Prolog

13 3 0
                                    

Biarkanlah hujan turun
Membasahi bumi
Atau bulan
Yang tiada berseri

Namun jangan kau biarkan
Ku seorang diri
Tanpa engkau untukku
Sepi..

Jangan biarkan daku seorang diri
Diriku hanyalah untukmu sayang
Jangan tinggalkan daku sepi sendiri
Cintaku hanyalah untukmu

Cinta suci dihatiku
Tlah bersemi lagi
Wajah suram berganti
Berseri

Ku harapkan kau selalu
Menyayangi diriku
Hanyalah kau pujaan hati

Jangan biarkan daku seorang diri
Diriku hanyalah untukmu sayang
Jangan tinggalkan daku sepi sendiri
Cintaku hanyalah untukmu. Sungguh hanya untukmu.

    "Berhenti kau!" teriakkan lantang itu membuat seorang yang tengah berlari semakin mempercepat langkahnya, peluhnya bercucuran, tangisnya sudah berurai.

Angin malam yang sedari tadi menusuk kulitnya, hendak menembus kain tipis dan usang, telah robek sana sini. Malam yang indah dengan bulan purnama sempurna tak menarik perhatian gadis itu. Gelapnya malam dengan hembusan angin kencang menjadi saksi tragedi yang dialaminya.

Obor api telah bersinar, angin membuat puncak api diatasnya bergerak liar. Para katana telah diselipkan dipinggang sebelah kanan masing-masing, kilatan pedang tanpa noda memberitau betapa tajamnya benda tersebut.

Kedua bola matanya merabun, hingga ia tersungkur beberapa langkah. Jejak kecilnya kini telah berubah menjadi lintasan singkat karena berat badannya yang menggeser pijakan bumi. Lecet tak ia pedulikkan, kembali ia berdiri. Kembali berlari, namun naas ia kembali terjatuh akibat tersandung akar pohon besar yang muncul dari sela-sela bumi.

Pasrah? Tidak, ia tidak boleh menyerah. Kedua orang tuanya telah berjuang untuk menyelematkan dirinya. Setidaknya ia tidak mati dalam kepala terpenggal dan darah bercucuran menutupi kilat tajam pada katana. Ia tidak akan mati dengan cara seperti itu.

Kembali ia menopang tubuhnya dengan kedua kaki kecil miliknya, melaju langkahnya. Namun kaki kecil itu terhenti, melihat bocah sedang terduduk dengan berurai air mata. Yah dia sedang menangis. Namun bukan itu yang menjadi perhatian gadis kecil itu, melainkan sayap hitam membentang dikedua sisinya. Lebar dan indah, tidak tidak. Bukan hanya indah, tapi menakutkan dan sangat indah.

Tanduk mencuat dari kepala, bahkan beberapa anak rambut menutupi akar tanduk itu, mengingatkan rusa pada kebun Ayahnya yang sering ia beri makan.

Bocah itu menoleh, menunjukkan mata merah dengan sudut mulut yang meneteskan darah segar. Gadis itu tertegun sejenak, merasa takjub akan pemandangan yang baru pertama kali dilihatnya.

"Kau...mahluk apa?" pertanyaan yang pertama kali lolos dalam bibir tipisnya.

To be Continued...

Happy Reading^^

Larassati

The Flower SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang