Tetangga oh Tetangga

12.9K 1.4K 59
                                    

“Kamu kenapa, Ning? Gak biasanya bangun kesiangan?” tanya Ibu sambil merapikan meja di depan tempat jualan yang ada di depan rumah.

“Susah tidur, Bu. Gara-gara kejadian horor kemarin di hotel,” jawabku.

“Kamu takut? Gak perlu takut, Ning. Berdoa dan baca saja ayat kursi.”

“Sudah, Bu. Tetap saja masih belum bisa move on,” jawabku sambil menguap.

“Hantu itu gak ada. Jangan mikir yang macam-macam,” ujar Ibu haqqul yaqin.

Percaya gak percaya, aku sendiri yang mengalaminya langsung. Tapi sudahlah ... aku tidak mau berdebat dengan Ibu.

“Bawa nasi uduknya ke sini, Ning,” perintah Ibu. Aku pun membalikkan badan menuju dapur, mengambil tempat nasi.

Di atas meja sudah tertata lengkap nasi uduk beserta lauk pauk pelengkapnya. Hari ini aku dapat giliran libur, jadi aku bisa membantu Ibu berjualan.

Satu orang pelanggan langsung memesan lima bungkus nasi uduk untuk di bawa ke kantor. Katanya, nasi uduk buatan Ibuku tetap enak dan lembut, walaupun sudah dingin. Kemudian, Bu Bejo, seorang tetangga yang kukenal, datang untuk membeli nasi uduk.

“Eeeh, Kemuning. Lagi libur ya?” tanya Bu Bejo dengan gerakan mulutnya yang khas ala biang gosip, manyun-manyun lima senti.

“Iya, Bu. Mau beli berapa nasi uduknya, Bu?” Aku tidak ingin biang gosip ini berlama-lama di depanku.

“Sudah kerja di hotel, ya, sekarang?” tanyanya lagi.

Tuh kan, aku tanya apa … dijawab apa … Mulai deh nih cari-cari gosip.

“Pantes pulang malem terus. Dapet uang banyak dong,” katanya tanpa menunggu jawaban dariku.

'Sok tau biiingiiit siih nih orang,' pikirku, lalu kulipat bibir supaya tidak kebablasan bicara.

“Saya pulangnya sore, gak malem tuh, Bu. Gajinya juga alhamdulillah gak besar-besar bangeeet,” jawabku sambil menahan rasa sakit karena kaki Ibu menginjak kakiku dengan sengaja.

“Ooh, kasihan ya, kerja cape-cape gajinya kecil.” Muka Bu Bejo menunjukkan rasa prihatin yang dibuat-buat, mulutnya pun bertambah nyinyir. “Kalau anak saya kerja di kapal pesiar, jadi gajinya besar, pake doollaaar,” katanya dengan penekanan di kata dollar, mulutnya membentuk huruf O sempurna.

“Waaaah! Alhamdulillah ya, Bu. Sekarang, mau borong berapa nasi uduknya?” Aku langsung menyiapkan kertas nasi untuk membungkus.

“Mmm ... satu saja,” ucapnya tiba-tiba sunyi.

Kubuatkan satu bungkus nasi uduk pesanannya. Ia membayar dengan menggunakan selembar uang lima ribu rupiah.

“Saya sangka dibayar pake doollaaar,” kuikuti caranya mengatakan dollar, dengan O sempurna.

Bu Bejo langsung cemberut, mulutnya komat-kamit menggerutu, dan langsung pergi dengan cepatnya.

*

“Niiiing! Kalau begini, bisa gak laku dagangan ibuuu!” sahut Ibu sambil mencubit kedua pipiku dengan gemas.

“Aaah, Ibu lebay. Masih banyak orang yang mau beli dagangan Ibu. Bu Bejo tuh harus dikasih pelajaran,” ucapku menahan kesal pada Bu Bejo.

“Orang kaya gitu, dikasih pelajaran apapun  gak akan berubah. Lebih baik gak usah kita ladenin, percuma!” tukas Ibu.

 Lebih baik gak usah kita ladenin, percuma!” tukas Ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Maid in Buitenzorg (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang