu mulai menjauh, sampai akhirnya menghilang dibalik tembok sebuah bangunan bercat kuning. Andra menyunggingkan ujung bibirnya "Bahkan ia bisa melewati pagar itu tanpa tersangkut" ucapnya.
"Hah... bicara apa dia, kenapa tiba-tiba mengundangku ke tempatnya. Memangnya aku ini seperti orang yang dibuang?" kata Andra pada dirinya sendiri.
Entah kenapa kata-kata gadis itu begitu melekat diotaknya. Seperti sebuah pesan yang memang ditujukan untuknya. Gara-gara ucapan gadis itu Andra mulai merasa tidak nyaman duduk ditempat ini. Ia pun memutuskan untuk pulang sebelum hari benar-benar gelap.
ᴥ ᴥ ᴥ
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART BEAT
Teen FictionFoto rontgen itu menunjukkan ada dua buah titanium yang tertanam didalam katup paru-paru Andra, jadi disinilah sumber suara dentingan itu berasal. Andra meraba dadanya, bagaimana ini, apakah ia akan baik-baik saja setelah ini? Bagaimana jika dengan...