Sudut Pandang Orang Ketiga
Pintu ruangannya terketuk. "Masuk!" teriak Jungkook yang tengah berkutat pada laptopnya, menangani urusan perusahaannya.
Pintu terbuka perlahan, nampak salah satu pelayan yang Jungkook tidak tahu siapa namanya. Jungkook menaikkan sebelah alisnya, bertanya-tanya dalam hati siapakah gerangan.
Pelayan itu melangkah mendekati meja kerja Jungkook dengan kepala yang ditundukkan. "Namaku Park Chaeyoung, Tuan. Aku ingin membicarakan tentang pembunuhan salah satu pelayan pekan lalu."
Jungkook sedikit tersentak. Tapi setelahnya alisnya menulik tajam. "Lanjutkan."
Chaeyoung menghela nafas. "Bukan Lisa pembunuhnya, aku bisa jamin itu. Malam itu aku haus, aku ingin minum, makanya aku pergi ke dapur. Pembunuhnya adalah seorang lelaki. Aku tidak bisa melihat wajahnya, karena waktu itu dia membelakangiku. Tapi, kalau dilihat dari tingginya, dia lebih tinggi dari Anda, Tuan."
Pelayan itu berhenti menjelaskan, yang mana mengundang kerutan di dahi Jungkook. "Itu saja?" tanya Jungkook.
Chaeyoung mengangguk pelan. "Hanya itu, Tuan. Kuharap informasi ini berguna."
Jungkook menundukkan kepalanya, berpikir sejenak. Jungkook kembali menegakkan kepalanya. "Bagaimana dengan seragam yang dia pakai?" tanya Jungkook.
"Soal itu, dia memakai mantel hitam yang menjulang sampai ke kakinya. Yang terlihat hanya rambutnya."
"Begitu rupanya," gumam Jungkook. "Pantas saja, saat menguji suara Lisa menggunakan alat itu, hasilnya dia berkata jujur," lanjut Jungkook masih dengan suara kecil, tapi Chaeyoung tetap bisa mendengarnya.
"Teruntuk hal ini, jangan beritahu siapapun. Termasuk Deulmi ataupun Lisa sendiri. Hal ini hanya aku dan kau yang tahu, selebihnya jangan. Kau mengerti?"
"Mengerti, Tuan."
Jungkook mengangkat kepalanya menatap Chaeyoung. "Baiklah, kau boleh pergi."
Chaeyoung membungkukkan badannya hingga punggungnya rata seakan bisa dijadikan meja. Gadis itu melangkah mundur dan keluar dari ruangan Jungkook.
***
Sudut Pandang Lisa
Puluhan pasang kaki berlalu lalang, suasana riuh pikuk, lalu disinilah diriku, tidak tau apa-apa dan hanya berdiri menatap pelayan-pelayan lain yang berebut berbaris. Sebuah kebetulan aku menemukan Chaeyoung ikut berbaris dengan pelayan-pelayan lainnya. Aku menghampirinya dan bertanya, "apa yang terjadi?"
Wajah Chaeyoung gembira bukan main. Dengan raut berseri-seri ia menjelaskan padaku tentang, "kau tidak dengar? Sebentar lagi pesta akan diadakan! Kita para pelayan akan menari di depan Tuan Muda! Bisa kau bayangkan itu? Oh, aku tidak sabar untuk hal itu."
Aku mencermatinya dengan seksama. Namun, aku merasakan sesuatu yang janggal. Suatu rasa aneh yang bergejolak di kalbuku. Aku tidak suka perasaan ini, aku merasa tidak nyaman.
"Lalu untuk apa kau berbaris?" tanyaku.
"Untuk mendapatkan gaun pesta, tentu saja!"
"Apa ini gratis?"
"Iya! Pembagian ini diperuntukkan untuk para pelayan! Kau harus ikut juga!"
Aneh sekali, kenapa tiba-tiba Jungkook mengadakan pesta secara tiba-tiba? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa aku merasa menjadi satu-satunya orang yang tersesat di sini?
Begitu banyak pertanyaan, berhimpun di pikiranku, sehingga aku tidak menyadari bahwa kedua tungkaiku sendiri membawaku masuk ke dalam barisan. Entah kenapa, entah bagaimana, aku mengikuti kemana kaki ini ingin membawaku pergi.
Lalu kenapa aku ikut antusias akan hal ini? Melihat fakta bahwa seumur hidup aku tak pernah seantusias ini. Tidak bahkan di hari ulangtahunku sendiri, atau ketika mendiang ayah dan ibuku merayakan hari pernikahan mereka, sebelum mereka tiada.
Ketika diri tidak pernah menampakkan bahagianya di hari-hari penting orang terdekat, tapi hal sepele yang bersangkut dengan Jungkook? Aku menyukainya. Ini terasa salah, karena aku seperti jatuh ke lubang dasar laut paling dalam, sampai-sampai cahaya matahari pun tidak mampu menggapai dasar tersebut.
Tapi, aku tetap menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stockholm Syndrome
Fanfiction[ WRITTEN IN INDONESIA ] [ RESMI TIDAK DILANJUTKAN ] Sindrom Stockholm adalah respon psikologis dimana dalam kasus-kasus tertentu para sandera penculikan menunjukkan tanda-tanda kesetiaan kepada penyanderanya tanpa memperdulikan bahaya atau risiko y...