Chapter 2

18 15 7
                                    

"Tidak ada cara lain Yang Mulia! Sudah cukup kita berdiam diri saja seperti ini." Wajah pucat Lucas berubah menjadi merah padam menahan amarahnya yang sudah ia tahan selama ini. Alex tetap tenang di tempat singgasananya tanpa menghiraukan dengan serius ucapan si penasihatnya tadi.

"Yang Mulia, dengan segala hormat yang kumiliki, aku mohon lakukan sesuatu. Jika kau terus berdiam diri seperti ini, mereka akan semakin membabibuta. Sudah banyak korban yang berjatuhan, perlu berapa korban lagi hingga kau sadar." Lucas tertunduk melemas. Ia tidak peduli dengan ucapannya tadi yang terdengar kasar. Yang ia pikirkan hanyalah rasa sakit ini yang ia rasakan setiap saudara-saudara serasnya yang jatuh berguguran. Sakit, benar-benar sakit.

Alex tersentah. Ia tau apa yang sedang Lucas rasakan sekarang. Alex pun sama merasakan perasaan sakit itu, namun apa yang dapat ia lakukan?

Alex semakin gusar dengan situasi seperti ini. Ia merasa tidak berguna menjadi seorang raja, namun di sisi lain ia merasa berdiam diri adalah jalan terbaik yang bisa ia pilih.

"Ku harap kau mengerti. Kita tidak mungkin menghancurkan mereka. Ras Demon adalah salah satu dari tiga ras utama. Jika kita membuat mereka punah, maka keseimbangan dunia akan rusak dan Tuhan akan sangat marah besar pada kita. Kau tahu Lucas, kaum dewa di turunkan ke bumi untuk menjaga, bukan memusnahkan," ujar Alex pelan. Lucas menunduk dalam. Dia semakin merasa tidak berguna menjadi sang penasihat raja. Bukannya membantu rajanya mencari jalan keluar ia malah membuat sang raja semakin bingung dengan pilihan jalannya sendiri.

Alex mendesah kasar. Jika seperti ini situasinya sama saja ia berada di antara jurang dan lahar. Ia akan mati jika maju ataupun mundur. Tidak ada pilihan yang bisa membuat rasnya hidup aman dan damai. Seolah Tuhan memang memaksa mereka agar segera meninggalkan dunia.

"Maafkan hamba, Yang Mulia, hamba terlalu cemas dengan situasi ini. Hamba takut jika ramalan itu benar-benar terjadi, ramalan akan kehancuran seluruh kaum dewa. Hamba takut ramalan itu terjadi karena ulah para demon." Lucas semakin menundukkan kepalanya dalam. Rasa takut, cemas, dan rasa kekhawatirannya sudah tidak mampu dia sembunyikan lagi. Keringat dingin bercucuran dari pelipis wajahnya. Aura kepemimpinan Alex yang berkuar membuat rasa takut Lucas semakin besar.

"Kirimkan pesan pada setiap pemimpin ras, terutama tiga ras utama dan ras kaum dewa lainnya. Kita akan melakukan perundingan dan meminta bantuan pada mereka. Kirimkan melalui telepati, kita akan melakukan perundingan itu nanti malam. Di sini." Lucas mengangguk patuh dan berlalu pergi meninggalkan Alex.

Lagi-lagi Alex mendesah kasar. Ia jadi teringat tentang seorang kakek tua yang tiba-tiba ada di dalam istananya. Berambut panjang putih dengan jubah hitam rusak yang ia kenakan. Melangkah perlahan mendekati Alex yang sedang duduk tenang di tempat singgasananya. Kabut hitam tiba-tiba keluar dari sela jari keriputnya. Menutupi semua pengawal Alex yang tadi menodongkan tombaknya pada sang kakek. Seketika semua pengawal itu terjatuh tak sadarkan diri. Menyisakan sang kakek tua itu dengan Alex yang masih tenang di tempat singgasananya.

"Kau tidak pernah berubah, Lucian." Alex berujar seraya turun dari tempat singgasananya.

Seulas senyum tipis tercetak di wajah keriput sang kakek. "Tentu, kau juga tidak pernah berubah. Tenang namun ceroboh seperti dulu." kakek tua yang tadi dipanggil Lucian itu menarik kembali kabut hitam yang tadi sempat ia keluarkan. Menyisakan para pengawal yg tergeletak tidak sadarkan diri di lantai.

"Hm, Kurasa begitu. Ada apa kau kesini? Sedikit aneh jika seorang pria tua yang dijuluki pria dingin penuh dengan misteri memasuki kerajaanku hanya untuk berkunjung saja."

"Aku membuat kerusuhan apa kau tidak lihat?"

Alex mengedarkan pandangannya. Melihat kembali para pengawalnya yang masih tergeletak di lantai.

LELION : Legenda Perang PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang