Bagian-2 (RANI)

66 3 1
                                    

Rani pov

" Maaf ya sayang, aku baru sempat membalasnya, td kami rapat sampai malam. Besok aku pulang. Aku juga kangen kalian".

Aku tau ini memang keterlaluan. Menangis semalaman hanya akan membuat mataku bengkak seperti jengkol. Aku menunggu balasan SMS nya seperti orang gila. Entah berapa panggilan dan SMS yang aku kirim tanpa ada balasan satupun. Aku bahkan tidak tidur semalaman hanya untuk menunggu video call darinya. Biasanya kalau dia tugas ke luar kota,dia selalu menyempatkan diri untuk video call denganku dan Nisya.

Sejak kehadiran Nisya, putri yang kami rindukan kehadirannya lebih dari lima tahun usia pernikahan, dialah kini yang jadi pusat perhatian kami. Dari apapun prioritas sebelum Nisya lahir, maka sekarang Nisyalah yang jadi prioritas utama. Di usianya yang belum genap setahun, dia sedang aktif-aktifnya dan memerlukan perharian ekstra. Biasanya aku dan Tama yang bergantian menjaganya. Pekerjaanku sebagai perawat di salah satu Rumah Sakit Swasta, membuat jam kerjaku tidak menentu. Di saat aku piket pagi, Nisya kutitipkan sama ibu mertuaku. Dan kalau kena shiff malam, maka Tama lah yang akan menjaganya. Tapi beberapa bulan ini Tama sering lembur, jadilah Nisya di jaga oleh mertuaku selama aku kena shiff jaga.

Kehadiran Nisya seperti oase di gurun kering pernikahanku dan Tama. Serangkaian usaha telah kami lakukan untuk mendapatkan keturunan. Disaat usia pernikahan di tahun kelima, aku di nyatakan hamil. Sujud syukur tak lupa kami sembahkan kepada Tuhan YME atas karunia ini.

Berawal beberapa bulan yang lalu ketika Tama naik jabatan dari kantornya, kesibukannya pun bertambah. Mungkin pepatah orang-orang benar kalau anak adalah penghantar rezeki. Buktinya taraf hidup kami pun meningkat. Pernah suatu ketika Tama memintaku untuk berhenti bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga dan ibu sepenuhnya buat Nisya,bukannya aku menolak, tapi sungguh Nisya bukan anak yang rewel, bahkan mertuaku pun sangat menyayanginya dan tidak keberatan di titipkan ketika aku bekerja. Bahkan di hari-hari aku libur shiff jaga pun mertua ku sering datang ke rumahku untuk melihat Nisya. Maklum saja Nisya cucu perempuan satu-satunya. Dewi, adik Tama ketiga anaknya semua laki-laki.

Hari ini aku libur, setelah dua malam berturut-turut kena shiff malam. Setelah semalaman menangis dan tidak bisa tidur lagi, pagi ini aku mengawali dengan membuat secangkir kopi. Rumah masih sunyi karena Nisya masih tidur. Anak itu suka sekali tidur, tapi ketika bangun, dia akan sangat aktif dan ceria.

Tidak banyak yang bisa aku kerjakan, karena sebentar lagi Mbak Yana akan datang untuk membereskan cucian dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Mbak Yana hanya pergi pagi dan pulang menjelang siang jika pekerjaannya sudah beres. Aku tidak mau jika ada orang lain lalu lalang di rumahku karena membuat aku tidak nyaman. Tama juga setuju denganku, karena dia senang sekali bercinta denganku di ruangan terbuka. Biasanya percintaan panas kami sering di ruang Keluarga di depan telivisi ketika kami sedang menonton,di dapur atau di teras belakang yang di tembok cukup tinggi.

Bercinta dengan Tama merupakan aktifitas yang rutin. Seperti pasangan yang lain, hampir tiap hari kami bercinta. Dan sedikit berkurang setelah kehadiran Nisya. Sekarang setelah Tama naik jabatan, aku bahkan bisa menghitungnya dengan jari. Percintaan yang dulu panas karena kebutuhan, sekarang berubah hanya karena kewajiban. Tidak ada lagi hasrat menggila yang kurasa, tidak ada lagi pelukan sampai pagi.

Ketika Nisya bangun,hal yang pertama terlintas di benakku adalah membawa Nisya pergi jalan-jalan, tapi ini sudah kesiangan untuk mengajak Nisya keluar rumah dengan cuaca panas. Baiklah, hari ini aku pergi sendiri saja, sekedar ke salon dan berbelanja keperluan dapur. Nisya aku titipkan sama mertuaku saja.

Setelah beberapa bahan makanan telah masuk troli belanjaku dan aku rasa sudah cukup. Haripun sudah menjelang siang. Menyedihkan sekali jika aku makan siang sendiri, tapi perutku yang hanya terisi sepotong roti dan secangkir kopi tadi pagi, mendadak minta di isi. Dan aku memilih restoran yang ada di mall ini yang menyediakan masakan jepang. Pilihanku jatuh kepada onigiri yaitu nasi berbentuk segitiga yang didalamnya di isi salmon atau ayam dan di bungkus nori, karena aku memerlukan energi yang cukup untuk hari ini maka aku harus makan karbohidrat yang banyak.

Setelah tadi malam tenagaku terbuang sia-sia hanya untuk menangisi Tama. Tidak, tentu saja bukan karena dia tidak menjawab teleponku. Ini lebih kepada hubungan kami yang tidak sehangat dulu lagi. Aku tidak bisa menyalahkan kehadiran Nisya sebagai penyebab kurangnya waktu untuk kami bisa berduaan,bahkan kehadirannya sudah dinantikan selama lima tahun.

Seakan menjawab semua tanyaku, pandanganku terasa familier dengan sosok di sudut tempatku duduk. Bukankah itu Tama? Tepat sekali, tapi dia tidak sendiri. Ada seseorang bersamanya, seorang wanita yang kelihatannya akrab dengan Tama. Menggunakan setelan wanita kantoran. Mungkin saja teman kerja Tama. Aneh sekali, kenapa Tama malah makan siang di sini? Padahal kawasan ini lumayan jauh dari kantornya.
Mungkin dengan menegurnya aku bisa tau apa keperluan Tama di sini. Beranjak dari kursiku mendadak aku membeku. Tama baru saja menciumnya. Tepat ketika aku hendak bangun.

Berusaha menahan air mata, aku beranjak pergi. Hatiku sungguh sakit. Dan aku hancur.


Sungguh aku juga tidak tega menulis part ini. Kasihan sekali Rani.

Multimedia di atas adalah Nisya. Cantik dan lucu kan?






MAHARANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang