Seperti angin yang tidak pernah berhenti bergerak, Reon terus menyunggingkan senyum lebarnya tanpa niatan melunturkannya sedikitpun. Hari ini Reon benar-benar gembira dengan rencana yang akan ia lakukan nanti. Oh, Reon bahkan sudah membuat jadwal apa saja yang harus ia lakukan nanti saat di luar kerajaan. Menyapa warga desa, bermain dengan anak-anak desa, mengembara, bertani bersama, mengalahkan para bandit dan yang paling Reon senangi adalah menemukan calon ratunya. Bahkan tanpa sadar Reon semakin mengembangkan senyum bahagianya.
"Kau kenapa, Reon?" Suara Alex seketika membuyarkan semua imajinasi liar Reon.
Senyum bahagia yang sejak tadi Reon pasang seketika berubah menjadi tatapan kesal.
"Tidak ada," jawab Reon datar.
Alex mengernyit, ia merasa ada yang tidak beres dengan putra satu-satunya itu.
"Apa yang sedang kau fikirkan, hm?" Sekali lagi Alex bertanya.
Reon menghembuskan napasnya pelan lalu berujar, "Ayah menggangguku."
Alex semakin mengernyitkan alisnya. "Memang apa yang Ayah lakukan?"
"Lupakan saja."
Dari arah belakang mereka berdua, Liliana datang bersama seorang pria.
"Paling dia sedang memikirkan seorang wanita," celetuk Liliana.
"Aku tidak memikirkan wanita, Ibu!"
"Benarkah?" Liliana menaik turunkan kedua alisnya.
Reon mendengus. "Terserah," ujarnya.
"Oh iya, Reon, perkenalkan." Liliana menarik pria yang ada di belakangnya. "Ini Darren, penerus alpha Ken, pack Guilder. Lebih tepatnya dia teman masa kecilmu."
Darren tersenyum.
Reon menaikkan sebelah alisnya. "Teman masa kecilku?" Pandangannya meneliti dari ujung rambut hingga ujung kaki Darren.
"Jangan bilang kau lupa padaku, Reon." Darren bersidekap. Reon semakin menaikkan sebelah alisnya.
"Sialan, kau benar-benar lupa padaku pangeran dungu."
Ah, Reon ingat dengan panggilan itu.
Reon menyeringai. "Aku tidak mungkin melupakan anjing bodohku ini."
"Sialan kau."
Reon tertawa. Sudah lama ia tidak menggoda teman srigalanya itu.
"Jadi apa kalian sudah siap?" Alex tiba-tiba menimpali.
"Jika yang Mulia maksud itu adalah pergi mengembara mencari seorang wanita untuk pangeran dungu ini maka aku siap." Darren mengangguk-anggukkan kepalanya.
Wajah Reon memanas. Yang dikatakan Darren lebih terdengar seperti tidak ada wanita yang mau dengannya. "Sialan kau anjing bodoh!" umpatnya dalam hati.
"Kalau begitu pergilah." Lagi-lagi Liliana berceletuk.
"Apa?"
"Bukankah tadi kalian bilang sudah siap? Maka pergilah, tunggu apalagi?"
Mata Reon memicing. "Ibu sangat ingin aku pergi?"
"Ibu hanya tidak sabar bertemu menantu Ibu." Liliana tersenyum manis.
Hati Reon mulai terusik. Ia tahu ada maksud lain di dalam senyuman manis itu.
"Ya sudah, kami pergi sekarang." Reon mengambil tas lapuknya lalu menyampirkan di salah satu bahunya.
"Ingatlah, Reon, kau sudah bukan seorang pangeran lagi ketika kau keluar dari istana ini." Alex berujar seraya menyentuh bahu kiri Reon.
Reon tersenyum. "Aku mengerti, Ayah."
KAMU SEDANG MEMBACA
LELION : Legenda Perang Pertama
FantasyTrilogi #1 Disaat peperangan hampir terjadi, cinta justru membuat peperangan itu semakin membesar. Sesuatu yang seharusnya berpisah justru menyatu. Sesuatu yang seharusnya berhenti justru terus melanjut. Dan sesuatu yang seharusnya tetap hidup justr...