TWO

5.8K 832 16
                                    

Kubaluti tubuhku dengan mantel tebal berwarna hitam. Aku keluar dari gerbang besar itu dan segera membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk makan malam nanti.

Aku dengar kerabat Jungkook akan datang. Bagus, setidaknya rumah megah nan mewah ini sementara tidak sepi seperti yang kutemui. Hanya para pelayan yang meramaikannya.

Kumasukkan bahan-bahan itu ke dalam troli. Jika digabungkan seluruhnya sangat mahal, tapi jangan khawatir bila kau bekerja untuk Jeon Jungkook; apapun bisa dibeli dengan uang.

Supir yang mengantarku pun mengantarku pulang pada rumah megah yang akan kutinggali selamanya. Jungkook tidak mungkin melepaskanku, aku adalah propertinya.

Ia bahkan dapat berbuat semena-mena padaku. Ia bisa menyetubuhiku, menyuruhku lompat ke jurang, menyuruhku membunuh, atau aku yang dibunuh olehnya. Karena aku sepenuhnya propertinya, miliknya. Aku budaknya. Tapi, aku sangat beruntung ia belum pernah melakukannya padaku.

Dapur penuh dengan para pelayan yang berlalu lalang, mereka semua sibuk untuk malam nanti saat kerabat Jungkook datang.

Aku meletakkan barang belanjaan di dekat wastafel, sekaligus kartu kredit hitam yang kupakai untuk membayar seluruh belanjaan tadi.

Seseorang menepuk pundakku. Aku membalikkan tubuhku padanya. Ia adalah wanita yang kubantu tadi. Biar kutebak, apa dia ingin mengucapkan terima kasih?

"Mana belanjaannya?"

Aku memungutnya, lantas memberikannya.

"Terima kasih untuk tadi pagi," ucapnya tersenyum simpul dengan kerutan di bibirnya.

Dugaanku tidak salah, hanya sedikit terlambat.

Selang beberapa jam..

Gelak tawa yang menggelegar memenuhi ruang makan sampai ke setiap sudutnya. Aku membawa nampan berisi makanan serta minuman ke meja besar nan panjang itu. Lampu gantung bersinar terang menambah kesan mewah pada ruang makan ini.

Mereka bersulang, menikmati setiap kebersamaan yang terasa indah di mata. Keluarga.

Seketika aku rindu kakakku. Apakah dia baik-baik saja sekarang? Aku tak tahu, dan aku tak mau tahu. Tapi aku sangat merindukannya.

Hatiku masih sakit mengingat saat ia bahkan tidak melirikku di kala aku membutuhkannya.

Aku membawa nampan berisi kepiting rebus dan sausnya. Semua makanan ini membuatku tergiur. Kurasa aku harus segera makan saat acara ini selesai.

Nyaris nampan yang kubawa jatuh ketika seorang gadis yang terlihat lebih muda dariku beranjak dari duduknya, dan menabrakku.


"Maafkan saya," ucapnya sadar akan tindakannya yang tidak disengajakan, sembari membungkuk sembilan puluh derajat. Aku pun ikut membungkuk, tetapi lebih direndahkan.

Jungkook yang notabene duduk di samping gadis itu menoleh padaku. Aku memegangi leherku. Merasa tidak nyaman dengan tatapannya.

Segera kutinggalkan ruang makan dan pergi ke dapur. Benar, letak kedua tempat tersebut tidak digabungkan seperti rumah-rumah pada umumnya.

Kuambil segelas air, menghilangkan dahaga di tenggorokanku.

"Kenapa kau duduk duduk disini! Cepat bawa ini ke ruang makan!"

Aku mematuhi perintahnya, dan membawa nampan berisi makanan lainnya. Kami para pelayan pasti akan bekerja semalaman untuk membersihkan dapur serta ruang makan.

***

Kini dapur hanya kupijaki sendiri. Kantukku mendera, mulutku menguap lebar. Para pelayan lainnya sudah kembali ke kamar mereka.

Pada malam hari hanya para penjaga keamanan yang terjaga. Kuputuskan untuk segera tidur. Aku melangkahkan kakiku menyusuri koridor yang menuju Kamar Para Pelayan.

Langkahku terhenti ketika dari kejauhan aku mendapatkan seseorang berjalan sempoyongan. Itu Jungkook.

Pria itu seketika jatuh tak sadarkan diri, pipi bertemu lantai. Aku segera berlari kencang padanya. "Tuan? Tuan Jungkook?" tanyaku, mengguncang tubuhnya. Ia tidak menjawab. Kuangkat tubuhnya sekuat tenaga, dan mendapati wajah sang tuan rumah. Lengan kirinya kupikul, sedangkan tangan yang lainnya kugenggam erat. Mengapa tubuhnya sangat berat wahai Tuhan.


Hal ini sering terjadi pada Yoongi ketika ia keluar malam. Mabuk berat.

Tiba di depan kamar Jungkook, penjaga yang berbeda dari hari sebelumnya sontak terkejut melihat kami namun segera membukakan pintu untuk kami.

"Kenapa kau tidak membantuku?!" protesku marah pada mereka. Seharusnya mereka sadar bahwa Jungkook tidaklah ringan, dan aku menghabiskan banyak tenaga untuk mengangkutnya kemari.

"Kami tak mendapatkan izin untuk menyentuhnya." Setelahnya para penjaga menutup pintu kamar Jungkook.

Astaga! Yang benar saja! Jungkook bahkan tidak sadarkan diri bagaimana ia dapat memberi izin pada mereka.

Aku segera menidurkan Jungkook di ranjangnya, lantas kulepas sepatunya serta tuxedo hitam yang ia kenakan.

Kutarik selimut lebar itu untuk menghangatkan dirinya.

Lantas tiba-tiba genggaman hangat kurasakan di pergelangan tanganku. Jungkook sontak menyeringai padaku.

Apa ia tengah bermimpi?

Aku berusaha melepaskan genggamannya. Namun, ia malah mengeratkan genggaman itu.

"Jangan."

Apa ia sedang mengingau?

"Lepas saya, tuan," suruhku tegas.

Ia menggeleng pelan dan tersenyum lebar menampilkan deretan gigi putihnya layaknya anak kecil.

BRUG!

Dada bidang Jungkook tertindih oleh dadaku karena ia menarik tanganku! Ia memelukku erat, beda hal dengan aku yang kesulitan melepaskan pelukannya.

Ini sangat memalukan! Beruntung pintu kamar telah ditutup. Kalau tidak para penjaga akan berpikir yang tidak-tidak.

Selang beberapa menit. Mata Jungkook pun tertutup rapat, ia terlelap. Aku melepaskan rengkuhannya perlahan, sontak keluar dari kamar itu.

Tadi itu sangat memalukan. Tapi, tidak bisa dipungkiri kalau itu juga mendebarkan.

© chainsther

Stockholm SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang