Giganotosaurus Carolini menyambar salah satu dinosaurus yang tidak sempat melarikan diri, dia menggigit lalu mengoyak kulit atas kepala dinosaurus itu dengan kasarnya. Darah mulai mengalir keluar, menodai jernihnya air danau. Sedangkan sebagian yang telah melarikan diri, seolah membuat gempa yang cukup kuat karena gerakan yang begitu gegabah, rasanya jika lengah sedikit saja, aku akan terlempar entah kemana.
Suara erangan yang terdengar bagai dapat memekakkan indra pendengaran berikut mampu mengiris hati. Kami berjalan mundur perlahan lalu mulai berlari.
Secepat mungkin, seolah tidak ada lagi hari esok. Jantungku berdebar kencang, nafasku juga mulai tidak beraturan karena berlari begitu cepat.
Rasa takut menyergap menegelamkanku dalam gelapnya lautan keputusasaan. Satu-satunya yang bisa kulakukan sekarang hanyalah berlari sekuat yang kubisa.
Tanganku ditarik tiba-tiba kearah kanan, aku tersentak karenanya hingga hampir tersandung untungnya refleksku lebih bagus dari yang kukira.
Kulihat sang empunya tangan yang menarikku, Yuuki. Dia tampak kelelahan juga.
"... sudah, kita sudah cukup jauh." Yuuki memegangi lututnya dia setengah menunduk sambil mengatur nafas.
"Tadi ... Giganotosaurus Carolini?" aku menatap Yuuki cemas.
"Ya, tempat ini berbahaya, kita harus pergi dari sini. Secepatnya."
Aku menghela nafas, "Aku tahu, tapi caranya?"
Yuuki tampak berpikir sebentar lalu mengambil posisi duduk di atas rerumputan itu seraya mengusap pelan dahinya. Sedetik kemudian dia menggeleng.
Aku yang masih dalam posisi berdiri mendongakkan kepala ke langit. Langit terlihat begitu cerah dan tenang, tidak ada lagi burung yang berterbangan tanpa arah seperti saat kejadian tadi, semuanya berangsur-angsur tenang. Kurasa pembantaian yang dilakukan Giganotosaurus Carolini telah berakhir.
Aku menghela nafas panjang. Sesaat kemudian aku merasakan tepukan pelan pada bahu kann ku, tentu saja aku tahu itu Yuuki. Memangnya siapa lagi manusia selain aku di sini? Aku menyampingkan badanku ke arahnya.
"Ada apa?"
Yuuki mengarahkan jari telunjuk pada mulutnya, mengisyaratkan ku untuk diam. Kemudian dia mengarahkan manik hitamnya pada arah kiriku, sontak aku melihat ke arah yang dia maksud dengan kebingungan. Ada sekitar lima Velociraptor tidak jauh dari kiriku. Velociraptor, dinosaurus dengan tinggi sekira-kiranya satu meter dengan cakar besar berbentuk melengkung itu berdiri saling menggerubungi dan menundukkan kepala seolah sedang memangsa sesuatu.
Velociraptor memang kecil mengingat besarnya dinosaurus lain, meskipun begitu mereka cukup pintar dibanding dinosaurus lain makanya dapat bertahan di alam liar ini. Walau kadang mangsa lebih besar dari mereka, itu tidak sama sekali menyurutkan niatan mereka untuk menyerang. Lagipula mereka selalu berkelompok makanya mereka begitu berbahaya. Setelah terbebas dari Giganotosaurus Carolini kini dengan Velociraptor?!
Aku melirik kearah Yuuki, dia mengangkat tangannya sambil menunjuk-nunjuk kearah lain, mungkin mengisyaratkan untuk melarikan diri. Aku mengangguk paham lalu mulai berjalan mengikutinya.
Krek!
Tanpa kusadari, aku telah menginjak sebatang ranting. Kini para Velociraptor itu mendongakkan kepalanya lalu melihat kearah kami, menuju sumber suara. Aku menelan ludah, kulihat Yuuki menatapku dengan raut kesal sambil menepuk pelan dahinya sendiri.
Velociraptor itu perlahan mulai mendekat. Yuuki menarik tanganku, lalu kami mulai berlari kencang menghindari makhluk itu. Kecepatan lari Velociraptor cukup berbahaya, dalam waktu singkat mereka sudah memangkas jarak dengan kami. Apalagi kondisi kami yang masih begitu kelelahan sehabis berlari menjauh dari Giganotosaurus Carolini. Kalau begini terus bisa-bisa Velociraptor itu mencapai kami.
Aku semakin mempercepat lariku seraya menyambar ranting di salah satu pohon. Kemudian melemparkannya kearah Yuuki, dia menangkapnya lalu mengangguk. Tampaknya Yuuki paham maksudku, untuk menggunakan ranting itu kalau Velociraptor semakin mendekat. Velociraptor itu sama sekali tidak memperlambat larinya demi mencapai kami. Dia juga mengeluarkan suara yang begitu mengusik indra pendengaran.
Sedetik kemudian, tiba-tiba salah satu Velociraptor melompat kearahku. Kemudian mencoba mencakarku dengan cakar lengkung tajam miliknya, tapi aku tidak semudah itu dapat dilukai. Kutepis Velociraptor itu dengan rantingku, hingga makhluk itu terpental cukup jauh. Tapi rantingku kini patah, mengingat ranting yang cukup rapuh dan Velociraptor yang lumayan berbobot.
Segera kupatahkan lagi salah satu ranting pohon sebagai alat pertahanan sementara. Kulihat Yuuki juga melakukan hal yang sama pada Velociraptor yang mencoba melompat mendekatinya, seraya mempercepat lari kami.
Kini tersisa tiga ekor Velociraptor yang masih teguh mengejar kami, tidak mudah menyerah juga makhluk ini. Salah satu Velociraptor tidak kusadari telah di depanku dan kini mencoba melompat tepat pada mukaku.
Refleks kuarahkan rantingku ke arahnya dan tanpa sengaja ranting itu menusuk bola matanya. Dia mengerang kesakitan lalu terjatuh tidak berdaya kebawah, kulihat Yuuki tersentak kaget dengan aksiku. Aku sendiri pun tidak percaya dengan apa yang kulakukan.
Dua Velociraptor itu pun tampak kaget lalu segera menghentikan kejarannya, menatapku sebentar, kemudian berlalu pergi. Velociraptor yang tadi kutusuk matanya mengekori dua Velociraptor lainnya untuk menjauh.
Aku menghela nafas lagi, lalu terduduk lelah. Kulihat Yuuki berjalan pelan ke arahku dengan raut heran.
"Bagaimana kau melakukannya?" dia menaikkan sebelah alisnya.
"Aku tidak tahu. Semuanya terjadi begitu saja." Aku mengangkat kedua bahuku.
***
Sudah sekitar tiga puluh menit kami berjalan tanpa tujuan yang jelas. Mencari jalan keluar yang entah apa atau di mana.
Perasaan lelah yang sedari tadi kami tepis sudah mulai lebih kuat. Rasanya detik ini juga kami bisa saja roboh.
Ruang kosong dalam kepala terisi oleh pemaksaan keluarnya ide agar bisa keluar dari hutan ini. Dari hutan yang entah ada atau tidak jalan keluarnya.
Satu-satunya yang bisa kami lakukan selain berusaha sekuat tenaga ialah percaya, percaya kalau kami bisa selamat dari hutan sadis ini.
Tiap suara gemerisik yang terdengar bagai ancaman besar bagi kami, mengingat banyaknya makhluk purba di hutan luas ini.
"Tidakkah kau merasa haus? Bukankah sebaiknya kita cari air dulu?" Yuuki menatapku.
Aku mengangguk, dia benar. Berjalan jauh tanpa membawa persedian air bahkan setetes pun. Sama saja cari masalah, kau bisa dehidrasi karenanya.
Kami pun mulai mencari sumber air terdekat dari tempat kami berdiri sekarang. Entah di mana itu, tapi lebih baik mencari daripada diam dan menunggu hujan.
Sekitar sepuluh menut berlalu dengan kami yang belum menemukan apapun selain pepohonan yang menjulang tinggi berikut rumput setinggi setengah betis.
Tapi syukurlah, kami juga tidak menemukan dinosaurus lagi sejauh kami menapaki sepatu di atas rerumputan ini.
Yuuki tidak lagi terlilah lelah, dia masih bersemangat mencari sumber air. Aku juga tidak boleh kalah darinya.
Sesaat setelahnya, kami akhirnya menemukan air terjun. Airnya terlihat begitu jernih, tampak berkilauan di bawah teriknya sinar mentari.
Yuuki menatapku, tersenyum lalu berlari cepat menuju air terjun. Aku mengikuti seraya menyeka keringat di dahi dengan sumringah.
...to be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Book
AdventureMaukah kau mengetahui rahasiaku yang satu ini? Tentang aku dan temanku yang pernah kembali ke masa lalu, kemudian melihat sesuatu yang kini hanya ada di buku, menjelajah waktu yang bukan dengan mesin waktu atau sejenisnya. Tapi sebuah buku tua, buk...