Erick menghela napas berat sambil berpeluh keringat. Rose yang telentang di atas kasur merengek meminta untuk dilepaskan. Tangan dan kakinya diikat ke atas ranjang, sementara itu Travis menatap ngeri situasi tersebut dari sisi lain. Terlebih mereka baru saja menjauhkan belati yang terselip di balik paha indah wanita itu.
"Demi Tuhan! Apa dia seorang mata-mata?" Travis tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya.
"Entahlah. Atau mungkin ternyata dia juga seorang agent seperti kita," kata Erick lemah. Ia menyembunyikan kekhawatirannya. Karena jika memang Rose adalah seorang agen ghost seperti dirinya, pasti akan ada seseorang yang mencari Rose jika wanita itu menghilang.
Ia melihat penderitaan dalam mata Rose. Namun Erick juga tidak bisa berbuat banyak, sekalipun dirinya sangat ingin menyentuh wanita itu. Tapi akal sehat menyuruhnya untuk berpegang teguh pada prinsip hidup yang ia jalani. Jika dirinya mengambil keuntungan dari Rose yang tengah dalam pengaruh obat, maka ia akan menjadi bajingan untuk kedua kalinya.
"Apa dia akan baik-baik saja?" Tanya Travis. Sementara wajahnya terlihat khawatir.
"Aku harap begitu," jawab Erick lemah. Sementara di hadapan mereka Rose terus meronta, sambil sesekali memohon untuk disentuh.
"Travis! Tolong cium aku!" Akhirnya Rose terpaksa jujur dan memanggil nama laki-laki yang pernah bermalam dengannya. Tadinya ia ingin bertahan dan berpura-pura tidak mengenali pria itu, tapi rasa sakit di sekujur tubuhnya membuat ia menggila. Hasrat dan keinginan untuk bercinta membuat dirinya merasa nyeri, bahkan ia sudah masuk ke dalam titik penderitaan. Entah apa yang merasuki tubuhnya, tapi keinginan untuk disentuh dan dipuaskan membuat Rose ingin menangis dan menyumpah serapah pada semua orang.
"Cepat Travis! Tolong lepaskan aku dari penderitaan ini... aku mohon...," akhirnya Rose menunduk. Lalu ia terisak saat rasa nyeri akan kebutuhan semakin tidak tertahankan. Membuatnya membenamkam jari tangan ke permukaan kasur dengan sangat keras, begitu juga dengan seluruh jari kakinya. Rose menahan nyeri akan kebutuhan yang semakin menyiksa. Ia terlalu sibuk dengan perasaannya sendiri, sampai tidak menyadari kalau dua pria yang ada di dalam ruangan tersebut tengah saling beradu mulut.
"Aku akan melakukannya, Erick. Dia jelas-jelas memanggil namaku," Travis sudah bersiap untuk beranjak ke atas ranjang. Namun tangan kekar Erick menyentuh dadanya, dan menahan dirinya dengan sangat kuat.
"Jangan macam-macam, Travis! Jangan pernah berpikir untuk menyentuh wanita itu!" Suara Erick terdengar mengancam.
"Dia terlihat sangat menderita, dan sebagai seorang gentleman, selama aku bisa melakukan sesuatu untuk membantunya. Maka akan tetap aku lakukan, sekalipun kau melarangku."
"Aku akan menghajarmu!" Erick mendorong tubuh Travis ke dinding.
"Sialan kau, Montgomery! Jika kau tidak ingin aku yang melakukannya, kenapa kau diam saja? Kenapa kau tidak melakukannya sendiri?" Travis melotot. Dan ia sudah siap untuk menghajar temannya itu jika memang perlu.
"Aku tidak...," suara ponsel memotong suara Erick. "Ini Michael," kata Erick sambil mengangkat panggilan tersebut. "Ya, ada apa?" Tanyanya sedikit ketus. Perdebatan dengan Travis masih membuatnya kesal. Lalu beberapa saat kemudian wajah Erick berubah pias. Informasi dari Michael pasti bukan sesuatu yang baik. Agen muda itu ditempatkan sebagai salah satu pengawal Mr. Duncan untuk memudahkan mencari informasi.
"Ada apa?" Tanya Travis. Tapi ia masih memasang wajah kesal atas perlakuan Erick padanya.
"Wanita itu... wanita itu bisa mati," tanpa sadar Erick begidik saat mengatakan hal tersebut. Saat ini mereka berdiri di sudut terjauh dari ranjang, dan mereka serempak menatap ke arah Rose yang gerakannya sudah tidak semantap tadi.
YOU ARE READING
Trapped In Conspiracy [Conspiracy Series #3]
RomanceErick Montgomery menjalani kehidupan yang ganas setelah kematian Ayahnya. Ia memilih untuk menjadi agent ghost lapangan dengan posisi paling berbahaya. Ia harus menjalani misi dengan pertumpahan darah, rasa frustasi akibat kematian sang Ayah membuat...