Bagian-4 (RANI)

52 4 0
                                    

Keputusan untuk resign dari pekerjaanku yang sudah hampir sepuluh tahun aku menjalaninya semula memang berat untukku. Tapi menjadi ibu Rumah Tangga sepenuhnya adalah keputusan final yang memang sudah aku pikirkan matang-matang. Nisya membuatku mempunyai kegiatan yang tidak bisa di katakan santai. Apalagi di usia yang sedang aktif-aktifnya. Nisya sudah mulai bisa berjalan satu dua langkah. Melatihnya berjalan juga kadang merupakan kegiatan yang menyenangkan.

Mungkin dengan banyaknya waktuku sekarang bisa membuat hubunganku dengan Tama menjadi baik. Ah.. Bukan berarti hubungan kami tidak baik. Aku hanya merasa Tama sudah tidak seperti dulu lagi. Tidak ada lagi kehangatan dalam hubungan kami. Aku merasa semua menjadi hambar dan kaku. Aku tidak ingin mereka-reka Tama mempunyai selingkuhan hanya karena pernah melihatnya mencium wanita lain. Aku masih percaya dengan janji Tama untuk tidak akan mengkhianati aku. Tidak, sebelum aku punya bukti yang kuat untuk itu.

Pagi ini aku kembali berbelanja di supermarket. Hari ini aku membawa Nisya bersamaku. Aku akan membeli persediaan makanan yang sudah habis dan juga beberapa barang lainnya. Tidak banyak yang bisa kulakukan setelah aku berhenti bekerja. Aku bukan orang yang mempunyai banyak teman dan membentuk perkumpulan ibu-ibu arisan dan juga bukan ibu-ibu sosialita yang suka memamerkan barang-barang mewah dan jalan-jalan ke luar negeri. Temanku hanya sebatas para perawat dan dokter yang ada di Rumah Sakit.

Tadi Tama mengatakan akan pulang makan siang. Aku akan memasak makanan kesukaannya. Tama paling suka gurami asam manis dan tumis capcai. Meskipun Tama bukan orang pemilih dalam makanan. Apapun yamg aku masak, ia pasti akan memakannya.

Aku bukan orang yang jago dalam memasak. Awal-awal pernikahan kami aku bahkan tidak mengenal jenis dan kegunaan bumbu dapur. Merica dan ketumbar,dua jenis bahan itu yang paling susah untuk di bedakan. Atas bantuan ibu mertuaku, akhirnya sekarang kegiatan memasak menjadi hobby baruku. Aku sering mencoba resep-resep baru yang aku dapatkan dari internet. Aku juga melihat YouTube cara memasak dan cara penyajian makanan.

" Rani! " seseorang memanggilku. Seorang pria berkacamata. Aku mencoba mengingat-ingat siapa gerangan orang itu.

" Mas Krisna? " sekarang aku ingat. Dia adalah yang kupanggil mas Krisna. Ketika aku mahasiswa perawat dia adalah co ass saat itu. Kami bertemu ketika sama-sama sedang praktek di Rumah Sakit.

" Kamu apa kabar Ran? Kerja di mana sekarang? ". Aku menggeleng. Pertemuan ini adalah pertemuan pertama setelah sepuluh tahun. Dulu kami lumayan akrab. Aku sungguh pernah menyukainya. Tapi perbedaan keyakinan membuat aku dan dia mundur.

" Saya sudah tidak bekerja lagi mas, sejak seminggu yang lalu saya resign. Saya ingin menjadi ibu rumah tangga saja. Mas kerja di Rumah sakit mana? "

" Di RS Sayang Ibu. Jadi spesialis syaraf di sana. Sebelumnya mas jadi dokter umum di Kalimantan Selatan."

" Itu Rumah Sakit saya bekerja dulu. Selepas pendidikan saya langsung diterima di sana." ujarku sambil tersenyum. Sayang sekali, aku keluar malah mas Krisna yang masuk ke sana. Ah... Memang takdir begitulah jalannya. Lagian sekarang aku sudah menikah, mungkin mas Krisna juga sudah menikah dengan wanita yang seiman dengannya.

" Mas, saya duluan ya. Maaf mas saya harus buru-buru pulang. " ujarku. Tadi aku meninggalkan Nisya dan mbak Yana di arena bermain. Aku memang mengajak mbak Yana berbelanja, karena agak repot juga memilih bahan makanan kalau Nisya maunya jalan-jalan saja. Tidak betah lama-lama duduk dalam troli.

Mas Krisna tidak menjawab, hanya mengangguk saja.

Ingatanku melayang ke waktu sepuluh tahun yang lalu. Hari pertama tugas praktek di Rumah Sakit. Walaupun teori tentang perawatan pasien sudah terhapal di luar kepala, tapi sungguh berbeda jika berhadapan dengan pasien secara langsung. Hari pertama ini membuatku sungguh nervous,  ketika seorang pasien dengan luka terkena sayatan pisau memanjang di pergelangan tangannya. Yang ku tau ini adalah percobaan bunuh diri. Pasien itu sudah hilang setengah kesadarannya dan sudah banyak kehilangan darah. Beberapa perawat senior langsung mengambil tindakan.

" Hari pertama praktek dek? " aku menoleh kaget. Tadi sungguh aku masi shock melihat kondisi pasien itu. Aku rasa keadaannya tidak akan membaik, kulitnya sudah pucat seperti mayat. Tapi setelah di lakukan transfusi darah, keadaannya sekarang sudah membaik.

" Iya dok... maaf saya belum pernah melihat hal seperti tadi. Ini hari pertama saya praktek. " ujarku gugup.

" Nanti juga kamu akan terbiasa dengan semua ini dan mungkin akan banyak kasus yang lebih parah dari ini. Dan... Satu lagi, jangan panggil saya dokter karena saya belum jadi dokter. Kita sama. Sama-sama masih belajar di sini. Panggil saya Krisna. " dia mengulurkan tangannya, aku langsung menyambutnya.

" Maharani. Panggil saja Rani. " aku tersenyum. Senang sekali di hari pertamaku, aku sudah mendapat seorang teman. Krisna Immanuel. Begitulah yang tertulis di baige pengenalnya.

Hari-hari ketika jadwal praktek di Rumah Sakit begitu menyenangkan karena ada mas Krisna. Walaupun kami tidak satu ruangan, tapi kami selalu berjumpa ketika jam istirahat.

Sampai akhirnya terungkap juga, dia mempunyai perasaan lebih untukku. Akupun tidak mengingkari kalau mulai menyukainya. Tapi perbedaan keyakinan membuat aku dan mas Krisna memutuskan untuk tidak meneruskan hubungan ini. Setelah itu aku maupun dia sama-sama menghindari satu sama lain. Baru setelah tingkat tiga, aku mulai membuka hati untuk laki-laki lain, aku mulai mengenal Tama dan jatuh cinta kepadanya. Setelah wisuda, aku dan Tamapun menikah. Dan cerita tentang mas Krisnapun sudah perlahan mulai aku lupakan.

Selesai memasak, sambil menunggu Tama, aku menidurkan Nisya. Mbak Yana sudah pulang karena pekerjaannya sudah selesai.

Jam sudah menunjukkan pukul tiga siang, tapi Tama belum juga pulang. Makanan yang tadinya panas sudah mulai dingin. Bukan sekali dua kali Tama mengingkari janjinya. Alasannya ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan.

Aku menekan tombol handphone ku.

" Halo mas.. Mas dimana? "

" Maaf mbak, mas Tama lagi di kamar mandi. " suara perempuan. Mendadak perasaanku tidak enak.

" Kamu siapa? Apa mas Tama ada di kantor?"

" Saya Fara mbak. Tidak mbak ini sudah jam pulang. Maaf ya mbak, saya di ajak mas Tama makan siang ni. " ujar wanita itu dengan suara manja.
Aku langsung menutup teleponnya. Hatiku sakit. Dan aku yakin, wanita itu. Yah dia mungkin saja wanita yang aku lihat ketika Tama menciumnya.

Aku menghapus air mataku. Tidak, sekarang jangan lagi ada air mata. Aku harus bertanya pada Tama tentang wanita itu. Karena aku tidak akan mereka-reka lagi. Aku hanya ingin kepastian.

Tbc.


MAHARANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang