Sudah tengah malam, tapi aku masih terjaga. Mataku masih sigap memperhatikan tiap kata dalam buku kecokelatan yang terbuka lebar dihadapanku. Tiap kalimatnya seolah membuatku masuk ke dalam cerita, atau memang itulah yang selalu kurasakan tiap membaca buku.
"Menarik," tiada habisnya pujian ku lontarkan pada buku itu. Suasana malam yang sepi ditemani suara dentingan jarum jam, entah kenapa terasa semakin berisik. Mungkin karena kesunyian yang terlalu mencekam.
Lima belas menit berlalu, aku menutup buku itu. Bukan karena berpikir sudah saatnya untuk tidur. Tapi karena sudah benar-benar selesai membaca.
Ku lirik jarum jam. Pukul 01.30, sudah begitu malam. Mungkin sebaiknya aku tidur apalagi besok sekolah. Aku juga tidak sabar menunjukkan sensasi buku ini pada temanku.
***
"...Rius, Darius!" Suara yang kurasa dari balik pintu terdengar keras, suara yang di dalamnya terdapat setitik kemarahan dibalut rasa cemas itu semakin terdengar jelas.
Perlahan ku buka kelopak manik biru milikku ini, "Sebentar..," kepala rasanya begitu berat untuk diangkat. Medan gravitasi kasur begitu kuat menarik bak magnet negatif dan aku sebagai magnet positifnya, sulit dipisahkan.
"Ini sudah mau jam tujuh nak," Suara itu kembali terdengar, kini aku semakin yakin. Itu suara ibu ku. Jelas sekali. Dan apa katanya tadi? Jam tujuh?
Sontak aku melompat dari kasur, semuanya kini tergambar jelas di mataku. Tentang cahaya di balik tirai jendela yang terang benderang seolah mampu menembus tirai, untuk mengalahkan terangnya lampu kamarku.
"Darius! Mau sampai kapan kamu tidur!" Gedoran semakin kuat, karena tidak mau pintu kamar berlubang, aku segera membukanya. Kuputar knop pada pintu bercat putih bersih dengan nuansa klasik dengan kuncinya tentunya, lalu membiarkannya perlahan terbuka. Kulihat ibu menatapku dengan tatapan kesal, wajar saja ini karena aku bangun terlambat lagi.
"Kamu, katanya gak bakal bangun telat lagi! Siap-siap sekarang!"
Ibu mengucapkan kalimat itu lalu meninggalkanku yang masih mematung untuk kembali kedapur, aku mengacak-acak belakang rambutku lalu kembali masuk ke kamar yang tentunya untuk mandi bukan tidur kembali, di rumahku setiap kamar ada kamar mandi jadi tidak perlu repot-repot untuk saling mendahului, setelah bersiap aku segera menyiapkan kendaraan menuju sekolah.
***
Mobil hitam andalanku melaju cepat ke arah gerbang. Aku memang sudah bisa mengendarai mobil sendiri, jadi kupikir aku tidak perlu terus-terusan merepotkan orang tua ku. Walau tanpa SIM, ilegal memang, tapi begitu aku tujuh belas tahun nanti akan langsung kubuat kok. Lagipula itu setahun lagi.
Setelah turun dari mobil, aku berlari cepat ke kelas agar dapat mendahului bel sekolah, tepat ketika aku selesai melangkahkan kedua kaki di pintu kelas, bel berbunyi.
Ku seka keringat di dahi sambil berjalan tenang menuju kursiku. Aku tidak memiliki teman sebangku, bukan hanya aku. Semua murid di sekolah ini, wajar saja kursi yang dipakai sekolah kami kursi yang tergabung dengan satu meja sekaligus. Di samping kursi ku terlihat jelas wajah perempuan yang sudah tidak asing lagi tentunya, tampak sedang membaca buku. Dilihat dari buku yang berdiri di depannya dan dia yang menunduk aku jadi meragukan sesuatu.
"Yuuki," aku menegurnya sambil menarik buku itu, yang tanpa kusadari mendorong pena yang ada di depan Yuuki. Dan jangan heran dengan namanya yang terlihat seperti nama orang Jepang, karena dia memang keturunan Jepang. Sedangkan aku sendiri keturunan Inggris. Sekolah kami ini memang menerima murid dari berbagai negara, karena bertajuk internasional pelajaran di sini juga menggunakan bahasa Inggris. Masuk ke sekolah ini pun tidak dilihat dari nilai raport tapi test tertulis yang didampingi dengan empat pengawas di setiap sudut ruangan juga beberapa test secara lisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Book
AdventureMaukah kau mengetahui rahasiaku yang satu ini? Tentang aku dan temanku yang pernah kembali ke masa lalu, kemudian melihat sesuatu yang kini hanya ada di buku, menjelajah waktu yang bukan dengan mesin waktu atau sejenisnya. Tapi sebuah buku tua, buk...