BAB 2

4.6K 227 27
                                    

Dua Tahun Kemudian....

Rose menarik-narik belahan gaunnya yang panjang sampai ke lutut. Menarik napas jengkel saat merasakan posisi senjatanya bergeser dari tempat semula. Ia menaikan kaki ke atas closet, lalu menyibak gaun untuk memperbaiki belati yang diselipkan di paha kiri dan kanannya. Ia menggerutu sambil memperbaiki, ia sudah mengeluh soal peralatan yang bukan miliknya itu.

Tapi atasannya bersikeras agar dirinya pergi untuk menggantikan agen lain yang sedang sakit. Jadi si sinilah ia sekarang, menghadiri pesta pembukaan perusahaan Mr. Duncan. Menggantikan Lauren-teman seprofesinya-yang tidak bisa hadir. Mereka sudah mengejar laki-laki itu sejak enam bulan terakhir, jadi Rose tidak memiliki pilihan lain, selain harus bertahan dengan gaun kurang bahan sialan tersebut.

Sebagai seorang lady, ia tidak terbiasa mengenakam pakaian seterbuka itu. Dan jika saja Ayahnya masih hidup, Rose yakin laki-laki itu pasti akan menodongkan pistol di kepalanya, dan meminta dirinya untuk segera berganti pakaian. Tapi sayang laki-laki keras kepala namun penyayang itu sudah meninggal. Meninggalkan dirinya bersama tanggung jawab yang besar, serta seorang kakak tiri yang tidak peduli dengan kematian Ayah mereka.

"Brengsek!" Maki Rose. Setiap kali mengingat kakak tirinya tersebut, sekalipun sudah dua tahun berlalu. Tapi tetap saja bajingan itu selalu membuat darahnya mendidih. Laki-laki itu pula yang membuat Rose menekuni pekerjaan berbahaya seperti sekarang. Demi Ayahnya... ia akan melakukan apapun.

"Ms. Clara, apakah Anda masih lama di dalam?" Rose mendengar suara wanita di luar pintu kamar mandi.

"Aku akan segera keluar," ia berteriak.

"Baik, Ms. Saya diutus Mr. Duncan untuk memastikan jika Anda baik-baik saja."

"Ya, aku baik-baik saja," Rose membuka pintu, lalu memasang senyum sebaik mungkin. Ia menatap pelayan di hadapannya dengan sangat ramah. "Kau tahu sendiri, wanita kadang membutuhkan lebih banyak waktu daripada pria jika pergi ke kamar mandi," ia melanjutkan sambil berbisik. Perkataannya membuat pelayan itu tersenyum maklum.

"Ya, Ms. Saya mengerti itu," katanya sopan.

Lalu ia dituntun menuju kembali ke aula utama, tempat dimana pesta tengah digelar. Rose diijinkan menggunakan ruang pribadi Mr. Duncan yang ada di lantai dasar, bangunan 17 lantai itu rencananya akan menjadi pusat perkantoran. Dan beberapa firma hukum sudah setuju untuk berkantor di sana. Saat matanya kembali menangkap orang-orang yang tengah berdansa, matanya bertemu dengan tatapan Mr. Duncan yang provokatif. Laki-laki itu menatapnya seperti singa yang menemukan ayam betina untuk disantap.

Seharusnya Lauren yang berada di sana, dan bukan dirinya. Pikir Rose masam. Ia pernah beberapa kali ikut makan malam dengan Mr. Duncan, Lauren memperkenalkan dirinya sebagai sepupu. Dan sepertinya Mr. Duncan yang hampir berusia awal lima puluhan itu, tidak keberatan jika harus berbagi ranjang dengan sepupu kekasihnya. Lauren yang malang, Rose bergumam dalam hati. Entah apa yang membuat Lauren bisa bertahan harus berpura-pura menjadi kekasih yang baik untuk bajingan itu.

Mr. Duncan memiliki reputasi yang cukup buruk. Sekalipun laki-laki itu memiliki banyak kekayaan, tapi sikap tidak tahu dirinya selalu membuat Rose muak setiap kali mereka bertemu. Tubuh Mr. Duncan tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu pendek, hanya saja lemak di perut laki-laki itu sangat mengganggu, tumpukan lemak di dagu, serta kepala botaknya membuat Rose merasa ingin melarikan diri saja.

Tapi niat tersebut segera ia batalkan, ia segera mengingat alasan kenapa dirinya bisa berada di sana. Ia harus mengungkap kebenaran dibalik kematian Ayahnya. Menarik napas dalam untuk menetralkan pikiran buruk, Rose melemparkan senyuman pada Mr. Duncan yang sudah menunggunya di lantai bawah, bajingan tua itu tersenyum dengan tidak tahu malu, bahkan semua orang tahu jika selama ini Lauren adalah kekasih laki-laki itu.

Trapped In Conspiracy [Conspiracy Series #3]Where stories live. Discover now