Bagian-1 (TAMA)

84 4 0
                                    

Aku memandangnya, sekali lagi perasaan bersalah itu hadir. Perasaan yang jauh untuk terjangkau, hampa. Bukan untuk perempuan yang sudah menyerahkan tubuh dan kesuciannya ini padaku. Tapi lebih kepada hatiku, pada janji untuk hanya setia pada satu orang.

" Kenapa mas? Kok belum tidur? " Fara, perempuan itu mendekapku dari belakang. Aku mengelus kedua tangan putihnya, mencoba menghalau perasaanku. 
Tanpa menjawab, aku berbalik arah, menyambar bibir indahnya lagi, menyecap manisnya lagi, seakan ini adalah canduku dan mencoba menghalau semua gundahku.
Kami melakukannya lagi, mereguk keindahan dunia sekali lagi. Yang terdengar hanyalah suara lenguhan dan erangan. Seakan aku ingin melupakan semua galauku saat ini.

Fara, perempuan itu. Cantik, putih dan menarik. Tidak perlu waktu yang lama membuat para lelaki memujanya. Saat itu, saat pertama dia bekerja di kantor tempatku bekerja, aku bukanlah laki-laki yang langsung menggilainya. Tidak ada perasaan yang aneh ataupun berlebihan padanya. Aku menganggapnya biasa saja, sama seperti rekan kerjaku yang lain. Apalagi terdengar kabar bahwa dia sudah mempunyai tunangan.

" Aku mencintaimu mas...lebih dari yang kamu tau. " ucapnya di akhir percintaan panas kami. Dan makin mengetatkan pelukanku padanya.

" Kita tidur aja ya, besok harus pagi-pagi bangun dan masuk kantor. " ucapku.

" Kenapa mas? Kenapa kamu tidak pernah membalas ucapan cintaku. Apa kamu hanya menganggapku cuma pemuas nafsumu saja? " nada ucapannya terdengar sendu. Setitik air mata jatuh dari pelupuk matanya.

" Jangan berpikir seperti itu sayang... Kamu bahkan sudah tau jawabannya tanpa aku harus menjawab. " aku mengecup kedua matanya yang sudah mulai banjir dengan air mata.

" Tapi aku tak pernah tau bagaimana nasib kita nanti mas.. ".

Aku juga tidak tau. 

Ujarku dalam hati. Tapi tak ku ucapkan. Aku hanya memeluknya. Mencoba meyakinkan bahwa saat ini yang ada hanya aku dan dia.

Aku melirik jam di nakas, hanya tersisa 3 jam lagi untuk sedikit memejamkan mata. Dari petang menjelang malam yang kulakukan bersama Fara hanya bercinta dan bercinta. Entah berapa kali kami melakukannya, aku juga tidak tau. Fara adalah canduku, gairahku, rasa penasaranku. Selalu keinginan lagi dan lagi jika sudah bercinta dengannya.

Aku membuka aplikasi whats app ku yang sengaja di silent kan. Beberapa panggilan dan pesan dari Rani, istriku bahkan sama sekali tidak kuhiraukan. Setau Rani, aku tugas luar karena urusan kantor, begitulah yang aku katakn padanya kemarin. Rani menanyakan kabarku, mengingatkanku supaya jangan lupa shalat dan makan. Terakhir dia mengirim foto Nisya, putri kami. Aku tersenyum melihat nya sedang tertawa dengan gigi atas dua bawah dua. Sedetik kemudian aku terpaku. Rasa ini lagi... Perasaan bersalah.

Kemudian segera kubalas satu kata ke nomor Rani.

" Maaf ya sayang, aku baru sempat membalasnya. Tadi rapat sampai malam. Besok aku pulang. Aku juga kangen kalian. ". Kemudian aku mengirimnya tepat jam 4 subuh.

Hola.... Hope you like my story.
Inginnya aku membuat kata-kata vulgar pada adegan ranjang tadi. Tapi aku tak bisa, oh sungguh aku tak bisa.

MAHARANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang