(2) Kepercayaan Diri Berlebih

10.8K 721 22
                                    

Ketika kamu mulai membenci sesuatu, akan ada dua kemungkinan di masa depan. Kamu akan selamanya membencinya, atau akan berbalik menjadi sangat menyukainya.

***


Satu tahun lebih berlalu pasca patah hati karena seseorang dimasa remajanya, Angkasa mulai berusaha menata kembali kepingan-kepingan hatinya. Angkasa tersenyum setiap kali mengingat bagaimana gadis itu dapat mengubah dirinya seratus delapan puluh derajat. Kalau bersamanya, Angkasa yang tidak bisa diam akan berubah menjadi lebih kalem. Angkasa yang keras kepala akan dengan sukarela mengikuti apa yang gadis itu katakan. Dirinya bahkan mengurangi sikap ramahnya kepada para siswi penggemarnya di sekolah – dan dimanapun penggemarnya berada – hanya supaya tidak membuat gadis itu menilainya sebagai playboy. Angkasa memang bukan playboy.

Angkasa menggelengkan kepala, menghilangkan pikiriannya tentang gadis itu. Angkasa berjalan menuju kelasnya dengan percaya diri, sesekali tersenyum dan membalas sapaan dari beberapa murid cewek; penggemarnya.

Memasuki kelas dan melangkah menuju bangkunya, Angkasa mendapati kotak makan dan dua kaleng susu bergambar beruang di atas mejanya, dibukanya kotak itu, isinya salad buah. Angkasa kemudian melirik teman sebangkunya yang terlihat sibuk dengan novel yang sedang serius ia baca.

"Tadi ada dua cewek ke sini, gue enggak tahu anak kelas apa dan berapa. Mereka cuma menaruh itu aja di meja lo dan langsung pergi." jelas Shenin sebelum Angkasa menanyakannya. "Dan salah satunya menitipkan ini ke gue." Shenin merogoh sesuatu dari kolong bangkunya dan menyerahkan amplop kecil berwarna pink tanpa mengalihkan tatapan dari bahan bacaannya.

Angkasa duduk di kursinya dan mengambil amplop yang disodorkan Shenin lalu membaca pesan di dalamnya.

"Oh, ini dari penggemar gue."

"Gue enggak nanya."

"Sekadar informasi. Biar lo tahu aja."

"Makasih. Sayangnya, gue enggak kepingin tahu." jawab Shenin datar.

Angkasa mengedikkan bahunya cuek. Pikirnya, mungkin Shenin masih malu-malu untuk mengakui pesona teman sebangkunya ini. Masih menurut Angkasa juga, Shenin adalah tipikal penggemar rahasia yang akan berpura-pura jual mahal padahal sebenarnya sangat mengidolakan dirinya. Angkasa dan kepercayaan diri tingkat tingginya memercayai pikirannya itu.

"Shen, gue lihat-lihat, nih, ya, lo kok jutek banget sih sama Angkasa?" tanya Mayang santai sambil menggigit-gigit sedotan es jeruknya.

"Teman sebangku gue maksud lo?" Mayang mengangguk, sedangkan Ulfah hanya mendengarkan dengan serius.

Mereka sedang duduk di kantin, bertiga, padahal biasanya Shenin akan menolak jika di ajak ke kantin. Cewek itu lebih sering menghabiskan waktunya di kelas. Shenin bisa dikatakan tidak memiliki teman lain selain Ulfah dan Mayang.

"Lo beruntung banget tahu enggak, sebangku sama Angkasa, cowok most wanted di sekolah." Ulfah akhirnya bersuara.

Detik berikutnya Shenin tidak menyadari kalau dirinya kelewat banyak bicara saat mengungkapkan kekesalannya, "Beruntung di bagian mananya? Kalau lo mau bertukar, gue ikhlas malah, Fah. Lagian juga cowok kayak gitu kok diidolakan. Asal tahu aja, sebangku sama dia tuh enggak enak, berisik banget anaknya, sumpah! Dia tu ya..."

"Gue kenapa?" Angkasa tiba-tiba saja muncul dan langsung mengambil tempat duduk di samping Shenin. Tangan kanannya menopang dagunya, ia menaikkan alisnya sambil menatap Shenin, menantang cewek itu untuk melanjutkan ucapannya.

Shenin hanya menatap Angkasa datar, tidak terintimidasi sama sekali. "Kayak gini, nih, contohnya. Ngeselin." Jawab Shenin menunjuk Angkasa sekilas lalu bangkit dari duduknya. "Gue ke kelas duluan ya." Ulfah dan Mayang hanya mengangguk sebagai jawaban. Keduanya agak kaget juga melihat Shenin dengan santainya membicarakan – menjelek-jelekkan – Angkasa bahkan dihadapan orangnya langsung.

Sedangkan Angkasa dibuat terperangah sambil menatap punggung cewek itu. Rupanya, Shenin bukanlah bagian dari penggemar rahasianya. Cewek itu benar-benar tidak menyadari pesonanya; lebih tepatnya tidak menyukainya. Sialnya, entah kenapa sikap ketus Shenin padanya benar-benar berhasil menyentil ego Angkasa. Sedikit. Hanya sedikit, Angkasa jadi tertantang untuk membuat cewek itu mengidolakannya juga.

Angkasa tersenyum ke arah Mayang dan Ulfah, membuat kedua teman sekelasnya ikut tersenyum salah tingkah. "Dia kenapa sih sama gue? Sensitif banget kayaknya." tanya Angkasa penasaran. Ulfah dan Mayang kompak menjawab tidak tahu.

Keesokan harinya Shenin datang terlalu pagi, kelasnya masih sepi, dan ini bukan jadwal piketnya, jadi dia memilih membaca novel favoritnya sambil memasang earphone. Hal yang sama terjadi lagi, ini kali kedua Shenin melihat murid cewek – menurutnya adik kelas – yang datang pagi-pagi ke kelasnya hanya untuk membawakan bekal makan untuk Angkasa. Demi Tuhan, ini masih terlalu pagi, dan ketiga siswi itu mau saja repot-repot begitu.

"Kak, titip buat kak Angkasa yah." ucap si rambut ikal pada Shenin.

Shenin mengangguk. "Kok mau aja sih?"

"Heh?" tanya si rambut ikal, tidak paham maksud Shenin.

"Itu, nganterin Angkasa makanan. Hampir tiap pagi gue lihat kotak makan enggak bertuan di meja dia."

"Oh.. yah, siapa tahu kak Angkasa enggak sempat sarapan di rumah. Kita bawain makanan biar kak Angkasa enggak sakit. Jadi, doi kan rajin masuk sekolah." jawab salah satunya yang bertubuh sedikit berisi membuat kedua temannya yang lain terkikik geli. Shenin hanya meringis, perpaduan atara geli dan enek, begitulah.

"Titip ya, kak. Makasih." kata si rambut ikal. Shenin lagi-lagi mengangguk dan ketiganya pun langsung pergi.

Lima belas menit kemudian kelas mulai ramai, Shenin melihat Angkasa yang berjalan memasuki kelas.

"Widihhh..." kata cowok itu sambil meletakkan tasnya. "Lo yang bawa?"

Shenin menatap Angkasa, tidak percaya dengan pertanyaan yang dilontarkan cowok itu. "Gue?" Shenin menunjuk dirinya sendiri. "Apa gue kelihatan sekurang kerjaan itu?" imbuhnya.

"Siapa tahu. Suratnya mana?"

"Enggak ada surat."

"Ada yang lihat enggak siapa yang ngirim kotak makan ini ke gue?" tanya Angkasa lantang yang dapat didengar oleh seluruh teman sekelasnya. Semuanya menggeleng sebagai jawaban.

"Udah ada di sana sejak gue datang. Shenin yang ada di kelas pertama kali. Coba tanya dia." jawab Galuh – salah satu cewek dari klub penggosip.

Angkasa duduk di bangkunya dan menatap Shenin penuh arti.

"Apa?" tanya Shenin ketus. "Lo enggak berpikir itu gue yang bawa buat lo, kan?"

Angkasa mengangkat bahunya, "Mungkin emang lo."

"Enggak lah!"

"Gini, nih, Shen, sorry terlepas ini dari lo atau bukan; karena gue berpikir ini dari lo, gue mau kasi tahu aja, next time, lo enggak perlu repot-repot begini." Angkasa tersenyum manis.

Shenin menatap Angkasa dan mendengus. Kemudian dia tersenyum dan berkata, "Tenang aja, Gue enggak kurang kerjaan amat, kok. Mikirin bawa bekal untuk lo aja udah malas."

"Yakin?" tanya Angkasa bermaksud menggoda Shenin.

"Banget!" jawab Shenin mantap. "Satu lagi, coba untuk enggak terlalu percaya diri berlebihan, deh. Enggak baik buat kesehatan otak lo." Shenin tersenyum di akhir kalimatnya, detik berikutnya kembali bersikap datar dan melanjutkan membaca bukunya.

RupanyaAngkasa tidak lebih menarik daripada barisan kalimat yang dibaca cewek itu.

♥♥♥


(Ditulis : 16 September 2017)
14 Oktober 2017
-kio

ANGKASA | #AS2✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang