Yuuki membelalakkan matanya, tidak percaya akan apa yang baru saja aku ucapkan. Aku sendiri pun tidak percaya bisa mengatakan hal tersebut, tapi kalau lapar mau tidak mau kita harus berburu, karena ini alam liar bukan perkotaan, dimana kita bisa membeli makanan cepat saji di restoran. Apalagi kita tidak tahu banyak tentang hutan ini, jadi kita perlu bantuan Ki.
"Boleh saja, tapi sepertinya kalian bukan pemburu," Ryo menaikkan kedua alisnya.
Aku dan Yuuki mengangguk bersamaan, ucapan Ryo memang benar. Kami hanya pelajar disalah satu kota besar, jadi tidak tahu tentang cara berburu. Ryo menghela nafas, sesaat kemudian mengangguk setuju. Kurasa dugaan ku benar, Ryo orang baik-baik. Lihat saja kita baru berjumpa beberapa menit yang lalu, dan sekarang dia mau membantu kami mencari makan. Tidak salah aku mencoba bersekutu dengannya.
Ryo berdiri lalu menghentakkan tombaknya kemudian berkata, "Ikuti aku."
***
Kami telah berjalan menyusuri hutan sekitar lima belas menit, dan belum menemukan apapun. Jujur, ada rasa senang karena kami tidak menemukan hambatan seperti dinosaurus yang berlalu kemudian mencoba mengacau atau sejenisnya. Tapi, ada rasa kecewa juga karena binatang buruan kami belum menampakkan diri sedari tadi. Sementara kaki kami sudah mulai terasa pegal, mengingat aktivitas kami yang kebanyakan berlari dari awal tiba di hutan ini hingga sekarang.
Aku menghela nafas panjang, ingin rasanya segera mengambil posisi duduk. Namun, mengingat Yuuki dan Ryo masih berjalan tanpa terlihat kelelahan sedikitpun rasa enggan seolah muncul.
"Ryo, apa masih jauh?"
Ryo menghentikan langkahnya saat mendengarku mulai membuka topik, dia menatapku sebentar lalu menggeleng. Aku mengangguk dan dia kembali berjalan. Aku dan Yuuki masih mengekorinya dibelakang, sambil berharap menemukan binatang buruan tentunya. Apapun itu, rusa misalnya.
Sesaat kemudian Ryo tiba-tiba menghentikan langkahnya, begitupun aku dan Yuuki. Ada suara gemerisik di salah satu pohon yang berada tepat di depan kami, Ryo melirik kearahku dengan tatapan bingung, seolah bertanya tentang pemilik suara gemerisik itu. Aku hanya mengangkat bahu tanda tak tahu.
Ryo memberanikan diri menghampiri asal suara, mendekati pohon itu tepatnya. Mungkin dia kira itu suara binatang buruan yang sedang bersembunyi. Tapi jujur saja, aku khawatir itu bukan seperti yang kami harapkan. Mengingat sedari tadi sebelum bertemu dengan Ryo, ada banyak dinosaurus. Tidak menutup kemungkinan kalau suara itu juga bisa jadi salah satu diantara mereka.
Aku menelan ludah, saat Ryo sudah semakin dekat dengan pohon itu. Ryo mengangkat tombaknya bersiap bila kemungkinan buruk yang terjadi. Yuuki tampak sedikit memundurkan langkahnya dia terlihat cukup waspada. Ingin rasanya melarang Ryo melakukan tindakan berbahaya itu tapi mengingat tadi dia menepuk-nepuk dada sambil mengangguk, kurasa dia menyuruh kami untuk mempercayakan suara gemerisik itu padanya. Kami ingin menyela tapi dia keburu mendekati asal suara itu.
Ryo menatap kami, gerak bibirnya menandakan kata seperti, 'kuhitung ya, tigaaa ... duaa ... sa-'
Brak!
Alih-alih menyelesaikan hitungan, Ryo justru terhuyung jatuh kebelakang, makhluk pemilik suara gemerisik itu menyeruak keluar dari pohon secara tiba-tiba. Aku dan Yuuki tersentak. Seekor ...rusa.
Beruntung sekali, bukan hanya karena bukan makhluk buas yang keluar tapi juga calon hidangan kami yang datang. Ryo langsung mengambil posisi berdiri secepat mungkin lalu mengejar rusa itu.
"Halangi dia!" Ryo berteriak kearah kami yang hanya dijawab dengan anggukan juga tindakan tentunya.
Aku dan Yuuki menghalangi rute pelarian rusa tersebut. Ryo mempercepat larinya, sesaat kemudian dia telah melemparkan tombaknya kearah rusa yang mulai terlihat ketakutan tersebut. Semua itu ditandai dengan tidak tentunya arah lari si rusa.
Jleb!
Tepat sasaran. Rusa itu perlahan terhuyung jatuh tanpa melakukan perlawanan berlebih. Darah segar mengalir dari punggung rusa yang sudah berlubang akibat tombak tajam milik Ryo tersebut. Mata rusa itu mengerjap sesaat, lalu menutup. Yuuki tampak mengalihkan pandangannya melihat rusa yang harus merelakan hidup demi menjadi santapan kami.
Ryo berjalan mendekati rusa tersebut lalu mencabut tombaknya, dia menghentakkan tombak agar sisa darah tidak terlalu banyak pada mata tombaknya. Setelahnya dia menatap kami berdua kemudian menatap rusa itu. Tatapannya terpaku sesaat di rusa yang sudah tidak bernyawa itu tampak rasa bersalah terpancar, namun dia segera menatap kearah lain lalu berucap, "Bawa dia ke air terjun tadi."
Aku mengangguk dan mengangkat rusa itu. Yuuki menghampiriku mencoba membantu. Namun, aku menggeleng. Wajar saja, dia terlihat tidak sanggup begitu, bagaimana mungkin memaksakan diri untuk ikut membantu mengangkut rusa ini. Apalagi darah rusa ini masih kian mengalir, lihat saja tanganku sudah sedikit terkena olehnya.
"Biar aku saja," Ujarku dengan mantap.
Yuuki menggeleng dan tetap memaksakan diri. Dia ini memang keras kepala, daripada berdebat dengannya yasudahlah biarkan saja.
Ryo berjalan di depan kami, langkahnya santai. Sesaat kemudian, kami sampai di air terjun. Aku dan Yuuki meletakkan rusa tersebut, Ryo berlari kearah air terjun lalu membasuh tombaknya yang masih sedikit menyisakan lumuran darah.
"Mau diapakan rusa ini?" Aku menatap Yuuki dan Ryo bergantian.
Ryo sudah selesai membasuh tombaknya lalu menghampiri kami, "Terserah kalian. Itu kan santapan kalian."
Dia menyerahkan ujung tombak cadangan yang tadi diambilnya di bebatuan belakang air terjun. Yuuki mengambil ujung tombak itu lalu berucap,
"Aku akan memasaknya."
Aku menatap Yuuki heran, begitupun dengan Ryo. Kami sama-sama heran, tapi satu hal yang pasti. Hal yang kami herankan sudah pasti berbeda. Aku heran karena tidak menyangka Yuuki bisa memasak, sedangkan Ryo kurasa karena dia tidak mengerti maksud dari kata 'memasak'.
"Ha-?"
Benar saja. Lihat dia sudah mulai tampak bingung. Yuuki menghela nafas lalu menjelaskan padanya maksud dari kata 'memasak'. Setelah dia selesai menjelaskan, Ryo mengangguk-angguk paham. Aku pun berucap, "Kau bisa memasak?. Tapi tunggu, dari mana kita mendapatkan api?"
Yuuki menatapku tajam, mungkin merasa diremehkan akan pertanyaan pertamaku. Tapi serius, aku tidak bermaksud meremehkan atau sejenisnya. Aku benar-benar tidak tahu dia bisa memasak.
"Tentu saja. Kalau soal api, kita bisa menggesekkan batu yang bisa menghasilkan api kan?" Yuuki melirik Ryo seolah ingin menyampaikan pesan tersirat padanya.
Ryo berjalan kesalah satu pohon dan mengambil bebatuan di bawahnya lalu menyerahkannya pada Yuuki, "Batu itu bisa menghasilkan api. Kuharap kau menggunakannya dengan baik, batu seperti itu tidak gampang ditemukan."
Yuuki mengangguk paham, aku pun begitu. Hidup di alam liar terutama masa lalu amat sangat merepotkan, berkali-kali aku menghela nafas mencoba sabar menghadapi semua rintangan ini.
Ryo tersenyum lalu duduk disalah satu batu besar dekat air terjun, aku menghampirinya. Membiarkan Yuuki sendirian dengan olahan makanan di depannya.
Aku duduk di tepi air terjun, kulirik tanganku. Baru kusadari aku belum membasuh tangan yang habis terkena aliran darah rusa tadi. Segera kubasuh kedua tanganku hingga bersih. Air bekas siraman tanganku berwarna kemerahan karena tercampur darah tapi karena ini air terjun, air kemerahan itu segera berlalu dimakan arus dan air terjun ini kembali jernih. Aku membasuh mukaku agar merasa lebih segar. Ryo sedari tadi tampak melamun sambil menggosok gagang tombak andalannya. Apa yang dipikirkannya?
"Ryo?" Aku menepuk pelan pundaknya, tapi dia tidak mengindahkan perlakuanku sama sekali. Aku menepuknya sekali lagi.
Dia tersentak, "Ya?!"
Aku mengambil posisi duduk disebelahnya, lalu mulai bertanya, "Apa yang kau pikirkan?"
... to be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Book
AdventureMaukah kau mengetahui rahasiaku yang satu ini? Tentang aku dan temanku yang pernah kembali ke masa lalu, kemudian melihat sesuatu yang kini hanya ada di buku, menjelajah waktu yang bukan dengan mesin waktu atau sejenisnya. Tapi sebuah buku tua, buk...