Bagian-3 (TAMA)

65 4 0
                                    

Jam menunjukkan pukul enam sore ketika mobilku masuk ke pekarangan rumahku. Kebiasaanku pulang dari kantor dulu sebelum sering menghabiskan waktu dengan Fara. Alasan lembur cuma alibiku agar Rani tidak curiga. Dan selama ini Rani selalu percaya padaku, apalagi posisiku di kantor naik satu tingkat.

Setelah memarkir mobil, aku masuk ke dalam rumah. Kemana Rani dan Nisya, mengapa sepi sekali? Biasanya aku di sambut dengan tawa Nisya dan celotehnya yang seperti bahasa burung. Dua hari tidak berjumpa dengannya membuatku sangat merindukannya.

Beralih ke dapur, berharap melihat Rani dengan celemeknya yang sedang membuat suatu makanan. Dia akan selalu tersenyum padaku, menyanggalkan celemeknya, berjalan ke arahku dan mengambil tanganku terus di salamnya. Biasanya aku akan membalasnya dengan mengecup kedua pipinya dengan gemas.

Rani memang ada di sana, duduk di atas meja sudut dapur. Segelas kopi turut menemaninya.

" Ran.. Rani.. " Tapi dia tidak mendengar. Aku menyentuh pundaknya. Dia nampak kaget, memandangku. Tatapan matanya kosong.

" Ran... Kamu kenapa? " Aku menggenggam kedua tangannya.

" Kamu udah pulang Tama? Kamu sudah makan? "

" Aku udah makan tadi, Nisya mana? " tanyaku sambil celingukan cari Nisya.

" Ada di rumah mama. Tadi aku antar ke sana."

" Aku mandi dulu ya. " ujarku, setelah itu masuk ke kamar. Aku lelah sekali, badanku juga sangat lengket.
Aku lelah sekali, begitu tersadar, sepertinya aku ketiduran. Aku melirik jam di nakas di samping tempat tidur. Ini sudah pagi ternyata.

Perutku seketika terasa lapar, aku ingat setelah makan siang dengan Fara, perutku belum terisi makanan apapun.

Apa yang ada di dapur di waktu sepagi ini? Biasanya di jam seperti ini Rani belum memasak. Tapi Rani juga tidak ada di kamar. Di dapur juga tidak ada. Asisten Rumah Tanggaku juga belum datang. Biasanya dia datang jam 7, sekarang malah masih jam 5 pagi.

" Tama, aku jaga shif malam. Makanan sudah aku masak, jika lapar tinggal kamu panaskan saja. "

Secarik note di tempel di pintu kulkas. Astaga... Aku tidur nyenyak sekali tadi malam, tidak sempat sekedar mengobrol dengannya. Setelah mandi, aku merasa sangat lelah, bagaimana tidak, 2 hari bersama Fara, waktu istirahatku bahkan tidak ada. Setelah selesai workshop,lanjut dengan bercinta dengannya.

Pagi yang sunyi. Ah.. Selalu seperti itu kalau Rani kena jaga shif malam. Nisya sudah dari sore dititipkan di rumah orang tuaku. Sesekali aku juga merasa berat kalau Rani bekerja juga. Jadwal kerja yang tidak menentu membuatku sering mengeluh padanya. Tapi aku juga tidak ingin membuat Rani tertekan hanya tinggal di rumah menjadi ibu rumah tangga saja. Aku tau Rani orang yang tidak bisa diam tanpa kesibukan, karena itu aku juga tidak keberatan kalau dia tetap bekerja.

Suara mesin penyedot debu, memekakkan telingaku ketika aku bergegas ke garasi mengambil mobilku. Hari ini aku pergi ke kantor masih terlalu pagi. Mbak Yana, asisten rumah tanggaku memang memiliki kunci rumah sendiri supaya bisa masuk jika aku dan Rani sedang tidak ada di rumah. Mbak Yana dulu bekerja di rumah orangtua Rani, jadi tidak ada perasaan was-was jika dia bebas masuk ke rumah kami, kecuali memang kamar kami. Karena Rani tidak ingin orang asing masuk ke kamar kami. Bagi Rani hal-hal yang di anggapnya privacy tidak boleh di pertontonkan pada orang lain.

Apakah aku juga privacy baginya? Bagaimana jika dia tau kalau miliknya sudah terbagi dengan orang lain? Tidak, aku tidak ingin Rani tau. Rani dan Fara adalah 2 orang yang berbeda. Rani hidupku, separuh nyawaku. Sedangkan Fara adalah hasrat. Rasa yang selalu menuntut untuk ku miliki. Keduanya adalah penting untukku. Sebut saja aku berengsek,serakah,tamak. Tapi sungguh aku tidak dapat mengendalikan semua ini. Aku sadar sesadar-sadarnya akan hal itu. Aku tau aku telah berselingkuh, tapi aku tidak ingin kehilangan salah satu dari mereka.

" Tama, nanti jam makan siang aku tunggu kamu di cafe Koya, ada sesuatu yang akan aku bicarakan"

Pesan dari Rani. Dan sekarang aku sudah di cafe Koya, cafe yang cukup sejuk karena memang banyak pohon-pohan di sekelilingnya. Aku melihat Rani duduk di meja lesehan, agak sudut dari pintu masuk. Dia melambaikan tangannya.

" Duduk Tam, kamu mau makan apa? "

" Seperti biasa." ah.. Aku masih ingat dulu kami sering ke cafe ini dan menu andalannya adalah bebek goreng, dan aku selalu memesan itu kalau makan di sini.

" Kita sudah lama tidak kemari Tam, kita sama-sama tidak punya waktu untuk berdua. Aku sering bertanya-tanya, kemana waktu yang dulu kita punya.. "

" Kamu tau kan Ran, semenjak aku naik jabatan, aku sibuk sekali. Sekali-kali lembur dan seringnya dinas ke luar kota, memantau proyek ini itu...

" Aku tau Tama, maka dari itu, aku sudah mengundurkan diri. Aku sudah resign dari Rumah Sakit..

Aku melihatnya jengah. Sedikit kaget dengan keputusannya.

" kamu yakin? "

Dia mengangguk. Memandangku lama, kemudian tersenyum.

" Aku cuma ingin membuat Rumahku kembali ceria dan tidak sepi, aku ingin Nisya selalu bersamaku. Dan aku ingin di saat kamu ke pergi kantor dan pulang selalu mendapati aku.,"

Aku menggenggam kedua tangannya. Aku tau keputusan yang di ambil tentu berat sekali. Posisinya di Rumah sakit juga bagus. Dia adalah kepala ruangan rawat inap di sana. Tapi semua kembali kepada dirinya, toh, aku juga tidak pernah memaksanya. Dan aku tentu saja senang dengan keputusannya.

Tbc
Hope you like it. Jangan cuma di read aja, sesekali di vote lah...

MAHARANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang